Mencermati Cyberbullying pada Remaja

masfulatul-lailiyahOleh :
Masfulatul Lailiyah
Mahasiswa S2 Chief Information Officer (CIO) –  ITS Surabaya

Remaja saat ini sangat akrab dengan dunia media sosial. Ada beragam media sosial yang viral di kalangan remaja, seperti facebook, twitter, instagram, path, dan yang terbaru adalah snapchat. Bagi para remaja media sosial merupakan wadah untuk berekspresi, bersosialisasi, menunjukkan eksistensi dan jati diri mereka yang sebenarnya. Dimana terkadang apa yang mereka tampilkan di media sosial sangat berbeda dengan sikap mereka di dunia nyata. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermedia sosial, melebihi waktu yang mereka habiskan untuk belajar.
Usia remaja adalah usia yang sangat rentan terhadap pengaruh buruk lingkungan. Karena pada umumnya usia remaja belum sepenuhnya bisa mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari perbuatannya. Ketika remaja sudah kecanduan dengan media sosial, sangat memungkinkan mereka akan terkena dampak negatif dari media sosial itu sendiri, seperti malas belajar, perilaku yang tidak sopan, tutur kata yang kasar, cyberbullying bahkan cybersex.
Dengan menjamurnya media sosial terutama di kalangan remaja, fenomena cyberbullying juga semakin berkembang. Cyberbullying dan tradisional bullying memiliki pengertian yang sama, yakni tindakan yang mengintimidasi orang lain dengan cara mengejek, merendahkan, menyebarkan rumor untuk merusak nama baik seseorang. Hanya saja media yang digunakan berbeda, jika tradisional bullying dilakukan secara langsung (face to face), cyberbullying menggunakan media internet seperti media sosial. Dan dampak yang dihasilkan oleh cyberbullying lebih serius, hal ini dikarenakan media sosial membuat proses bullying cepat menyebar ke semua pengguna, dan memungkinkan semakin banyak pelaku yang turut andil dalam prosesbullying.
Di Indonesia fenomena cyberbullying pada remaja belum mendapatkan perhatian khusus. Banyak orang tua yang beranggapan bullying hanya sekedar candaan. Padahal jika terjadi secara kontinyu, cyberbullying bisa berdampak serius pada perkembangan psikologi remaja tersebut. Seperti kehilangan kepercayaan diri, menarik diri dari lingkungan, depresi bahkan dampak terburuk bisa terjadi percobaan bunuh diri. Banyak kasus bunuh diri di kalangan remaja karna korban tidak tahan terhadap bullying yang ditujukan pada dirinya. Salah satu contohnya, dilansir dari Nydailynews.com Stephanie Almonte remaja 12 tahun asal new York ini nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar pada jumat (12/6/2015) karena tidak tahan dijadikan bahan bullying di sekolah. Kemudian contoh lainnya Amanda todd, gadis 15 tahun yang bunuh diri akibat cyberbullying yang diterimanya selama setahun lebih.
Mengingat dampak cyberbullying yang cukup serius, perlu dilakukan pencegahan untuk mengatasi melebarnya efek terhadap psikologis korban, diantaranya :
Pertama, Peran Orang Tua. Orang tua sebaiknya mengajarkan pada anak bagaimana memanfaatkan internet secara aman dan sehat. Serta menjalin komunikasi yang hangat dan terbuka dengan anak mereka. Jika  komunikasi orang tua dan anak terjalin baik, ketika anak menjadi korban cyberbullying mereka tidak akan canggung menceritakan apa yang mereka rasakan kepada orangtua. Sehingga dampak cyberbullying bisa dihentikan dengan adanya dukungan orang tua. Hal terbaik yang bisa dilakukan oleh orang tua ketika anak mengalami cyberbullying adalah meyakinkan bahwa mereka aman dan nyaman serta menumbuhkan kembali kepercayaan diri sang anak. Orang tua juga bisa meminta bantuan guru pendidik untuk mengatasi bullying pada anak jika pelaku adalah teman sekolahnya.
Selain itu, sebaiknya orang tua memantau perilaku anak di media sosial. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi dini ketika anak menjadi korban atau pelakucyberbullying.
Kedua, Peran Sekolah. Salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencegah terjadinya cyberbullying di lingkungan siswa adalah dengan memberikan edukasi kepada komunitas sekolah tentang bagaimana menggunakan internet secara aman dan sehat bagi para remaja. Dan mengenalkan sosial media yang sedang booming dikalangan remaja kepada para pendidik. Hal ini dimaksudkan untuk memantau perilaku anak didik di sosial media, dan untuk mendeteksi dini adanya tindakan cyberbullying dan perilaku menyimpangpada siswa. Selain itu, sekolah diharapkan memberlakukan aturan yang tegas ketika terjadi pelanggaran seperti cyberbullying (bullying) di lingkungan sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim sekolah yang saling menghormati dan menghargai. Dengan menciptakan lingkungan sekolah yang positif akan mengurangi terjadinya bullying pada siswa.
Saat ini beberapa media sosial sudah dilengkapi dengan fitur untuk meng-hidden komentar negatif yang masuk, seperti instagram. Pengguna bisa mengatur komentar apa saja yang tidak akan ditampilkan di halaman home-nya. Dengan cara ini, pengguna akan terhindar dari tindakan cyberbullying. Akan tetapi, sebagai orang tua kita harus tetap memantau perilaku anak kita di sosial media, dan menanamkan budaya santun dalam bersosial media. Mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan di sosial media, untuk menjaga moral anak bangsa yang semakin hari semakin tergerus oleh kemajuan teknologi. Dan penting bagi orang tua memberlakukan pembatasan jam bermain gadget dan meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan anggota keluarga lain untuk menghindarkan anak dari kecanduan internet dan sosial media.Anak yang dibesarkan dengan suasana keluarga yang hangat dan ramah, memiliki kemungkinan lebih kecil menjadi pelaku cyberbullying. Dan ketika anak menjadi korban bullying, mereka bisa lebih terbuka menceritakan apa yang dialami kepada orang tua.
Oleh karena itu, kehadiran dan perhatian orang tua sangat diperlukan untuk tumbuh kembang

                                                                                                                ———- *** ———–

Rate this article!
Tags: