Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik

Aditya demonstrasikan penggunaan alat pengolahan limbah batik kepada pelaku UMKM. [diana]

Gunakan Teknologi Elektrolisis, Klaim Ramah Lingkungan
Surabaya, Bhirawa
Mahasiswa Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan alat pengolah limbah batik untuk UMKM produksi batik. Alat berupa prototype ini resmi diluncurkan kepada UMKM San Ros Batik, akhir Bulan Desember lalu ini.
Porotype ini merupakan karya kelompok tiga kuliah lapangan berbasis pengabdian masyarakat yang diadakan Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITS. Di bawah bimbingan Dr Eng Widiyastuti ST MT dan Dr Suci Madhania ST MT, 27 mahasiswa berkontribusi dalam pembuatan pengolah limbah ini.
Ketua kelompok, Aditya Mardiansyah menjelaskan, dalam proses produksi batik ini para pengrajin batik menggunakan pewarna tekstil. Penggunaan pewarna tekstil sintetis dan proses lainnya seperti proses penghilangan lilin, perendaman, serta pembilasan akan menghasilkan zat-zat sisa seperti ceceran sisa lilin maupun sisa air pewarnaan. Dari zat sisa ini akan menghasilkan limbah residu kaya pewarna reaktif dan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan.
“Ada suatu kasus di mana pohon pepaya yang secara tidak sengaja tersirami air limbah batik menjadi pahit rasa buahnya, padahal sebelumnya rasa buahnya manis,” paparnya.
Meninjau dampak lingkungan ini, Ardi sapaan akrab Aditya Mardiansyah menjelaskan, dirancanglah alat pengolah limbah batik yang sekiranya mudah digunakan oleh pengrajin batik UMKM. Rancangan yang dibuat menggunakan metode elektrodegradasi, yaitu perlakuan terhadap polutan yang dapat memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana.
“Dalam kasus limbah batik alat ini memecah senyawa kompleks dalam limbah menjadi senyawa sederhana yaitu H2O (air) dan CO2 (karbon dioksida) yang sudah aman jika dibuang langsung ke lingkungan. Kami menggunakan prinsip elektrolisis, di mana perlu elektrolit, elektroda dan sumber listrik,” beber Ardi.
Menurut Ardi, cara menggunakan alat ini juga mudah. Pengguna hanya perlu menyambungkan alat dengan listrik kemudian limbah dapat langsung dituang ke dalam tabung akrilik. Setelahnya elektroda dalam alat akan bekerja mendegradasi limbah. Elektroda yang digunakan pun adalah elektroda karbon yang dinilai memiliki kemampuan menghantarkan listrik dan dapat mempertahankan tingkat panas yang sangat tinggi. Sedangkan lamanya pengolahan bervariasi, tergantung banyaknya limbah yang dituang.
“Paling cepat 2 hingga 3 jam, kalau banyak bisa ditinggal semalaman,” terang pemuda asal Malang ini.
Ardi menambahkan, limbah yang telah selesai diolah dengan alat rancangan timnya menunjukkan perubahan warna dan menghasilkan endapan. Limbah yang sebelumnya berwarna hijau dengan lapisan lilin di dalamnya berubah warna menjadi keruh, yang menandakan limbah sudah tidak lagi berbahaya bagi lingkungan. Ardi juga mengklaim bahwa alat yang dibuat tim nya ini memiliki banyak keuntungan dengan menggunakan teknologi elektrolisis, dibandingkan dengan teknologi lainnya. Metode ini dinilai kompatibel terhadap lingkungan, efisien energi, aman, dan biayanya terjangkau, sehingga dinilai pas untuk digunakan para pelaku UMKM.
“Perawatan alatnya relatif mudah. Pengguna hanya perlu menguras tangki dan membersihkannya dengan peralatan yang mudah dijumpai. Daya listrik yang digunakan juga rendah, hanya 10 watt. Jadi bisa diibaratkan pengrajin batik seperti memasang satu lampu tambahan saja di rumahnya,” Ardi menambahkan.
Ke depan, Ardi bersama tim berencana untuk meningkatkan efisiensi alat dan juga menambahkan fitur otomasi alat.
Pengrajin batik UMKM, Roestianingsih mengaku senang dan terbantu. Sebab, alat inovasi ini dinilainya memiliki banyak manfaat. ”Dengan adanya alat ini saya bisa membuang limbah saya tanpa takut mengganggu lingkungan sekitar,” ujar pebatik yang telah memulai usahanya sejak 2012 lalu.
Roestianingsih berharap, alat ciptaan mahasiswa ITS ini dapat dikembangkan ke depannya. Mengingat industri batik yang memang sulit sekali dipisahkan dengan proses yang menghasilkan limbah. [ina]

Rate this article!
Tags: