Mitigasi Potensi Korupsi Dana Desa

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang.

Upaya untuk mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa memang tidaklah mudah. Namun, kendati demikian pemerintah meski perlu terus mengawal pembangunan desa, khususnya melalui dana desa. Banyak hal yang positif dan berhasil dari lahirnya dana desa. Terlebih, sekarang ada aliran dana yang begitu besar yang bisa masuk hingga ke desa-desa untuk membantu pembangunan di desa. Detailnya, dana desa yang disepakati DPR naik dari semula Rp1 miliar menjadi Rp2 miliar. Besaran dana yang sangat fantastis untuk ukuran desa, dan dana tersebut tentu sangat memiliki ruang rawan potensi korupsi.

Korupsi dana desa
Sejarah mencatat, desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat dan pemerintahan sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri (Jamaludin, 2015). Di Indonesia sendiri, terdapat 75.436 desa, yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara (Badan Pusat Statistik, 2018). Desa-desa tersebut memberikan kontribusi dalam ekonomi, sumber daya manusia, maupun pemenuhan kebutuhan pokok nasional

Akan tetapi, sekalipun memberikan kontribusi ekonomi nasional dan jumlah penduduk yang besar, angka kemiskinan di desa masih tergolong tinggi. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) RI mencatat angka kemiskinan yang ada di desa mencapai 12,82% atau 15,26 juta orang per-Maret 2023 (BPS, 2023). Padahal sejak tahun 2014, Pemerintah telah mencanangkan program nawacita “Membangun Dari Pinggiran Desa” untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa (Setiawan, 2019). Salah satu realisasi program tersebut yakni adanya dana desa dari Pemerintah Pusat untuk desa-desa seluruh Indonesia.

Padahal dana tersebut mestinya dapat digunakan oleh desa, baik dalam pembangunan infrastruktur desa, pemberdayaan masyarakat desa, maupun pelayanan publik desa. Pada tahun 2021, jumlah anggaran dana desa yang disalurkan mencapai Rp 72 Triliun, sehingga setiap desa rata-rata memperoleh Rp. 930 juta. Dan, kini setiap tahun Pemerintah mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk desa, melalui dana desa, sebagaimana diamanatkan Pasal 72 ayat (1) UU Desa. Tahun 2022 saja, anggaran dana desa mencapai Rp 68 triliun.

Sementara realisasi anggaran dana desa selama Jokowi menjabat sudah menyentuh angka Rp 468 triliun. Besarnya anggaran dana desa yang diterima dan dikelola oleh Pemerintah Desa tersebut harus menjadi perhatian berbagai pihak yang ada di desa untuk bersama-sama mengawasi dan mengelolanya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih, dana desa yang disepakati DPR naik dari semula Rp1 miliar menjadi Rp2 miliar tentu sebuah digit angka yang rawan potensi korupsi.

Berangkat dari kenyataan itulah, besarnya anggaran dana desa yang diterima dan dikelola oleh Pemerintah Desa tersebut harus menjadi perhatian berbagai pihak yang ada di desa untuk bersama-sama mengawasi dan mengelolanya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut perlu dilakukan, karena meningkatnya kasus korupsi dana desa yang terjadi di Indonesia, sejak tahun 2015-2019. Pada tahun 2015 korupsi dana desa mencapai 22 kasus, dan meningkat sampai 96 kasus pada 2018. Pelaku korupsi dana desa tersebut mayoritas dilakukan oleh Kepala Desa sebanyak 214 orang, dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp. 107,7 Miliar (Republika, 24/7/2023).

Detailnya dari rekap data KPK RI dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2022, tercatat ada 601 kasus korupsi Dana Desa di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut, telah menjerat 686 kades di seluruh tanah air, (Kompas,25/7/2023). Adanya korupsi dana desa tersebut berdampak pada tidak optimalnya pelayanan publik yang ada di desa. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan pencegahan korupsi dana desa, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di desa.

Pencegahan korupsi dana desa
Dana Desa yang rutin diberikan oleh Pemerintah Pusat ke Desa rentan terjadi korupsi. Terlebih, dana yang digelontorkan pemerintah untuk dana desa belum diimbangi dengan pengawasan dalam penggunaannya. Semakin banyak anggaran semakin ada potensi korupsi. Bisa juga nanti korupsinya untuk politik semakin bagus, ada sumber-sumber di bawah yang bisa dimanfaatkan. Sehingga, bisa jadi revisi UU Desa yang sedang bergulir saat ini tidak terlepas dari kepentingan politik jangka pendek Pemilu 2024.

Mengingat akan hal itu, maka sudah semestinya pengawasan ekstra dari pemerintah daerah maupun pusat terkait penggunaan dana desa yang disepakati DPR bertambah jadi Rp2 milar perlu maksimal. Detailnya, berikut inilah beberapa solusi yang ingin penulis tawarkan dalam upaya mencegah dana desa di korupsi.

Pertama, perlunya peningkatan pengawasan pada penggunaan dana desa. Salah satunya, melalui optimalisasi peran Badan Permusyawaratan Desa atau BPD. Minimal dengan memaksimalkan peran BPD ini dapat menjadi solusi menghindari penyelewengan dana desa. Karena itu, tugas pengawasan BPD harus diperkuat.

Kedua, perangkat desa harus berkomitmen untuk memberikan laporan pembangunan desa dalam beberapa tahun ke depannya atau secara konkret memberikan laporan pertanggungjawaban per tahun. Prioritas dana desa harus digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring yang baik dengan cara mengajak masyarakat untuk ikut terlibat.

Ketiga, aparatur desa juga harus memikirkan bagaimana agar uang desa tetap berputar di desa, dengan cara misalnya mengurangi belanja di kota serta memaksimalkan produktivitas warga setempat.

Keempat, kepala desa dan aparatur desa juga harus transparan dan akuntabel terkait penggunaan dana desa yang sudah dialokasikan pemerintah pusat. Sekaligus, berkomitmen mengawal dana desa demi kebaikan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pembangunan desa yang kesemuannya demi kemajuan desa.

Merujuk dari keempat solusi yang penulis tawarkan dalam upaya mencegah korupsi dana desa tersebut di atas, besar kemungkinan jika diterapkan dengan sungguh-sungguh dan maksimal maka dana desa yang dikuncurkan dari Pusat ke Desa akan terkontrol dengan baik, sehingga dengan begitu pembangunan dan pelayanan publik di desa akan lebih baik pada masa mendatang.

———— *** ————–

Rate this article!
Tags: