Menjamin Pasok Pangan

Tiada paceklik, dan tiada bencana alam yang menyebabkan gagal panen. Tetapi jelang bulan Ramadhan seolah-olah selalu terjadi kelangkaan pasokan pangan. Tujuannya, agar meningkatkan “daya tawar” komoditas. Berujung pada kepantasan harga bahan pangan naik. Juga disebabkan permintaan (konsumsi) lebih banyak pada bulan puasa, turut menyulut kenaikan harga “bahan dapur.” Harga cabai, dan bumbu rempah-rempah melejit, diikuti harga telur dan daging ayam.

Kebutuhan konsumsi pada bulan Ramadhan naik, disebabkan meningkatnya solidaritas sosial. Setiap orang (terutama yang muslim) ingin memberi makan, terutama saat berbuka puasa. Jamuan makan kelompok masyarakat juga sering dilakukan pada bulan Ramadhan. Hampir seluruh tempat ibadah umat muslim (masjid, dan mushala) menyediakan ta’jil (makanan sederhana awal buka puasa). Bahkan di jalan protokol sering dibagikan bingkisan buka puasa. Tiada yang kelaparan pada saat buka puasa.

Peningkatan konsumsi pada bulan Ramadhan berkonsekuensi pemenuhan kebutuhan demand yang lebih mahal. Ditambah iklim (hujan) ekstrem menghambat tumbuh kembang berbagai aneka tanaman. Cabe, sangat rentan terhadap guyuran hujan. Kembang dan cabe ranum bisa membusuk. Bahkan akar pohon cabe juga membusuk, diikuti daun layu. Suasana yang sama juga menerpa aneka tanaman sayur. Juga buah sayur (tomat, dan jeruk purut). Dampak makin parah manakala areal pangan terendam banjir bandang. Umbi-umbian membusuk di dalam tanah.

Begitu pula harga ikan akan naik, seiring cuaca gelombang tinggi di laut. Banyak nelayan tidak melaut, menyebabkan ikan langka, harga merambat naik. Tak lama, niscaya akan diikuti kenaikan harga seluruh “bahan dapur.” Mobilitas seluruh moda transportasi terhambat, mempengaruhi prinsip dagang supply and demand. Inflasi melaju terhindarkan. Namun pemerintah wajib mengendalikan harga tidak “meliar” menekan perekonomian rumahtangga.

Dibutuhkan campur tangan pemerintah melindungi perekonomian rumah tangga, sesuai mandat UU (undang-undang). Terutama tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.”

Nyata-nyata terdaoat frasa kata “stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok.” Jelas bermakna ke-tersedia-an, dan ke-terjangkau-an harga pangan. Sedikit kenaikan, bisa dipahami sebagai efek kesulitan pasokan. Serta sesuai asas supply and demand. Namun tidak boleh me-liar seperti harga minyak goreng. Bahkan UU masih cukup meng-antisipasi gejolak harga pangan. Pada pasal 31, pemerintah diamanatkan menyalurkan cadangan pangan (yang dikuasai pemerintah).

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 Tentang Badan Pangan Nasional. Pada pasal 4 ayat (1), jenis pangan yang “diwaspadai,” adalah beras, jagung, kedelai, gula, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Minyak goreng luput dari Perpres. Tetapi bawang, dan cabai, masuk, sebagai jenis pangan yang “diwaspadai.” Bawang (merah dan putih), serta cabai, sering mengguncang perekonomian rumahtangga.

Kini harga bahan pangan naik ber-barengan. Harga telur ayam, daging ayam, daging sapi, dan harga ikan, mulai merambat naik. Beberapa daerah mengalami harga puncak (tertinggi). Misalnya, harga daging sapi di Kalimantan Barat. Serta harga cabai rawit merah di Kalimantan Utara. Pemerintah patut menjaga kenaikan harga yang “wajar.” Karena sentra pangan dalam keadaan aman (tidak terjadi bencana, dan paceklik). Serta panen yang tergolong sukses.

Spekulasi kenaikan harga panen, biasanya hanya dinikmati pedagang besar. Sedangkan petani (serta peternak dan nelayan) masih menerima harga tanpa kenaikan.

——— 000 ———

Rate this article!
Menjamin Pasok Pangan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: