Manipulatif Terhadap Anak?

Oleh ;

Naila Rifqiyani Muhasshonah *
Mahasiswa prodi Mathematic Education Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

Anak merupakan manusia yang masih kecil, yang merupakan anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan untuk manusia. Sehingga orang tua sebagai orang yang diberi amanah seharusnya wajib memberikan segala apa yang menjadi haknya tanpa mengurangi sedikitpun yang menjadi kodratnya. Sebab banyak orang yang tidak memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki itu, hingga mengupayakan segala hal untuk memiliki itu. Bukan sebaliknya, karena pada dasarnya anak belum mengerti dan maka dari itu mereka masih membutuhkan didikan dan arahan yang progresif dari para orang tua.
Era ini banyak sekali perlakuan yang dilakukan oleh para orang tua tanpa mereka sadari. Salah satunya manipulatif. Sikap manipulatif terhadap anak sendiri pada dasarnya banyak sekali jenisnya. Tidak disadari hal itu akan berimplikasi bagi kehidupan anak sekarang ataupun kehidupan yang mendatang. Maka dari itu mari berintrospeksi dirilah wahai para orang tua, karena anak-anaklah yang akan menggantikan estafet kepemimpinan kalian para orang tua untuk memajukan bangsa ini.
Mendramatisasi Konflik
Namanya saja anak, tentu mereka tidak pernah terlepas dengan yang namanya kesalahan. Logikanya manusia yang dewasa saja banyak melakukan kesalahan apalagi yang masih muda, yang pengalaman hidupnya masih tidak seberapa. Anggaplah konflik yang timbul dari anak merupakan evaluasi bagi para orang tua untuk selalu mengawasi serta mengarahkan. Bukan sebaliknya yakni dengan membesar-besarkannya lewat reaksi berlebihan terhadap perlakukan anak. Justru, hal itu akan membuat anak akan semakin menyembunyikan lebih banyak masalahnya. Lewat berbohong misalnya, karenanya orang tua yang diharapkan mampu memberikan solusi malah menambah dan memperburuk psikologi. Lebih dari itu, anak akan melampiaskan kekesalan dan kekecewaan lewat hal-hal yang menurut mereka akan merasa nyaman yang jauh tidak tidak pernah diduga sebelumnya. Terjerumus ke lembah gelap misalnya. Sehingga jangan sampai anak yang telah dirawat sejak dini menghancurkan kisah dongeng yang telah diekspektasikan sejak dulu.
Tidak Adaptif
Tentu semua manusia dikaruniai oleh Tuhan dengan kepiawaian yang beragam, ada yang di atas rata-rata ada juga yang sebaliknya. Hal ini tidak bisa dipaksakan pada diri masing-masing manusia, karena hal ini adalah hak prerogatif Tuhan. Begitu juga janganlah mudah bereaksi secara berlebihan jika ada sesuatu hal yang berada diluar rutinitas anak. Itu merupakan suatu eksplorasi anak menemukan hal baru, karena anak juga membutuhkan ruang yang bebas selagi hal itu tidak melewati ambang kewajaran dan tetap dalam pemantauan dari orang tua. Untuk itu, hindari sikap berusaha mengendalikan situasi dan lingkungan anak sepenuhnya. Hal itu akan mempengaruhi kondisi jiwanya sehingga hal yang tidak terduga dapat terjadi.
Mengusik Perilaku Anak
Kebanyakan anak seringkali bertingkah laku yang membuat para orang tua merasa jengkel. Misalnya, ketika anak menangis meminta untuk ditemani beraktivitas diluar ruangan. Para orang tua tidak membuat anak untuk segera berhenti menangis, malah memperparah mereka semakin menangis. Kemudian, orang tua akan pura-pura menangis dan mengejek anak. Hal ini tidak mencerminkan bahwa para orang tua bukanlah sosok yang baik. Padahal mereka membutuhkan simpati dan perhatian dari orang tua. Namun, jika hal tersebut sering di iyakan pasti mereka akan sewenang-wenang. Jadi, yang sesuai dengan proporsi yakni tidak sering mengabulkannya, serta disesuaikan dengan kondisi yang memungkinkan serta implikasi apa yang akan terjadi.
Tidak Pernah Meminta Maaf
Jarang sekali orang tua memberikan contoh dengan cara meminta maaf kepada anak. Padahal, mengajarkan anak untuk meminta maaf akan menanamkan sikap dan cerminan bahwa manusia utamanya orang dewasa tidaklah selalu benar. Meminta maaf bukan berarti menyerahkan semua kekuatan yang dimiliki dan tidak memiliki nilai lagi. Begitupun anak pantas menerima maaf dari para orang tua, karena bukan sebuah rahasia lagi kalau anak cenderung meniru kebiasaan orang tuanya.
Terlalu Mengisbatkan Kekuatan Orang Tua
Inilah hal yang sering terjadi. Seakan-akan ini adalah senjata ampuh untuk melemahkan kekuatan anak serta mengendalikan hampir segala hal pada anak. Misalnya, jangan pernah mengatakan bahwa anak tidak akan pernah bisa hidup tanpa bimbingan dari para orang tua. Hal ini sering dilakukan agar semata kepentingan orang tua terpenuhi. Padahal, keterpaksaan tidak selamanya berbuah manis. Adakalanya hal ini dilakukan adalah sekadar rasa ketakutan yang berlebihan orang tua terhadap anak agar anak tersebut tidak melakukan hal yang akan dapat menghancurkan masa depannnya. Persepsi tentang kekuatan harus diubah, karena kemandirian itu bagus. Bukan malah bahwa anak tidak akan bisa hidup tanpa orang tua.
Untuk itu manfaatkan masa golden age anak untuk membuat mereka akan menjadi generasi yang kuat, dengan pendidikan yang tepat. Meskipun rasa takut itu seringkali muncul janganlah membuat kehidupan anak layaknya membatasi dalam sangkar. Jadilah orang tua yang dapat menjadi sahabat bagi anaknya.
Wallahu a’lam bi al-shawaab

———— *** ————–

Rate this article!
Tags: