Meninggalkan Metode “Tom and Jerry”

(Menyambut Harlah Satpol PP ke-68)

Oleh :
Setijo Mahargono, SH, MSi
Staf Ketertiban dan Ketenteraman Satpol PP Pemprop. Jatim

“PasukanHijau”Trantibum (urusanKetenteramandanKetertibanUmum) di berbagai daerah, telahmemilikinamabesar. Itulah Korps Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Disegani, ditakuti, sekaligusjugadibenci. Namunsecarakelembagaan, urusanKetenteramandanKetertiban, memiliki payung hukum cukup kokoh. Lebih kuat dibanding OPD (organisasi Perangkat Daerah) yang lain. Ironisnya, pada jajaran pemerintahan daerah korps penegak hukum Pemda itu masih dipandang “sebelah mata.”
Sebagai OPD, Satpol PP sering “dititip-titip-kan” ke berbagai kedinasan. Anggarannya juga sangat minimalis. Sehingga penampilannya tidak wibawa. Lebih lagi realitanya, kompetensi personel Satpol PP, tergolong kurang memadai. Hanya di-setara-kan dengan satpam perusahaan. Atau hanya dianggap seperti Hansip (Pertahanan Sipil, yang dahulu dimiliki setiap kampung). Padahal secara kelembagaan, Satpol PP merupakan OPD yang tergolong sangat tua.
Ke-ajeg-an tupoksi (tugas pokok dan fungsi) telah dikenal sejaktahun 1950. Sejak saat itu pula Pemerintah Propinsi memiliki Satpol PP, tepatnya 19 Maret 1950, berselisih setengah bulan sejak di-deklarasikan di Solo.Pemerintah propinsi Jawa Timur, menggunakannya sebagai peringatan hari Satpol PP. Diantaranya, berupa bakti sosial, dan upacara terpusat di Gresik. Niscaya, akan diperkuat kinerja “garda” Ketertiban dan Ketenteraman, khususnya mengawal Pilkada serentak 2018.
Maka sesungguhnya “garda” penyelenggara ketertiban dan ketenteraman, memiliki posisi strategis, terutama pada setiap hajatan pemerintah daerah. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 ayat (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.
Tupoksi-nya selalu melekat pada Pemda (propinsi maupun Kabupaten dan Kota). Bahkan wajib ada sampai tingkat Kecamatan dan Kelurahan.Tugas khususnya mengurus ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Tugas yang tidak mudah, karena pemerintah rezim orde baru, memulai tahapan Pelita (Pembangunan Lima Tahunan). Banyak infrastruktur dibangun, termasuk jembatan, dan taman kota. Ironisnya, banyak infrastruktur dimanfaatkan secara tidak benar oleh masyarakat.
Banyak yang tinggal di kolong jembatan, serta memanfaatkan taman kota sebagai tempat tinggal. Gubuk-gubuk liar (di kolong jembatan, di taman kota, dan area stasiun), bermunculan, menjadi “sarang” pelaku kriminalitas. Pada area rawan itulah yang menjadi “medan laga” Satpol PP. Sehingga Satpol PP harus bersikap tegas, tanpa tawar menawar. Tak jarang, pelaksanaan penertiban pada area sangat rawan, tugasnya disokong Kepolisian.
Harus diakuim kejar mengejar bagai film kartun “Tom dan Jerry,” sering terjadi pada setiap razia. Pemandangan penertiban secara bongkar angkut, tak dapat dihindarkan. Bahkan selalu terjadi kejar mengejar antara regu Satpol PP dengan pelaku pelanggar ketertiban dan Ketenteraman. Tidak hanya penertiban pada waktu siang, melainkan juga pada malam hari. Satpol PP bertugas mewujudkan ketertiban dan ketenteraman, mencegah potensi kriminalitas.
Ikhlas Digusur
Pada masa kini, Satpol PP dinaungi UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tugas pokoknya menegakkan perda, mengamankan urusan internal tugas Pemda. Yakni menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Serta sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi. Tupoksi yang tidak enteng, sekaligus sebagai garda terdepan dalam hal kasus-kasus hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Termasuk menjadi “eksekutor”ke-tidak tertib-an.
Sebagai eksekutor ke-tidak tertib-an, menyebabkan korps Satpol PP berhadap-hadapan langsung dengan masyarakat pelanggar aturan pemerintah daerah kabupaten dan kota. Penggusuran, seolah-olah menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) utama. Pelaksanaan tugasnya biasa dilengkapi denganalat angkut (truk). Metode-nya juga sekadar gusur-bongkar angkut. Sehingga sering terjadi permusuhan diametral, antara pelanggar ketertiban dengan Satpol PP.
Sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2014, tupoksi urusan Ketenteraman dan Ketertiban (Satpol PP), adalah menegakkan Perda, dan Perkada. Termasuk di dalamnya Perda tentang Pajak dan Retribusi. Dalam hal pemungutan pajak secara paksa, niscaya, wajib melibatkan secara fungsional dan structural unsure “Pasukan Hijau.” Trantib (Satpol PP). Dalam hal iniPemerintah Daerah juga dapat meminta bantuanPolisi, manakala diperkirakan akan terjadi perlawanan Wajib Pajak (WP).
Ironisnya pelaksana lapangan eksekusi ketertiban, tidak dibekali pengetahuan yang cukup. Terutama metode pendekatan persuasif sosial tentang ketertiban sosial. Walau harus diakui, terdapat pelanggar ketertiban berkelakuan kelewat bandel. Tak jarang pula, disusupi provokasi. Maka bekal berbagai pengetahuan akan meningkatkan kompetensi personel menghadapi berbagai “perlawanan” sosial. Termasuk intrik politik.
Pembekalan (ke-ilmu-an) ketertiban sosial, sangat penting. Karena hakikatnya setiap manusia tidak ingin melanggar peraturan. Maka metode dialog antara Pemda dengan pelanggar ketertiban, bisa dibangun oleh Satpol PP. Boleh jadi, dialog perlu dilakukan beberapa kali. Sampai menumbuhkan saling pengertian dan pemahaman. Menjadi ikhlas digusur.
Ikhlas digusur, harus menjadi jargon dalam pelaksanaan korps penegak ketertiban masyarakat. Boleh jadi, ikhlas digusur memerlukan fasilitasi dan kebijakan Pemda. Misalnya, yang berbentuk materi ganti rugi. Di sekitar Jakarta (dan Jawa Barat) dikenal dengan istiilah uang ke-rahim-an. Makna sesungguhnya, sebagai tali asih. Namun sebenarnya ganti rugi yang paling umum diminta, adalah relokasi. Hal itu sering dilakukan Pemda dalam program kebersihan lingkungan.
Re-orientasi Kelembagaan
Relokasi, menjadi tuntutan paling sering diajukan oleh pelanggar ketertiban kategori tertib tempat tinggal (lingkungan). Biasanya terjadi pada area bantara sungai. Tetapi relokasi yang disediakan Pemda sering tidak sesuai situasi sosial. Paling banyak dikeluhkan, adalah jarak tempat tinggal pengganti lebih (sangat) jauh dari lokasi mencari nafkah. Serta jauh dari akses pendidikan (sekolah maupun TPA, tempat pendidikan ke-agama-an) untuk anak-anak.
Sehingga ganti-rugi maupun relokasi, dirasa memberatkan masyarakat yang terkena penggusuran. Boleh jadi sama berat dengan pejabat yang harus keluar dari rumah dinas, setelah tidak menjabat. Maka ganti-rugi maupun relokasi. memerlukan pertimbanganlebih seksama. Tetap dengan konsep amanat UUD, alenia ke-empat, yakni, “Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”
Sejak di-deklarasi-kan di Solo(68 tahun silam), Satpol PP tergolong pengawal Pemerintahan Daerah paling setia, dan konsisten.Usia kelembagaan-nya, tergolong paling tua (lama). Niscaya telah mengalami periode pasang-surut. Terutama dalam urusan “martabat” kelembagaan sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Tapi pada masa kini, martabat-nya seolah-olah tergerus pragmatisme tupoksi, dan sistem kepangkatan ASN (Aparatur Sipil Negara).
Sesungguhnya, kelembagaan penegak ketertiban umum memilikisistemkomandoter-integrasi. Tupoksinya antaralain,menyusun sinergitas pelaksanaan tugas ketertiban umum, dan penegakan Perda. Lazimnya, koordinasi lintas OPD, merupakan kinerja level Asisten Sekda (propinsi maupun kabupaten dan kota). Namun realitanya, sebagai leader sector, Kepala Satpol PP, kepangkatannya tergolong yunior, di bawah Kepala Dinas.
Penguatan memperingati hari ulang tahun (Harlah) Satpol PP ke-68, patut digagas re-orientasi kelembagaan (dan kepangkatan).Serta anggarannya dinaikkan sesuai kewenangan koordinatif. Konsekuensi reorganisasi, antaralain, perlu terdapat seksi Satpol PP di tiap OPD. Juga diperlukan dukunganpemerintahdaerah yang lebih memadai pula. Sehingga”PasukanHijau”Trantib, selalusiap dilibatkansecaraotomatispadasetiappelaksanaan program pemda.
Maka peningkatan peran Satpol PP menjadi sangat urgen dan strategis.Problem urban, dan sosial di perkotaan, niscaya menuntut pelaksanaan tupoksi lebih baik. Sesuai standar pelayanan publik. Diharapkan, Satpol PP, bukan hanya “garang” pada penegakan peraturan. Melainkan juga bisa membantu (pembinaan) masyarakat.

——— 000 ———

 

Tags: