November, Kuota BBM Bersubsidi Terancam Habis

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasispbu

Jakarta, Bhirawa
Kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dikhawatirkan akan habis pada November 2014. Kondisi tersebut dipastikan akan membuat pusing pemerintahan baru pada Oktober mendatang. Kenaikan harga BBM bersubsidi bakal ditempuh pemerintahan baru sebagai solusi.
Pengamat energi, Kurtubi menjelaskan bahwa pemerintah baru harus segera memfokuskan kerjanya pada sektor energi yaitu mengenai konsumsi BBM bersubsidi. “Volume subsidi sekarang saja sudah dikunci APBN-P di 46 juta kiloliter dan November akan habis. Pertamina kalau jual di atas kuota nggak dibayar negara,” kata Kurtubi kepada wartawan saat acara Diskusi Rountable Kebijakan BBM Subsidi di Gedung Sarinah Thamrin Jakarta, Selasa (12/8).
Kurtubi melanjutkan, mengenai harga BBM untuk saat ini juga sudah sewajarnya jika pemerintah kembali mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, impor minyak yang dilakukan Indonesia sudah sangat besar dibarengi dengan harga minyak dunia yang tinggi. Dengan begitu, pemerintah juga harus bersungguh-sungguh untuk mengembangkan energi alternatif seperti gas. “BBG infrastruktur nggak ada. Masa Jokowi berkuasa sebulan dua bulan menaikkan BBM, apa kata rakyat,” ujarnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menyebut langkah menaikkan harga BBM bersubsidi adalah langkah yang tepat untuk menekan beban anggaran yang selama ini tersandera akibat besaran subsidi BBM yang setiap tahun meningkat. Namun, kenaikan harga ini bukanlah suatu usulan yang harus dijalankan pada pemerintah saat ini maupun pemerintah yang mendatang. “Kenaikan itu saja kalau dilakukan sudah bagus banget,” ucap Chatib usai melantik Pejabat Eselon II Lingkungan Kementerian Keuangan di Aula Gedung Djuanda Kemenkeu.
Menurut Chatib, usulan kenaikan BBM bersubsidi adalah yang terbaik. Pasalnya, jika kenaikan harga BBM subsidi dilakukan, akan ada penghematan anggaran  yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur lainnya. “Itu saja kalau sudah dilakukan bagus benar. Coba misalnya ya dipakai subsidi tetap, bikin hitung-hitungan deh subsidi tetap. Kan subsidi BBM nggak boleh habis menurut undang-undang. Kan nggak boleh harga pasar juga. Tinggal sisa berapa? Misalnya dengan kenaikan Rp 1.000 per liter dikalikan kuota 48 juta kiloliter, berarti sisanya sekitar Rp 48 triliun kan. Kalau kenaikan Rp 2.000 per liter, tinggal dikalikan dua saja,” imbuhnya.
Namun dia tidak bisa memastikan kenaikan harga BBM subsidi ini dapat dilakukan pada pemerintah yang baru. Menurutnya, pemerintahan  baru yang mempunyai keputusan akan itu.
Dia pun mengklaim, dengan adanya kenaikan harga BBM subsidi tidak ada dampak sosial yang signifikan. “Masa saya musti ulang kata-kata ini, subsidi BBM itu dinikmati sama kelas menengah atas,” tegasnya.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengakui pemerintah baru nantinya dihadapkan dengan permasalahan tingginya impor BBM bersubsidi. Oleh karena itu, guna meringankan anggaran maka harga BBM bersubsidi harus segera dinaikkan. “Presiden terpilih nanti saya harapkan mampu menaikkan harga BBM bersubsidi pada masa pemerintahannya sebesar Rp 2.500 per liter,” katanya.
Faisal menjelaskan, harga BBM bersubsidi yang aman untuk saat ini adalah sebesar Rp 9.000 per liter. Dia menilai, jika Joko Widodo berhasil maju, maka dia dapat menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 2.500 per liter dengan metode bertahap atau sekaligus. “Ancang-ancang Jokowi naikkan lagi kira-kira Rp2.500 lagi, entah itu bertahap seperti kenaikan listrik atau bagaimana itu kan proses,” kata Faisal.
Menurut Faisal, jika saat ini harga BBM subsidi jenis premium berada di kisaran Rp 8.000 per liter sudah mampu memberikan keringanan pada masa pemerintahan yang baru. Oleh karena itu, di sisa jabatannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mampu meringankan hal tersebut dengan membuat kebijakan menaikkan harga BBM subsidi minimal sebesar Rp 1.000 per liter. “Jadi Rp 8.000 saja itu sudah baik untuk menekan defisit di bawah 3 persen ke level 2-2,5 persen. Kalau tidak naik sekarang, nanti bisa naik Rp 2.500 per liter di  era Presiden baru,” tukas dia. [ira]

Tags: