Menunda Revisi UU KPK

Karikatur Revisi UU KPKHidup sederhana // Ga punya apa-apa // tapi banyak cinta // Hidup bermegah-megah // Punya segalanya // tap sengsara // Seperti koruptor … //. Itulah sepenggal bait lagu berjudul “Seperti Koruptor,” yang digeber oleh grup musisi Slank. Panggung band di halaman KPK (Senin, 22 Pebruari), sebagai aksi nyata gerakan (rakyat) save KPK. Panggung itu merupakan dukungan terhadap penolakan revisi UU KPK (Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi).
Pada saat yang sama, dilakukan perundingan antara Presiden dengan DPR tentang draft revisi UU KPK. Hasilnya, disepakati menunda jadwal pembahasan revisi UU. Pertimbangan presiden, agar dilakukan sosialisasi yang lebih baik. Artinya, presiden tidak menolak revisi. Karena itu, revisi tidak dicabut dari program legislasi nasional (Prolegnas). DPR bisa menjadwal kembali pembahasan revisi.
Kegaduhan revisi UU KPK mencapai titik balik puncak kulminasi. Tetapi gerakan rakyat save KPK tidak boleh mengendur. Terutama gerakan yang dimotori kelompok guru besar (profesor).
Pimpinan KPK yakin, bahwa upaya penangkapan itu merupakan rekayasa kriminalisasi. Sedangkan Kepolisian juga yakin benar, bahwa lima komisioner diduga melanggar hukum. Harus diakui, banyak pihak sudah geregetan terhadap KPK, termasuk “geng” di Senayan (parlemen). Juga orang kaya mendadak karena uang suap. Sehingga penjeblosan komisioner KPK ke tahanan polisi akan memperoleh applause.
Andai seluruh komisioner dijadikan tersangka, maka seluruh kegiatan KPK akan mandeg total. Sama saja dengan membubarkan KPK. Tiada lagi lembaga negara yang disebut sebagai “superbody.” Julukan itu (superbody), bukan gelar pujian  kosong, melainkan istilah resmi yang tercatat dalam Penjelasan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Pada Penjeleasan Umum, alenia ke-3, disebutkan: “…dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan.” Dus superbody, merupakan tupoksi resmi KPK yang diberikan oleh UU. Sebagai extra-ordinary crime (kriminal luar biasa) seluruh dunia juga mendendam sengit terhadap korupsi.
Agaknya, ke-rentan-an area politik terhadap KKN, menyebabkan kader politik bersemangat merevisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). DPR, memang memiliki hak konstitusi untuk membuat maupun merevisi Undnag-Undang. UUD pasal 20 ayat (1) nyata-nyata meng-amanatkan, bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.” Kewenangan bersifat ini melekat pada setiap personel anggota DPR. Sekalipun tidak berkompeten.
Walau dalam perjalanannya, setiap UU dapat dibatalkan sebagian (beberapa pasal) atau keseluruhan oleh MK (Mahkamah Konstitusi). Masyarakat dapat mengajukan judicial review kepada MK, manakala terdapat UU yang dirasa tidak sepaham dengan UUD. Termasuk UU tentang KPK, kelak (bila selesai direvisi), bisa dibatalkan keseluruhan atau sebagian. Dan MK, dapat memerintahkan untuk kembali pada UU tentang KPK (yang lama) Nomor 30 tahun 2002.
Berdasar UU Nomor 30 tahun 2002, KPK di-dapuk sebagai lembaga negara yang disebut sebagai “superbody.” Julukan itu (superbody), bukan gelar pujian  kosong, melainkan istilah resmi yang tercatat dalam Penjelasan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. UU tersebut oleh DPR-RI periode 1999 – 2004, hasil pemilu pertama era reformasi. Selain itu, UU tentang KPK merupakan respons terhadap TAP MPR (hampir setara dengan UUD).
Ketika itu dilaksanakan SI (Sidang Istimewa) MPR. Atas tuntutan gerakan reformasi, diterbitkan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Lalu, MPR hasil pemilu 1999 juga menerbitkan Tap MPR Nomor VI tahun 2001. Di dalamnya berisi amanat untuk memberhentikan atau pengunduran diri pejabat tinggi yang disangka tidak bersih.
TAP MPR tersebut diabadikan untuk mewujudkan Indonesia bebas KKN. Pada Penjeleasan Umum, alenia ke-3, disebutkan: “…dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan.” Dus superbody, merupakan tupoksi resmi KPK yang diberikan oleh UU.
Pergerakan reformasi, pantas menuntut bebas KKN. Seluruh dunia men-dendam sengit terhadap korupsi. Sampai PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menerbitkan amanah konvensi. Yakni, United Nations Convention Against Corruption, tahun 2003. Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia. Sehingga Indonesia harus seiring-sejalan dengan masyarakat internasional, memberantas korupsi.
Maka rencana me-revisi UU tentang KPK, pantas memperoleh kecurigaan akan melemahkan KPK. Setidaknya, terlalu banyak batasan untuk pergerakan KPK. Misalnya, dalam hal operasi tangkap tangan, penyitaan kekayaan terdakwa koruptor, serta sehubungan dengan TPPU (Tindak Pidana Pencucian uang).
Namun, bukankah setiap anggota DPR, memiliki konstituen (rakyat pemilih)? Masyarakat pemilih dapat meng-ingat-kan anggota DPR, agar tidak melanjutkan revisi UU KPK. Atau mudahnya, tidak dipilih lagi pada pileg 2019.

                                                                                                  —————— 000 ——————

Rate this article!
Menunda Revisi UU KPK,5 / 5 ( 1votes )
Tags: