Modal Rp50 ribu, Raih Penghargaan dari PBB

4-enceng-gondokKreativitas Perajin Berbahan Enceng Gondok
Surabaya, Bhirawa
Tidak pernah terbayang sebelumnya tentang tumbuhan enceng gondok yang dianggap tanaman perusak ekosistem bisa menjadi sebuah kerajinan yang bernilai tinggi. Ditangan Julita Joylita Wahyu Mumpuni (44)  tahun berhasil membuat kerajinan dari tanam bernama latin eichhornia crassipes yang disulapnya menjadi tas, vas bunga, tempat tisu.
Tidak cukup mengajak warga disekitar Kebraon, Julita juga berhasil menjual produknya hingga ke Jepang. Dari produknya tersebut telah mampu memberikan penghasilan bagi warga sekitar terutama ibu-ibu rumah tangga. ” Lumayan mas, dari kerjinan enceng gondok mampu memberikan penghasilan tambahan bagi ibu-ibu yang berada di sekitar Kebraon,” ujarnya Rabu (27/3) kemarin.
Ia menguraikan keberhasilan yang diraih merupakan dari ide tidak terduga. Disaat datang ke Surabaya pertama kali pada tahun 1996, dia melihat tanaman enceng gondok yang telah memenuhi kali di dekat Kebraon Utama. ” Saya jalan-jalan di kali dekat rumah, kok terus melihat tanaman yang unik. Karena di kampung saya, sungainya bersih dan tidak ada tanaman jenis ini. Lalu saya ngobrol dengan warga yang tinggal dekat sungai, eh ternyata saya di izinkan mengambil,” ujarnya dengan penasaran.
Tidak berapa lama, enceng gondok tersebut dilakukan penjemuran dibawah terik sinar matahari selama satu minggu, untuk menguapkan kadar air dan mempermudah proses pembentukan model yang di inginkan. ” Saya pelajari dasar dari bentuk enceng gondok, lalu saya kembangkan untuk membuat tas, sarung bantal, atau tempat tisu. Biasanya tergantung selera dan jumlah stok yang mulai menipis,”katanya.
Bisa dikatakan, Julita ketika memulai usaha, dimulai dari modal dasar sekitar Rp.50.000. Modal tersebut terdiri dari silet, lem, dan pita untuk menambah kesan semakin menarik ketika dijual. Ketika Bhirawa menayakan, jumlah keuntungan yang di perolehnya, Julita enggan mengungkapkannya. Dia berdalih bahwa dari hasil penjualan mampu untuk memenuhi kebutuhan 10 orang rekan kerjanya yang membantu usahanya.
“Dari modal dasar Rp.50.000, bisa memberikan pendapatan tambahan bagi ibu-ibu. Kalau untuk tas wanita ini, kita menjual dengan harga Rp80.000. Sedangkan kalau untuk tempat tisu ibu-ibu menjual dengan harga Rp.35.000-Rp50.000. Disini saya tidak menetapkan harga, yang menetapkan ibu-ibu melalui rapat. Saya disini hanya membina, dan membantu memasarkan produk-produk yang dibuat ibu itu saja,” terangnya sambil menunjukkan kreasi yang dibuat ibu-ibu Kebaraon.
Selain mampu menyerap tenaga kerja, usaha yang dirintisnya juga mendapatkan penghargaan internasional United Nation Enviroment Program (UNEP) badan PBB yang bergerak di bidang lingkungan dengan kategori “Clean Up The World”. Dan penghargaan Kalpataru di tahun 2004 dari Presiden Megawati.
Sementara itu menurut Nurhayati, salah satu rekan kerja dari Julita mengungkapkan dirinya bergabung dengan usaha ini sudah sekitar empat tahun. Dahulu yang bekerja jualan nasi pecel, sekarang dirinya mendapatkan tambahan pendapatan. Selain itu, pekerjaan ini bisa dikerjakannya dirumah sambil berjualan nasi pecel.
” Dulu sebelum gabung dengan ibu Julita, saya jualan nasi pecel. Terus ada tawaran dari teman ibu Julita mengajak untuk bergabung dalam usaha membuat aneka kerajinan dari enceng gondok. Dari usaha ini cukup untuk membiayai anak sekolah sambil meneruskan jualan pecel di rumah mas,” ungkapnya dengan senyum.
Selain itu Wahyuni warga Kebomas Gresik ini, datang ke Surabaya untuk membeli produk yang dijual Julita, karena beberapa temannya di Gresik sangat menggemari produk dari olahan enceng gondok. “Saya pada dasarnya kan reseller, jadi kalau bawa ke Gresik saya jual lagi, jika saya membeli topi dari enceng gondok ini Rp.35 ribu saya jual kembali sekitar Rp50 ribu,” terang wanita berkerudung merah muda ini. [wil]

Tags: