Merangkai Keteladanan Nabi SAW

yunus(Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW)

Oleh :
Yunus Supanto
Jurnalis Senior, Penggiat Dakwah Sosial dan Politik.

“Suatu malam serombongan burung masuk rumahku. Sangat banyak hingga seluruh ruang terpenuhi oleh burung yang berparuh zamrud dan bersayap merah delima.”
Begitu kata sayyidah Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf, ibunda Rasulullah SAW menjelang persalinannya. Agaknya pengalaman spiritual ini skenario Allah SWT untuk menguatkan mental sayyidah Aminah r.a. Mengingat ia telah janda yang akan mengurus bayinya secara single parents, karena telah ditinggalkan oleh Abdullah bin Abdul Muthalib, berpulang ke rahmatullah.
Libur panjang pekan kedua bulan Desember (2016) suasananya bagai awal bulan Ramadhan. Banyak pegawai memilih pulang mudik, memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW. dimanfaatkan sebagian besar masjid di Jawa Timur akan memperingati Mauludan, hari lahir Nabi Muhammad SAW. Negara (dan pemerintah RI) secara resmi juga memperingati hari besar keagamaan ini. Seyogianya, peringatan Maulid Nabi SAW, tidak perlu dilingkupi politik praktis pragmatis.
Berbagai cara memperingati Maulid Nabi, termasuk dengan kisah perjalanan hidupnya. Keagungan akhlaq (moral) Kanjeng Nabi SAW dikisahkan sebagai biografi oleh berbagai ahli dari berbagai bangsa, Arab hingga Eropa, yang muslim maupun serta kaum sekuler, dan non-muslim.
Salahsatunya ditulis Michel G. Hart, yang menempatkan beliau SAW sebagai tokoh nomor satu paling berpengaruh di dunia, di atas Nabi Isa a.s., dan Isac Newton (penemu fisika grafitasi). Karena berkah sawwab Nabi SAW pula, buku ini laris, menjadi best seller selama satu dekade (di Indonesia, diterjemahkan oleh mantan Ketua Umum PWI Pusat, alm. H. Mahbub Djunaedi dengan judul “Seratus Tokoh,” akhir dekade 1970-an).
Tetapi biografi paling kesohor di dunia, adalah yang ditulis oleh imam besar Syekh Abdurrahman ad-Diba’i. Ulama sastrawan ini menyebut kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai persalinan agung. Kitab (buku-bukunya) sangat masyhur karena sastranya indah, terutama yang memuat biografi berjudul “Maulid-Diba’iyah.” Pada pasal 14 diktum ke-9 disebutkan: “Rasulullah SAW lahir dalam posisi sujud dan berkata-kata syukur membaca hamdalah,”
Di Indonesia kitab ini dicetak ribuan kali (dengan jutaan eksemplar) sejak pertengahan abad ke-20, tanpa revisi satu katapun. Sedemikian istimewa? Memang kitab itu sangat populer karena menjadi bacaan “setengah” wajib terutama pada anak-anak dan remaja, selain membaca Al-Quran. Biasanya secara rutin dibaca berkelompok di surau, masjid, maupun di rumah-rumah. Acara pembacaan kisah kanjeng Nabi SAW itu disebut “marhabanan.”
Keluhuran Moral
Siapa tak pernah mendengar marhabanan? Di seluruh kampung hampir sama seringnya dengan pembacaan tahlil dan istighotsah. Bahkan juga dikonteskan sebagaimana Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Pada saat pembacaan pasal 14 diktum ke-9, disebut sebagai sesi mahalul qiyam. Itu sepertiga bagian terpenting dan paling akhir dalam marhabanan.
Seluruh peserta wajib berdiri, bagai menghormat datangnya tamu agung sangat dimuliakan. Itu inti acara marhabanan yang secara harfiah berarti ucapan selamat datang. Maksudnya, kedatangan (lahir) seorang manusia baru ke dunia untuk mengajarkan keagungan moralitas. Kanjeng Nabi SAW dalam hadits yang diriwayatkan semua perawi shahih menyatakan: “sesungguhnya aku diutus terutama untuk keagungan akhlaq.”
Selain karena pengaruh manajemen (kekuasaan) serta kecerdasan, kisah Nabi SAW selalu disertai keluruhan moral. Misalnya, dalam berbagai hadits dengan sanad berasal dari istrinya sayyidah Aisyah r.a., dikatakan, “Rasulullah biasa membantu cuci pakaian, perah susu kambing, membersihkan lantai, juga makan bersama pembantu dengan menu yang sama.” Padahal beliau seorang pemimpin negara sekaligus Rasulullah.
Keagungan moralitas Nabi SAW tercermin kontinyu sejak masa kanak-kanaknya yang yatim piatu (sebagai penggembala ternak), hingga masa kenabian. Sejak usia 15 tahun, Muhammad SAW telah mencermati secara seksama sejarah ras Arab, bangsa tetangga (Afrika, Persia, Byzantium dan Romawi). Kecerdasan intelektual dan spiritualnya mewarisi trah (keturunan) yang berhulu pada Nabi Ismail a.s.
Trah, faktor genetika itu turut membangun keberanian Muhammad SAW, dilukiskan “bagai ombak samudera.” Memang patut dicatat sebagai pemimpin terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam rentang waktu hanya selama 22 tahun lebih 2 bulan masa kenabian, coverages kepemimpinan beliau SAW telah menggantikan imperium Persia dan Byzantium. Jika memakai ukuran negara pada abad ke-7, maka “negara Muhammad SAW” lebih besar dibanding Romawi beserta seluruh jajahannya.
Seluruh prestasi Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dimulai dari titik nol. bahkan minus. Semuanya dirintis dan dibangun dengan bercucur keringat. Kepemimpinannya terakreditasi mutlak, menyangkut otoritas politik sekaligus keagamaan. Namun ke-mutlak-an kekuasaannya selalu dipakai secara santun. Kadang malah dilaksanakan sesuai permintaan “lawan” politik.
Misalnya dalam perjanjian Hudaibiyah, tentang migrasi penduduk. Seluruh sahabat keberatan, karena dianggap merugikan komunitas muslim. Tetapi justru kanjeng Nabi SAW menerimanya utuh. Hanya dalam waktu setahun, seluruh orang Quraisy yang bertandang ke Madinah menjadi muslim, lalu kembali ke Mekkah untuk menyebarkan Islam. Begitupun muslim Madinah yang bertandang ke Mekkah turut menjadi missionaris yang kokoh.
Hati Se-indah Bunga
Kesantunan politik, menjadi kunci sukses. Sehingga Mekkah, kota kelahiran Nabi SAW dapat di-muslim-kan, tanpa perang. Bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji yang pertama Rasulullah SAW. Tetapi keberanian “bagai ombak samudera,” juga telah dibuktikan dengan memimpin sendiri penaklukan lawan-lawan politik (negara). Terutama musuh bersama yang menebar fitnah.
Dalam kitab burdah imam agung Al-Busyairi (yang juga sangat kondang di Indonesia), disebutkan kelembutan hati Nabi SAW bagai bunga. Rasulullah SAW membuktikan perutnya yang terbelit dengan sumpalan 5 butir batu. Itu menandakan beliau sudah tiada dapat makan selama 5 hari. Manakala terdapat makanan, diprioritaskan untuk sahabat. Sedangkan beliau SAW berpura-pura sudah makan.
Terhadap sesama manusia, Nabi SAW pernah balik pulang (sebelum tiba di masjid) demi membawa makanan untuk seorang pengemis tua yang buta dan lumpuh, biasa duduk di tikungan jalan. Sejak itu, Muhammad SAW setiap hari menyuapi pengemis itu tanpa memperkenalkan diri, hingga Nabi SAW wafat. Tugas penyuapan diwasiatkan kepada sayyidina Abubakar r.a. Setiap hari khalifah pertama ini menyuapi, selalu sang pengemis bercerita tentang berita naifnya Muhammad bin Abdullah, yang mengaku sebagai Nabi dan Rasul, berniat menguasai dunia.
Suatu hari pengemis bertanya, kemana perginya penyuap terdahulu yang makanannya lebih halus dan enak, suapannya lebih sopan, tutur katanya selalu menyejukkan. Dijawab oleh sayyidina Abubakar r.a., “Dia, Muhammad bin Abdullah pemimpin kami itu sudah wafat.” Seketika pengemis itu meronta-meronta, minta ditunjuki ke makam Rasulullah SAW untuk meminta maaf, sekaligus mengucap dua kalimat syahadat.
Keteladanan Nabi SAW, juga ditiru oleh para khalifah penggantinya. Khalifah pertama, sayyidina Abubakar r.a. (juga sebagai mertua Nabi SAW) asalnya kaya-raya wafat dalam keadaan miskin. Khalifah kedua sayyidina Umar bin Khatthab r.a., wafat dalam keadaan berhutang yang dibayarkan oleh anak-anaknya. Begitu pula khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, wafat dengan meninggalkan dua potong jubah, tapi pedangnya masih digadaikan.
Seluruh rakyat merindukan pemimpin seperti Kanjeng Nabi SAW. Atau setidaknya seperti para khulafaur Rasyidin (bermakna penguasa yang beruntung, karena dapat meneladani Nabi SAW). Dalam hadits sahih, Nabi Muhammad SAW menggaransi pejabat politik (yang baik) disamakan dengan ibadah selama 60 tahun. Pasti memperoleh kenikmatan hidup di dunia (tidak kebat-kebit dengan KPK maupun Kejaksaan), juga kebahagiaan di akhirat kelak. Garansi Nabi SAW, pasti benar.
——— 000 ———

======================================

Rate this article!
Tags: