LPSE Kota Malang Harus Penuhi 17 Standar

Bimbingan Teknis dan Standarisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)  di Hotel Grand PalaceKota Malang, Bhirawa
Era keterbukaan, tidak bisa dihindari oleh penyelenggara negara. Setiap kebijakan yang diambil harus disampaikan kepada masyarakat secara terbuka. Termasuk di dalamnya dalam penyediaan barang dan jasa. Jika sebelumnya penyediaan barang dan jasa dilakukan secara manual, yang hanya diketahui oleh kalangan terbatas,   saat ini sudah bisa lagi.
Kepala Bagian Pengelolaan dan Pengadaan di Biro Administrasi Sekretaris Daerah Privinsi Jawa Timur,  R.Henggar Sulistiarto di sela-sela Bimbingan Teknis dan Standarisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)  di Hotel Grand Palace Rabu (24/4) kemarin, mengemukakan pelayanan LPSE harus memenuhi 17 standar. 17 standar yang dia maksud itu adalah, standar kebijakan layanan, pengorganisasian, pengelolaan aset, resiko layanan, pengelolaan layanan helpdes, pengelolaan perubahan, pengelolaan kapasitas, dan SDM.
Selain itu, LPSE juga harus memiliki jaminan keamanan perangkat, standar  operasional layanan, standar keamanan server dan jaringan, standar kelangsungan layanan, standar anggaran, standar pengelolaan pemasok, hubungan dengan pengguna layanan, pengelolaan kepatuhan, dan standar penilaian internal.
Itulah sebabnya, LPSE Provinsi Jawa Timur memberikan bimbingan teknis kepada 38  LPSE Kota Kabupaten  di Jawa Timur. Mengingat peranan LPSE, dalam pengadaan barang dan jasa sangat besar. Makanya standar pengelolaan harus dimiliki.
“Pengelolannya harus bersertifikat, makanya kita berikan bimbingan, dan kita sudah memulai sejak tanggal  16 April 2014. Karena Jawa Timur merupakan lima Provinsi percontohan di Indonesia, yang melakukan LPSE,” terang Henggar Sulistiarto.
Pihaknya lantas menyampaikan bahwa 17 standar LPSE, masing-masing memiliki peranan yang sama-sama penting. Karena itu LPSE Provinsi Jawa Timur akan terus melakukan pembinaan dan pemantauan kepada LPSE di tingkat Kota dan Kabupaten. Saat ini LPSE di Jawa timur telah menggunakan versi 3.5, tetapi kedepanya akan di tambah lagi. Makanya personil pengelolanya diberikan pelatihan terlebih dahulu, agar  LPSE bisa maksimal.
Ditambahkan dia, LPSE sendiri sifatnya wajib, karena penyelenggaraannya  berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang transaksi elektronik, Undang-undang nomor 14 tentang keterbukaan informasi publik, dan Undang-undang nomor 19 tentang hak cipta. “Jadi masyarakat berhak tahu secara detail, semua kegiaatan pemerintah. Makanya LPSE  harus dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan,” imbuhnya.
Sementara itu, ditanya kaitanya antara LPSE dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di daerah-daerah, pihanya menjelaskan, jika LPSE adalah penyedia datanya, sedangkan ULP adalah penyelengara kegiatanya. LPSE diakui dia, meminimalisir terjadinya  permainan antara pelaksana lelang dengan para penyedia jasa,  karena mereka dalam prosesnya bisa menghindari bertemu  secara fisik. Meskipun pertemuan fisik  diperlukan untuk  verifikasi lapangan “Semua proses melalui internet, jadi ketemunya hanya pada saat verifikasi saja,” terangnya. [mut]

Keterangan Foto : Salah satu pembicara yang memaparkan materi dalam Bimbingan Teknis dan Standarisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)  di Hotel Grand Palace. [mut/bhirawa]

Tags: