Melonggarkan Remisi Koruptor

remisi-koruptorMemberi kelonggaran remisi kepada napi korupsi dapat mengendurkan tingkat kepercayaan publik nasional maupun internasional. Hal itu juga berlawanan dengan upaya masyarakat menggencarkan gerakan anti korupsi. Serta berlawanan pula dengan gerakan transparansi internasional. Patut pula dicermati, bahwa pelonggaran remisi korupsi akan menjadi road-map obral pengampunan hukum. Semakin menyuburkan korupsi pada lingkup kerja penegakan hukum hingga istana negara.
Pelonggaran syarat remisi, bagai mundur ke belakang. Wacana pemerintah yang ingin merevisi PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 99 tahun 2012, tergolong melawan arus. PP tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan (napi) mendapat kecaman luas masyarakat. Sebabnya, alam draf revisi tersebut, syarat justice collaborator dalam pengajuan remisi bakal dihapuskan. Hilangnya syarat tersebut, dikhawatirkan akan membuka keran obral remisi.
Remisi kepada koruptor seolah-olah konstitusional. Bagai proses hukum biasa seperti pada napi (narapidana) kasus pencurian (maling) ayam. Pada ranah pidana umum, remisi merupakan hak warga binaan Lapas (lembaga pemasyarakatan, napi). Sedangkan korupsi tergolong extra-ordinary crime, kejahatan luar biasa, dikategori sebagai pidana khusus. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa meng-anggap korupsi sebagai melanggar HAM (Hak Asasi Manusia).
Wacana pemberian remisi kepada napi koruptor dan narkoba, selalu dikaitkan dengan hak warga binaan Lapas. Hal itu diatur dalam UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Di dalamnya terdapat pasal 14 ayat (1) huruf i, berisi hak remisi.  Namun pada ayat (2) terdapat syarat dan pelaksanaan hak-hak napi diatur dengan PP. Dus remisi, bukan sembarang hak yang bisa diterima secara serta-merta. Khususnya terhadap korupsi, terorisme dan narkoba.
PP (Nomor 99 tahun 2012) sebenarnya tergolong baru, dan merupakan hasil revisi berkali-kali. Dengan PP tahun 2012 itu sebenarnya, hak memperoleh remisi tidak dihapus. Melainkan sekadar diberi tambahan syarat, sehingga  tidak mudah memperoleh remisi. Terdapat syarat khusus, sebagaimana diatur dalam pasal 34A ayat (1) huruf a. Yakni, “bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.”
Selain itu juga harus memenuhi pasal 34A ayat (1) huruf b, yakni, telah lunas membayar denda uang pengganti. Banyak napi koruptor yang sukses melaksanakan amanat PP tahun 2012. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum (terutama KPK). Frasa kata “bekerjasama” mudah dijejaki, pada saat proses hukum dan proses persidangan (di Pengadilan).
Masyarakat luas juga bisa menjadi penilai tingkat “kerjasama” itu, karena proses persidangannya diliput luas media massa. Sudah banyak pejabat publik (politik) dan pejabat karir, turut dijebloskan ke penjara sebagai hasil kerjasama oleh “Mr. justice collaborators,” atau “Mr. whistle blower.” Beberapa “Mr. Whistle blower” yang terkenal diantaranya, M. Nazaruddin, dan Profesor Rudi  Rubiandini.
Korupsi memang harus diberantas sampai ke akar jaringannya. Hal itu hanya bisa diperoleh melalui kerjasama dengan terdakwa. Jika tidak bekerjasama, terdakwa (yang terbukti) patut memperoleh hukuman berat, tanpa remisi. Sebab boleh jadi, banyak pihak “dititipi” hasil korupsi, yang bisa diambil setelah hukuman dijalani. Harta hasil korupsi juga bisa digunakan untuk menyuap penegak hukum, serta untuk mengurus proses remisi!
Sebagai extra-ordinary crime (kriminal luar biasa), seluruh dunia juga mendendam sengit. Sampai PBB menerbitkan konvensi khusus korupsi (UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION), tahun 2003. Pada mukadimah konvensi itu dinyatakan keprihatinan mendalam terhadap korupsi. Karena bisa menimbulkan kekacauan seluruh aspek kehidupan. Lebih kejam dibanding kejahatan perang.
Namun sudah menjadi rumors umum, bahwa remisi juga mensyaratkan “uang pengurusan.” Nilainya diperhitungkan sesuai banyaknya masa pemotongan hukuman. Itu korupsi dalam korupsi.

                                                                                                                ———– 000 ————

Rate this article!
Tags: