Menarik Kesadaran Industri Ciptakan Harmonisasi Bersama SMK

Wapres Jusuf Kalla didampingi Gubernur Soekarwo, Menperin Airlangga Hartarto dan Mendikbud Muhadjir Effendy menekan tombol Peluncuran Program Pendidikan Vokasi Industri Tahap I di PT. Dwi Prima Santosa, Mojokerto. [Adit Hananta Utama/bhirawa]

Revitalisasi SMK Nafas Baru Pendidikan Kejuruan (1 – Bersambung)

Lahirnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK menjadi nafas baru bagi dunia pendidikan kejuruan. Sentimen negatif yang selama ini terbangun di benak masyarakat terhadap SMK berubah menjadi terang dengan segala potensi yang dijanjikan. Menjadi lulusan terampil dan siap terjun di dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Adit Hananta Utama

Surabaya, Bhirawa
Cuaca panas Kota Mojokerto ditambah hawa pengap asap industri tak membuat ciut nyali ratusan kepala sekolah dari berbagai SMK di Jawa Timur. Mereka berduyun-duyun datang dari sejumlah daerah dengan penuh pengharapan. Menata kembali sekolah yang dipimpinnya menjadi rahim lahirnya tenaga-tenaga terampil di masa depan.
Di kota itu, persisnya di halaman perusahaan sepatu PT Dwi Prima Sentosa sebuah langkah baru dimulai. Sebuah momen penting yang juga dilakukan oleh orang-orang penting. Mereka ada di sana, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Muhadjir Effendi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto serta Gubernur Jatim Dr H Soekarwo. Keempatnya menjadi juru kunci terbukanya pintu industri bagi SMK menjalin harmonisasi.
Pada saat itu pula, 219 SMK di Jatim mendapat angin segar melalui program link and match dengan 49 industri. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengungkapkan, semua negara berharap ingin maju. Namun, hal itu tidak dapat diperoleh begitu saja. Dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas. Salah satu kemajuan itu ditandai dengan perkembangan teknologi dan skill sumber daya manusianya. “Termasuk ketika kita berbicara tentang industri, faktor yang sangat mempengaruhi adalah teknologi, modal dan skill,” kata Jusuf Kalla saat meresmikan Program Pendidikan Vokasional Industri Kementerian Perindustrian di PT. Dwi Prima Sentosa, Mojokerto, Selasa (28/2).
JK sapaan akrab Wapres RI menuturkan, skill tidak datang begitu saja. Karena itu perlu dilatih termasuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Karena itu, pendidikan khususnya SMK seringkali tertinggal lantaran tidak menyesuaikan teknologi. “Di SMK masih pakai analog di industri sudah digital. Di SMK masih pakai mesin bubut, di industri sudah gunakan mesin CNC,” terang dia.
Sebagai jalan tengah keduanya, JK mengungkapkan perlunya kerjasama antara keduanya. SMK mendidik dasar-dasarnya, sedang industri melakukan finishing untuk menyesuaikan dengan perubahan teknologinya. “Tanpa kerjasama yang baik juga akan menyulitkan industri dan anak muda. Karena industri butuh tenaga kerja yang memiliki skill. Sementara jika tidak ada kerjasama lulusan SMK juga akan sulit mencari lapangan kerja,” kata JK.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan, Kemendikbud menyiapkan kebijakan revitalisasi SMK seperti penyelarasan kurikulum dengan DUDI serta penyediaan guru produktif yang siap mendidik lulusan SMK menjadi tenaga terampil yang handal dan siap bersaing.
“Kami menyambut baik realisasi kerja sama lintas sektor, antara pemerintah pusat dan daerah serta industri dan dunia usaha. Setiap SMK harus punya mitra industri dan usaha,” tutur mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto memuji Jatim yang telah siap menjadi provinsi industri. Sektor Industri Jatim lebih besar sumbangsih nya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,  dibandingkan  Jerman yang hanya 25 persen. “Upaya yang dilakukan Pemprov Jatim bisa dijadikan contoh untuk provinsi lain  salah satunya link and match antara SMK dengan dunia industri,” jelasnya. Hingga 2019 mendatang, program vokasional industri ini akan diikuti sebanyak 1.775 SMK meliputi 845.000 siswa untuk dikerjasamakan dengan 355 perusahaan industri.
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menuturkan, melalui program vokasional industri yang diikuti oleh siswa SMK  diharapkan mampu memberi daya dorong terhadap Jatim untuk segera menjadi provinsi industri. Karena syarat utama untuk menjadi provinsi industri, PDRB suatu wilayah harus didukung sektor industri dengan kontribusi minimal 30 persen. Sementara di Jatim, kontribusi sektor industri sudah mencapai 28, 92 persen dari total PDRB sebesar Rp. 1.855 trilyun.
“Di Jatim telah ada enam SMK yang melaksanakan kurikulum berstandar Jerman. Selai itu didirikan pula SMK Mini dengan target 540 ribu tenaga terampil. Karena itu, program link and match SMK dengan dunia industri akan terus didukung baik dengan menggunakan dana dari APBD maupun APBN,” terang Pakde Karwo dihadapan Wapres RI dalam Peluncuran Program Pendidikan Vokasional Industri Kementerian Perindustrian di PT. Dwi Prima Sentosa, Mojokerto, Selasa (28/2).
Dalam kesempatan tersebut, Pakde Karwo juga menyinggung sejumlah kerjasama yang telah dilakukan SMK di Jatim dengan dunia industri sebelum diterbitkannya Instruksi Presiden tentang revitalisasi SMK. Di antaranya ialah dibukanya kelas industri seperti Alfamart class, Honda Class dan Pembangkit Jawa Bali Class. Di sisi lain, komitmen Pemprov Jatim juga ditunjukkan melalui lahirnya LSP -P1 di SMK dan LSP-P2 di tubuh Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim. Melalui lembaga tersebut, kompetensi lulusan SMK akan diakui dengan sertifikasi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Dunia Industri Berharap SMK Lebih Pro Aktif
Harmonisasi DUDI dan SMK bukan pekerjaan sederhana yang dapat tuntas dalam satu seremonial peresmian. Tanggung jawab industri untuk membina lima sekolah sekaligus bukanlah pekerjaan sederhana. Karena itu, industri berharap SMK ikut pro aktif menanggapi kesempatan kerjasama ini.
Seperti diungkapkan Exim Manager PT Dwi Prima Sentosa, Irawan. Pihaknya berharap sekolah yang akan dibina bisa lebih proaktif. Sebab, dari perusahaan sudah cukup terbuka untuk menjalankan kewajiban membina lima sekolah. Sayang, hal tersebut masih terbentur komunikasi yang belum berlangsung optimal.  “Karena ini sebenarnya kan untuk kepentingan sekolah, sekolah yang lebih butuh,” ungka Irawan.
Kesulitan komunikasi berdampak pada koordinasi untuk penandatanganan MoU. Sebab, dari sekolah lebih mengandalkan Bursa Kerja Khusus (BKK). Sementara perusahaan menginginkan kerjasama dilakukan langsung oleh direktur dengan kepala SMK. “Kita siap memberi kesempatan magang dengan gratis. Tapi kerjasama harus langsung dengan yang bertanggungjawab, yaitu sekolah. Kalau staff BKK kan cuma karyawan seperti saya,”ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan perwakilan CV Bintang Selatan Liem Laurentinus. Pihaknya mengaku ada yang tidak pas dengan mekanisme link and match ini. Sebab, industri yang diminta mencari sekolah. Padahal kepentingan melakukan kerjasama dengan industri adalah kepentingan sekolah. “Kedepannya ia berharap sekolahyang harus menentukan industri yang akan diajak kerjasama. Karena ini untuk kepentingan sekolah juga. Kalau urusan kita perusahaan bisa produksi sudah cukup,”lanjutnya.
Sedangkan Kepala Bagian Diklat Petrokimia, Waluyo Sirdjo mengungkapkan pihaknya telah membina 7 SMK di Gresik, Bojonegoro,Sidoarjo dan Surabaya. Kerjasama dilakukan dalam bentuk magang guru,siswa, sertifikasi profesi dan penyerapan tenaga kerja setelah lulus. Sementara kompetensi yang ditawarkan ialah, bidang kelistrikan,mekanik,perbengkelan,kimia analis,kimia induatri dan instrumentasi.
“Pihak perusahaan merespon positif program ini. Sebab, ini merupakan kebijakan nasional yang dikeluarkan langsung oleh presiden,” kata dia. Waluyo menuturkan, saat ini sudah ada 700 skema keahlian yang sudah masuk dalam SKKKNI. “Rencananya kami akan meningkatkan skema hingga 1.500 skema keahlian,” terang dia.
Lebih lanjut Waluyo mengatakan, perusahaan memiliki tanggung jawab menyerap siswa dari sekolah yang dibina. “Tapi kalau kebetulan lowongan tidak butuh, kami akan menyalurkan ke mitra perusahaan dengan bekal sertifikasi yang dimiliki,”pungkasnya. [tam]

Tags: