Memasuki Babak Baru Pendidikan Indonesia

Oleh:
Muhammad Rajab
Director of Ma’had and Islamic Studies,, Tazkia International Islamic Boarding School Malang
Sejak dilantiknya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim, hingga saat ini membuat isu pendidikan terus menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah akademisi dan praktisi pendidikan. Pasalnya, mantan CEO Gojek tersebut berencana melakukan terobosan baru dalam sistem pendidikan Indonesia dengan menyongsong gagasan “Merdeka Belajar”. Program “Merdeka Belajar” tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
USBN akan ditekankan pada penilaian secara komperehensif. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tulis atau bentuk penilaian menyeluruh (holistic) seperti portofolio dan penugasan. Portofolio ini nantinya dapat dilakukan melalui tugas kelompok, karya tulis dan lain sebagainya. Dengan model seperti ini diharapkan guru lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Sementara terkait UN yang biasa dijalani siswa akan berubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di tahun 2021 mendatang. Asesmen ini terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan literasi serta penguatan pendidikan karakter. Adapun terkait RPP guru diberi kebebasan untuk mengembangkan format RPP dengan tetap mengacu pada tiga komponen, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
Dengan beberapa kebijakan tersebut diharapkan pendidikan lebih terfokus pada pengembangan aspek yang esensial, sebab guru tidak lagi terlalu disibukkan dengan urusan administrasi yang selama ini masih menjadi momok bagi para guru. Guru nantinya diharapkan lebih banyak memfokuskan perhatiannya pada peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan inovasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran itu sendiri. Dengan ini kualitas pembelajaran diharapkan bisa menjadi lebih baik dan lebih berkualitas.
Tentu kita menyadari bahwa kualitas pendidikan Indonesia saat ini masih berada di bawah jika dibandingkan dengan beberapa negara maju atau bahkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Hal ini bisa dilihat dari data rangkin Program for International Student Assesment (PISA) 2018 Indonesia yang sangat rendah. Posisi Indonesia nomor 72 dari 77 negara. Pemeringkatan PISA 2018 ini secara resmi dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Terjadi penurunan dari pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya dibandingkan antara periode 2015 dan 2018. Skor kemampuan membaca turun dari 397 poin ke 371 poin. Kemudian kemampuan matematika turun dari 386 poin ke 379 poin. Lalu kemampuan sains turun dari 403 poin ke 396 poin. Indonesia kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Data tersebut tentu menjadi cambuk bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik dalam sistem pendidikannya. Pemerintah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh (holistic evaluation) terhadap sistem pendidikan yang selama ini berjalan. Hal ini bisa dimulai dengan mengavulai kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal utama (main capital) dalam proses pendidikan. Dilanjutkan dengan menelaah kembali kurikulum dan program pembelajaran serta manajemen pengelolaan dan sistem evaluasinya.
Di aspek SDM yang perlu ditingkatkan adalah penguatan karakter dan integritas guru serta skill guru dalam pembelajaran yang meliputi metode dan strategi pembelajaran atau manajemen kelasnya. Apalagi di era revolusi industri 4.0 sekarang, guru tidak hanya dituntut untuk mempunyai integritas yang kuat, tapi juga skill mengelola informasi serta melek teknologi. Jika tidak, maka guru akan tertinggal jauh dan tidak akan menelurkan kreativitas dan inovasi dalam pembelajarannya. Selain itu, kualitas leader atau pemimpin sekolah perlu juga diperhatikan dengan melakukan upgrading terhadap kemampuan manajemen pengelolaan sekolahnya. Hal ini melihat pemimpin di sekolah memegang peran strategis yang dapat tinggi rendahnya kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Di sisi lain, kurikulum pendidikan perlu didesain secara menyeluruh (holistic) dan seimbang (balance). Artinya kurikulum harus menyeimbangkan antara penguatan spiritual dan emosional, penguatan intelektual, dan kemampuan skill. Salah satu yang bisa dijadikan acuan dalam mendesain adalah konsep core curriculum, co curriculum, dan extra curriculum. Core curriculum menekankan pada kurikulum inti yang menekankan pada penguatan karakter dan pemfokusan pada kompetensi inti yang diharapkan pemerintah. Adapun co curriculum menekankan pada kegiatan-kegiatan siswa seperti olahraga dan seni yang mendukung core curriculum. Sementara extra curriculum lebih menekankan pada kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan jiwa sosial seperti empati dan simpati siswa kepada orang lain.
Sementara untuk sistem penilaian, yang perlu ditekankan adalah penilaian secara komperehensif dan tidak parsial. Jika melihat kepada teori Bloom, penilaian idealnya meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep ilmu tertentu. Afektif ditujukan untuk mengetahui kecerdasan sosial seperti rasa dan emosi siswa dalam merespon setiap kejadian yang ada. Adapun psikomotorik untuk menguji kemampuan skill, baik yang sifatnya hard skill maupun soft skill siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan uji kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving), seperti kreativitas dan inovasi.
Apa yang telah ditetapkan Kemendikbud dengan ide-ide barunya tersebut setidaknya memberikan angin perubahan untuk masa depan pendidikan Indonesia. Dengan demikian diharapkan dapat mengangkat dan mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia di masa yang akan datang. Memang perubahan tidak menjamin adanya kesuksesan, tapi tidak ada kesuksesan yang tidak diawali dengan perubahan. Saatnya pendidikan Indonesia memasuki babak baru untuk melakukan perubahan.
Tantangan berikutnya bagi pemerintah adalah implementasi dari gagasan tersebut. Terutama dalam aspek pemerataan antara sekolah di berbagai propensi yang ada di Indonesia. Apalagi tidak sedikit sekolah-sekolah pedalaman yang masih sangat minim fasilitas dan kekurangan guru. Berdasarkan data Kemendikbud tahun 2018 jumlah Sekolah Dasar hingga Menengah Atas di Indonesia saat ini, baik negeri maupun swasta kurang lebih 307.655 sekolah. Tentu hal ini tidak mudah bagi pemerintah, tapi upaya pemerintah untuk melakukan perubahan ini perlu didukung supaya pendidikan Indonesia ke depan mengalami peningkatan kualitas. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan nantinya diharapkan akan memberikan pengaruh besar terhadap perbaikan kualitas di bidang lainnya seperti ekonomi, sosial dan politik Indonesia.
————- *** —————-

Tags: