Olah Limbah Pewarna Berbahaya dengan Manfaatkan Batuan Alam

Wu Xin Ping mahasiswa National Taiwan University Of Sains and Technology (NTUST) melakukan eksperimen pengolahan limbah zat pewarna berbahaya bersama dengan beberapa mahasiswa UKWMS dan mahasiswa program Problem-Based Learning (PBL).

Hasil Riset Mahasiswa UKWM Surabaya

Surabaya, Bhirawa
Masih banyaknya pembuangan zat warna berbahaya di aliran sungai yang dilakukan oleh industri rumahan maupun industry sektoral menuai keprihatinan dari berbagai kalangan. Salah satunya bagi Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya. Menurut Koordinator lab. Bio Proses, Shella Permatasari Santoso bahwa pengolahan limbah zat pewarna dalam industri tekstil sangat dibutuhkan untuk menjaga ekosistem air sungai. Selain itu, jika zat pewarna mengenai kulit manusia terlalu lama akan sangat berbahaya, hal tersebut akan berdampak pada penyakit kulit dan yang terfatal terangnya adalah dapat menyebabkan kanker kulit.
Dosen Teknik Kimia ini juga menjelaskan bahwa dalam penghilangan zat pewarna berbahaya pada limbah tekstil bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa media yang ada dilingkungan sekitar.
“Kita bisa menggunakan batu-batuan alam, yang kami gunakan adalah batuan yang berasal dari gunung berapi dan limbah kulit telur” ujarnya.
Lebih lanjut, Ia mengatakan dalam riset yang dilakukan mahasiswanya yang bekerja sama dengan mahasiswa Osaka Institute Technology (OIT) dan National Taiwan University Of Sains and Technology (NTUST) yang tergabung dalam program sistem pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) adalah menggunakan media batuan Zeolit, Bentonit (tergolong kelompok tanah lempung), karbon aktif dan cangkang telur. Pihaknya menilai bahwa media yang digunakan tersebut mampu menghilangkan kadar berbahaya zat pewarna tekstil hingga 70 persen sampai 90 persen.
“Kami berusaha untuk menghilangkan kadar berbahaya pada zat pewarna hingga 50 sampai 10 mg/mL dari 600 mg/mL (Tingkat maksimal kepekatan zat warna)” tuturnya.
Diakuinya, bahwa riset tersebut bertujuan untuk menghilangkan konsentrasi warna zat berbahaya dan kandungan racun yang dimiliki zat warna tekstil.
Pendamping dosen Teknik Kimia, Christian Julius Wijaya memaparkan bahwa masing-masing kelompok diharuskan memilih minimal dua media absorsi yang sudah ditentukan seperti cangkang telur, karbon aktif, zeolit dan bentonit. Selanjutnya, Ia menjelaskan bahwa eksperimen tersebut dimulai dengan mengolah air yang terkontaminasi zat pewarna tekstil. Pengolahan limbah tersebut kemudian menggunakan empat macam penyerap, yaitu Zeolit, bentonit, karbon aktif dan cangkang telur. Pada tahap tersebut, jumlah air yang terkontaminasi sebanyak 250 ml yang terbagi dalam empat tabung pengukur, yang masing-masingnya diberi penyerap sekitar 1.5 gram. Selanjutnya, jelasnya empat tabung tersebu dimasukkan ke dalam waterbath selama 30 menit untuk proses penyerapan.
Untuk hasil penyerapan zat warna, majasiswa melakukan pengukuran konsentrasi zat warna dengan menggunakan spektrofotometer. Dari hasil tersebut, mahasiswa dapat menyimpulkan banyaknya konsentrasi zat pewarna yang berkurang serta mmereka dapat mengetahui tingkat kejernihan air yang pada awalnya telah terkontaminasi zat pewarna bahaya. [ina]

Tags: