Mbah Shoicah dan Mbah Wahab Hasbullah, Dua Ulama Pejuang Kemerdekaan Bangsa

Makam Kiai Shoicah dan makam KH Abdul Wahab Hasbullah di makam keluarga Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang. (arif yulianto/bhirawa)

Jombang, Bhirawa
Di kompleks makam keluarga Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, terdapat dua makam yang memiliki daya tarik tersendiri bagi peziarah yang melakukan ziarah ke kompleks makam tersebut. Dua makam ini yakni, makam Kiai Shoicah (Mbah Shoicah) dan makam inisiator dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdul Wahab Hasbullah (Mbah Wahab).
Kedua makam tokoh ini letaknya agak tinggi jika dibandingkan dengan makam-makam lain di kompleks makam tersebut. Kedua makam terletak di deretan utara. Makam Mbah Wahab terletak paling timur dengan terdapat tulisan nama KH Abdul Wahab Hasbullah, Pahlawan Nasional, sementara, makam Mbah Shoicah di barat makam Mbah Wahab berjarak sekitar empat makam.
Kiai Shoicah (Mbah Shoicah) merupakan kakek buyut dari KH Abdul Wahab Hasbullah. Mbah Shoicah merupakan salah satu panglima perang saat terjadi Perang Jawa (Perang Diponegoro). Artinya, Mbah Shoicah merupakan salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro.
“Yang bertugas di wilayah Madiun ke timur, termasuk Jombang dan Mojokerto. Kemudian beliau mencari tempat aman untuk nanti ketika Perang Jawa sudah selesai,” ujar salah satu Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, KH Wafiyul Ahdi (Gus Wafi), kemarin.
Gus Wafi melanjutkan, akhirnya Mbah Shoicah menyusuri tempat yang dianggapnya aman dan nyaman, yakni daerah yang kemudian dikenal sebagai Gedang yang saat ini berada di Tambak Beras timur. Alasan Mbah Shoicah memilih daerah Gedang sebagai tempat yang kemudian berdiri sebuah pesantren tua di daerah ini karena, makam Pangeran Benowo yang merupakan kakek dari Mbah Shoicah, berada di daerah Wonosalam, Jombang.
“Jadi ada kedekatan dengan makam kakeknya. Sehingga beliau mendirikan lokasi padepokan di Gedang. Kemudian di situlah Mbah Kiai Shoicah dimakamkan, di dekat padepokannya,” kata Gus Wafi.
Sampai saat ini, sambung Gus Wafi, di makam Mbah Shoicah itu juga menjadi makam keluarga Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang.
“Termasuk (makam) Mbah KH Abdul Wahab Hasbullah ada di situ,” tandas Gus Wafi.
Makam Kiai Shoicah kata Gus Wafi, merupakan salah satu makam tua yang ada di Tambak Beras, Jombang. Para peziarah sering melakukan Tawassul dan berdoa di dekat makam Mbah Shoicah untuk meminta kepada Alloh SWT agar dikabulkan hajat-hajatnya.
“Ini menjadi istimewa karena di situ juga ada makamnya KH Wahab Hasbullah yang diyakini oleh banyak orang NU, sebagai Wali Mastur, seorang Wali yang tidak tampak. Sehingga orang-orang yakin jika berziarah ke makam Kiai Wahab dan makam Kiai Shoicah, Alloh gampang dan mudah untuk mengabulkan hajat-hajat orang tersebut, ” sambung Gus Wafi.
Masih kata Gus Wafi, makam Mbah Shoicah masih asli dengan posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan makam lain di lokasi tersebut, yang menurutnya, ini meniru bentuk makam kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah.
“Kerajaan Demak, hampir mirip seperti itu. Pesan filosofisnya, bisa jadi, Mbah Shoicah ini memiliki kedekatan emosional dengan sisa-sisa Kerajaan Demak saat itu, sehingga posisi makamnya dibentuk hampir sama dengan makam Kerajaan Demak,” papar Gus Wafi.
Sementara itu, KH Abdul Wahab Hasbullah dikenal sebagai seorang ulama inisiator dan salah satu pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia yakni, Nahdlatul Ulama (NU). Mbah Wahab lahir di Jombang pada tanggal 31 Maret 1888 dan wafat pada tanggal 29 Desember 1971. Oleh pemerintah, KH Wahab Hasbullah diberikan anugerah sebagai Pahlawan Nasional.
Sejarah juga mencatat, KH Wahab Hasbullah pernah memimpin Komite Hijaz pada tahun 1926. Komite Hijaz merupakan kepanitiaan kecil yang bertugas menemui Raja Ibnu Sa’ud di Hijaz (Arab Saudi) untuk menyampaikan lima permohonan. Komite Hijaz yang merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional, menjadi faktor terpenting didirikannya organisasi NU. Berkat kegigihan para Kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah diterima oleh Raja Ibnu Sa’ud.
Menurut Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, KH Hasib Wahab (Gus Hasib), Mbah Wahab, ayahnya, merupakan seorang ulama yang bisa disebut komplit. karena selain alim dalam ilmu agama, Mbah Wahab juga memiliki ilmu kanuragan, seorang pedagang, dan juga memiliki jiwa seni yang tinggi. Dalam hal kecintaannya pada seni ini dibuktikan dengan mendirikan Ikatan Seni Hadrah Indonesia (ISHARI) pada tahun 1959. Mbah Wahab juga menciptakan lagu Yaa Lal Wathan atau Syubbanul Wathan (Pemuda cinta tanah air) pada tahun 1934. Lagu bernuansa cinta tanah air ini sangat terkenal hingga saat ini.
“Disamping alim dalam ilmu agama, beliau (Mbah Wahab) juga punya ilmu kanuragan, kesaktian, beliau miliki. Selain itu, beliau juga seorang pedagang,” tutur Gus Hasib kepada media ini tahun lalu.
Menyuplik istilah yang pernah di sampaikan KH Tolchah Hasan, Gus Hasib mengatakan, Mbah Wahab merupakan seorang ulama yang kreatif. Seperti diketahui, Mbah Wahab adalah salah satu pendiri NU pada tahun 1926. Sebelumnya, pada tahun 1916, Mbah Wahab pernah mendirikan organisasi pemuda islam yang bernama Nahdlatul Wathan.
“Sehingga beliau ini mempunyai gagasan mendirikan Jamiyah Nahdlatul Ulama. Itu gagasan murni dari Mbah Wahab, adapun waktu deklarasi mendirikan NU, KH Hasyim Asy’ari merupakan ulama yang disegani baik oleh kawan maupun lawan, baik oleh penjajah maupun kaum muslimin, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ini guru juga dari Mbah Wahab dan teman-temannya sehingga, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pada waktu pertama NU berdiri, beliau diberikan jabatan Ro’is Akbar Syuriah NU,” beber Gus Hasib.
Jabatan Rois Akbar Syuriah NU yang disandang oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ini kemudian lanjut Gus Hasib, merupakan jabatan yang pertama dan terakhir. Dalam arti, setelah Mbah Hasyim, tidak ada lagi jabatan Rois Akbar Syuriah di NU.
“Pada tahun 1947, KH Hasyim Asy’ari berpulang, langsung muktamar NU mengangkat Kiai Wahab, waktu itu Kiai Wahab jabatannya Chatib A’am (Sekretaris Umum) NU. Kiai Wahab diminta untuk mengisi jabatan Kiai Hasyim, namun beliau tidak bersedia,” ulasnya.
Alasan KH Wahab Hasbullah menolak, kata Gus Hasib, karena jabatan Rois Akbar Syuriah NU adalah jabatan khusus yang merupakan bentuk penghormatan kepada KH Hasyim Asy’ari.
“Beliau (Mbah Wahab) mau kalau Ro’is Aam, di sinilah pergantian istilah. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari diberikan penghargaan dengan sebutan Ro’is Akbar, pertama dan terakhir, karena beliau saat itu Kiai yang paling sepuh, Kiai yang paling dituakan oleh para Kiai. Akhirnya Kiai Wahab menerima sebagai Ro’is Aam,” pungkas Gus Hasib.(rif)

Tags: