Melukis Perjalanan Pakde Karwo Jadi Kejutan di Jatim Fair 2018

Lukisan pasir Pakde Karwo dan Bude Karwo ditampilkan Vina Candrawati dalam pembukaan Jatim Fair 2018 di Grand City Surabaya. [adit hananta utama]

Panitia Ketar-ketir, Menteri Perdagangan Akui Sudah Selayaknya
Kota Surabaya, Bhirawa
Seorang Soekarwo muda datang dari Madiun menuju Kota Surabaya. Menjadi mahasiswa di Universitas Airlangga dan mengisi hari-harinya lebih banyak di perpustakaan. Di tempat itu juga, cerita cinta anak muda yang kini menjadi Gubernur Jatim disemai bersama Dra Hj Nina Soekarwo yang kini menjadi pendamping hidupnya. Narasi tersebut menjadi sangat spesial karena disajikan dengan ilustrasi lukisan pasir dalam pembukaan Jatim Fair ke VII di Grand City Surabaya, Selasa (9/10).
Sesekali Bu Karwo, sapaan akrab istri Gubernur Jatim itu mengusap sudut-sudut matanya dengan tisu. Menahan haru sebuah pertunjukan yang tak pernah disangka-sangka akan ada dalam acara formal seperti itu. Dia menyimak dengan seksama ketika narasi hidup Pakde Karwo dibacakan di tengah-tengah pembukaan Jatim Fair ke-VII.
Kolaborasi pasangan Denny Darko dan Vina Candrawati melukiskan episode demi episode perjalanan hidup Pakde Karwo berhasil memukau seluruh undangan yang hadir. Tak terkecuali Enggartiasto Lukita, Menter Perdagangan RI yang hadir membuka acara tersebut.
Lukisan Vina Candrawati menceritakan perjalanan hidup Pakde Karwo sejak dia mulai merantau di Surabaya sebagai mahasiswa. Kemudian, Pakde Karwo yang memulai karirnya sebagai PNS golongan II di Pemprov Jatim dan terus melejit hingga menjadi Sekdaprov dan akhirnya memimpin Jatim selama dua periode.
Kesuksesan Pakde Karwo sebagai kepala daerah yang sarat prestasi sekaligus predikatnya sebagai Bapak UMKM tak luput dari goresan lukisan pasir tersebut. Di akhir pertunjukan, Denny Darko mempersembahkan lukisan Pakde dan Bude Karwo menggunakan serbuk emas.
Usai menyaksikan pertunjukan tersebut, Pakde Karwo spontan memberikan tanggapan berupa ucapan maaf kepada Menteri Perdagangan. “Mohon maaf bapak, pertunjukan ini tadi benar-benar di luar sepengetahuan saya. Saya benar-benar minta maaf sampai kopyah saya ini tidak cukup karena kepala saya jadi besar,” tuturnya kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto sekaligus kepada seluruh hadirin yang datang.
Permintaan maaf itu langsung disambut Enggartiasto dengan respon yang sangat positif. Menurutnya, pertunjukan tersebut sangat menarik dan bagus. Apalagi dikemas dengan melibatkan seniman dan seniwati yang lihai dalam melukiskan kehidupan Pakde Karwo.
“Saya tidak tahan untuk tidak memberikan komentar atas peristiwa yang terjadi di atas panggung ini (Pembukaan Jatim Fair). Mulai dari pertunjakan tari, koreografernya, sampai pada pertunjukan lukisan pasir,” tutur Enggartiasto.
Menurut dia, Pakde Karwo adalah sosok pemimpin yang dekat dengan masyarakat dan selalu hadir pada saat rakyat membutuhkan. Karena itu, Pakde Karwo dianggap layak menerima sebuah penghargaan dari staf-staf yang dipimpinnya. “Pakde Karwo tidak perlu menegur Sekdaprov karena peristiwa ini. Karena sebelumnya sudah dikonsultasikan dengan saya sehingga saya sudah tahu. Bapak layak mendapatkan ini (penghargaan),” tutur Enggartiasto.
Melihat berbagai keberhasilan Pakde Karwo, Enggartiasto yakin, dibalik itu ada peran seorang perempuan yang mendampinginya. “Keberhasilan Pakde Karwo ini tidak lepas dari peran Bude Karwo,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Perekomian Setdaprov Jatim, Dr Aris Mukiyono mengaku sembat ketar-ketir dengan acara yang sengaja tidak dimasukkan dalam petunjuk teknis pembukaan Jatim Fair ke-VII tersebut. Baginya, pertunjukan tersebut merupakan sebuah keinginan seorang staf memberikan apresiasi kepada pimpinan. “Ini memang di luar skenario resmi acara. Kita juga sudah konspirasi dengan protokol agar acara ini tidak dimasukkan dalam juknis yang diberikan kepada Pak Gubernur,” tutur dia.
Pertunjukan melukis pasir dipilih Aris lantaran pertunjukan tersebut tidak pernah digunakan dalam berbagai even Pemprov Jatim. Lebih khusus lagi, perjalanan hidup Pakde Karwo yang sudah berpuluh-puluh tahun itu bisa disajikan dengan menarik di atas lukisan pasir berdurasi sekitar 15 menit.
“Kita tetap menyeleksi narasi yang akan dipakai agar lebih menarik. Ide ini sudah ada sejak tiga tahun lalu, tapi saya simpan dulu dan mungkin ini waktu yang tepat untuk diberikan kepada Pakde dan Bude Karwo,” pungkas dia. [adit hananta utama]

Tags: