Mengurangi Garam Impor

Karikatur-impor-gulaImpor garam masih tetap dilakukan pemerintah, konon disebabkan produksi lokal tahun 2015 tidak mencukupi. Padahal hingga kini masih tersimpan ribuan ton, karena tidak terserap pasar. Konon, garam lokal tidak layak konsumsi karena kandungan yodium yang rendah. Karena itu dihargai sangat murah, sehingga petani garam selalu merugi. Tetapi problem garam, sebenarnya pada transparansi antara stok lokal yang tersedia. Juga prakiraan produksi dengan pertimbangan cuaca.
Garam merupakan bahan pangan strategis, untuk konsumsi maupun industri. Tetapi data stok garam antara petambak dengan catatan pemerintah selalu beda. Petambak garam menuding terdapat laporan palsu yang dibuat oleh sindikat pedagang. Termasuk dengan alibi cuaca ekstrem yang mempengaruhi produksi. Sehingga pemerintah selalu impor garam untuk mencukupi kebutuhan, terutama industri.
Berdasar catatan Pemda Sumenep, produksi garam yang semula ditaksir sebanyak 295 ribu ton, nyaris mustahil bisa dipenuhi. Ini disebabkan datangnya angin basah yang selalu mencairkan buih-buih ombak. Akibatnya, potensi (buih bakal garam) tidak menjadi bisa “matang.” Buih di pantai yang gagal mengkrital akan mengancam produksi garam di Madura tidak bisa memenuhi target.
Pada panen terbaik (Agustus-September tahun 2012 lalu), produksinya cuma  222 ribu ton. Karena itu diperkirakan realisasi produksi garam hanya sekitar separuh dari target (menjadi 150-an ribu ton). Berdasar paradigma suplai dan ketersediaan, kelangkaan garam seharusnya bisa meningkatkan harga. Namun kenyataannya malah berbeda.
Kekurangan garam, akan selalu ditutup dengan impor. Tahun (2016) impor garam semakin “menelantarkan” garam rakyat (lokal). Penyebabnya, Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) Nomor 125 tahun 2015 tentang impor garam. Salahsatu isinya, importir tidak dibebani menyerap garam rakyat sebanyak 50%. Juga tidak terdapat batasan kuota, sampai memenuhi kebutuhan. Berbagai daerah sentra garam menolak Permendag, terutama Jawa Timur.
Tetapi biasanya tidak akan mengubah kebijakan. Konon problem utama garam rakyat adalah rendahnya mutu, serta ongkos produksi yang mahal. Nah, pada saat proses tambahan itulah volume garam mengalami penyusutan. Sehingga ketersediaan garam tidak mencukupi untuk kebutuhan nasional. Dus, pemerintah mengimpor garam dari India dan Australia.
Produk garam nasional dari 40 kabupaten dan kota (di 10 propinsi) tahun 2015 ditaksir sebanyak 1,1 juta ton. Untuk kebutuhan konsumsi (rata-rata selama 5 tahun terakhir 1,4 juta ton) masih kurang sekitar 300 ribu ton. Tetapi pemerintah mengimpor garam konsumsi sampai 500 ribu ton. Bahkan pemerintah juga mengimpor garam untuk industri sebanyak 1,6 juta ton. Jadi total impor mencapai 2,1 juta ton.
Sebagai “jagoan” garam peringkat tiga di dunia, seharusnya lebih memilih intensifikasi dan proses perbaikan mutu. Walau harus diakui, terdapat perbedaan proses pembentukan garam, antara negara ber-iklim dingin, dengan iklim hujan tropis (Indonesia). Di negara dingin, garam bagai tambang, tanpa melalui proses apapun. Melainkan hanya dikeruk seperti menambang kapur. Ongkos produksinya sangat rendah, sehingga bisa dijual murah.
Di pasaran terdapat selisih harga antara harga garam lokal dengan garam eks-impor. Berdasar patokan pemerintah, garam lokal kualitas terbaik seharga 750,- per-kilogram. Tetapi harga patokan itu tidak pernah tercapai. Maksimal hanya laku Rp 500,-. Sedangkan garam eks-impor untuk industri, dipatok seharga Rp 400,-. Selisih harga inilah yang menyebabkan garam lokal (milik rakyat) tidak dapat bersaing.
Problem garam (yang harus bersaing dengan komoditas impor) sama dengan gula, dan beras. Penyebabnya, ongkos produksi yang mahal. Sering pula ditambah dengan rantai distribusi (per-calo-an) yang panjang. Solusinya, mesti dibangun pabrik khusus untuk meningkatkan kandungan Na-Cl serta finning (pembersihan) di sentra-sentra garam rakyat.

                                                                                                                  ———- 000 ————

Rate this article!
Mengurangi Garam Impor,5 / 5 ( 1votes )
Tags: