Menata Perekonomian Indonesia

Oleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Belakangan ini perang dagang semakin memanas antara Cina dan AS, serta Korsel dan Jepang telah membuat ekonomi global semakin bergejolak. Apalagi Cina dengan sengaja mendepresiasi mata uangnya untuk membalas penerapan tarif untuk 300 dolar AS produk China sebesar 10 persen. Cina melakukan aksi depresiasi yang terjadi di mata uang Yuan terhadap dolar AS, ini cukup signifikan dan patut diwaspadai.
Perlambatan kinerja perekonomian
Melihat situasi perang dagang semakin memanas, meski Indonesia bukan sebagai pelaku tentu saja terkena imbas dari perang yang merugikan tersebut. Sementara kondisi domestik, Badan Pusat Statistik melaporkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,05 persen pada kuartal-II 2019. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,27 persen. Pertumbuhan ekonomi di kuartal-II 2019 ini juga lebih rendah dibandingkan dengan kuartal-I 2019 yang sebesar 5,07 persen.
Merujuk dari laporan BPS tersebut, setidaknya bisa penulis simpulkan bahwa situasi perekonomian Indonesia tahun 2019 masih dihadapkan dengan tantangan yang berasal dari global. Tantangan tersebut merupakan lanjutan yang berasal dari tahun 2018. Mulai dari kenaikan suku bunga The Fed, perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China, serta fluktuasinya harga minyak dunia, hingga penurunan proyeksi perekonomian dunia.
Selain itu, menurut hemat saya sebagai penulis kalau kita amati secara seksama sekarang ini perekonomian dunia sedang dalam situasi yang menjurus kepada kondisi pelemahan. Bank Indonesia (BI) bahkan menyebut, kondisi ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang akan menghadapi tantangan berat di akhir tahun ini. Maka, pemerintah wajib terus mewaspadai pergerakan perekonomian global terbaru yang tak menentu.
Indonesia harus fokus dengan permasalahan domestiknya dan mengurangi ketergantungan dengan perekonomian global yang pertumbuhannya cenderung melambat. Pemerintah perlu diberi kesempatan melakukan tindakan riil. Tantangan perekonomian Indonesia ke depan tak akan gampang. Sebenernya, kalau saya analisis sebagai penulis tak hanya Indonesia saja yang tercatat mengalami perlambatan kinerja perekonomian.
Ada beberapa negara lain yang telah merilis data pertumbuhan ekonomi pun mengalami hal yang sama. Tantangan ke depan tidak gampang. Kalau dilihat pertumbuhan ekonomi negara-negara lain yang sudah rilis, itu menunjukkan perlambatan. Beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti China yang merupakan negara tujuan ekspor utama mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 6,7 persen di kuartal II-2019 menjadi 6,2 persen di kuartal II-2018.
Adapun untuk Amerika Serikat mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 3,2 persen di kuartal-II 2018 jadi 2,3 persen di kuartal II-2019. Demikian juga dengan Singapura yang turun tajam dari 4,2 persen di kuartal-II 2019 menjadi hanya 0,1 persen di kuartal II-2019. Perang dagang yang tadinya diprediksi bakal mereda menambah tekanan terhadap perekonomian Indonesia lantaran ungkapan-ungkapan Presiden Amerika Serikat yang mengindikasikan bakal kembali menerapkan tarif impor kepada China. Jika hal itu dibiarkan maka hal yang tak bisa kita hindari adalah terjadinya perlambatan kinerja perekonomian.
Membentengi Ekonomi Nasional
Situasi saat ini mirip dengan ketidakpastian global yang pernah terjadi pada saat krisis dunia tahun 2008-2009 yang melanda banyak negara. Melalui tantangan-tantangan global yang ada, juga membuat negara-negara yang sehat atau tidak terkena krisis pada 2008-2009 itupun ikut menerbitkan kebijakan agar tidak terkena imbas dari kebijakan negara lain.
Membaca situasi yang demikian bisa saja kita bilang perekonomian sehat tidak berarti kita akan bebas dari guncangan, guncangan bisa terjadi seperti kemarin tahun 2018 yaitu suku bunga naik yang membuat capital flow atau arus modal bergerak sangat cepat, dia meninggalkan daerah-daerah yang dianggap kurang menguntungkan.
Berada di situasi demikian tentu saja secara ekonomi makro lebih tinggi resikonya dari capital outflow yang harus dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Wajar, jika akhirnya negeri ini saat itu mencari tempat yang dianggap lebih aman dan lebih tinggi returnnya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia terus menyesuaikan kondisi perekonomian global melalui berbagai kebijakan, mulai dari fiskal, moneter, dan juga sektor riil.
Bahkan, ekspor menjadi lebih sangat sulit karena destinasinya sedang lemah, inilah yang kita hadapi di tahun 2018 dan berlanjut di 2019, dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah maka kita harus menyiapkan diri agar kita mampu menggunakan seluruh instrumen untuk menjaga atau membentengi ekonomi kita atau bahkan memperkuat kalau suasana ekonomi dunia guncang. Berikut hal-hal yang sekiranya bisa kita lakukan.
Pertama, mengoptimalkan pemenuhan permintaan domestik yang besar melalui produksi dalam negeri dengan produk berkualitas. Strategi ini dapat menjadi alternatif sumber pertumbuhan sektor industri pengolahan saat permintaan global sedang menurun. Apalagi, dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi memiliki potensi terus meningkat ke 5,3 persen dengan masih ditopang oleh permintaan domestik.
Kedua, mewaspadai terus kemungkinan dampak dari perang dagang. Risiko utama yang mesti diwaspadai Indonesia meliputi tensi perang dagang, kondisi pengetatan finansial global secara tajam, pertumbuhan ekonomi China yang lebih lambat dari perkiraan, serta fluktuasi harga komoditas, terutama harga minyak.
Ketiga, menjaga investasi dengan kestabilan politik dan keamanan, kestabilan hukum, memangkas birokrasi yang tidak perlu dan hilirisasi. Langkah ini setidaknya bisa memproteksi perekonomian domestic dari tekanan perekonomian global.
Keempat, adaptasi terhadap dinamika pasar global juga menjadi faktor kunci untuk menjaga perekonomian domestik. Melalui transformasi teknologi digital yang pesat juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan arah industrialisasi ke depan, karena digitalisasi akan berdampak ganda.
Melalui keempat masukan tersebut setidakya Indonesia harus berubah secara radikal di berbagai lini. Sekarang ini saatnya kita berfokus pada permasalahan domestik, demi mengurangi ketergantungan dengan perekonomian global yang pertumbuhannya cenderung melambat. Negeri ini harus bisa lebih baik daripada negara-negara sekitar, karena kita punya modal sumber alam melimpah dan bonus demografi.

——— *** ———–

Rate this article!
Tags: