Oposisi Tidak Selalu Negatif dalam Sebuah Pemerintahan

Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat, SH., MH Pakar Hukum Pemilu (kanan) serta Pengamat Politik/ KPS Magister Ilmu Sosial, Wawan Sobari, S.IP., MA., Ph.D diskusi Proyeksi Politik Pasca Pemilu dalam Bincang dan Obrolan Santai (BONSAI) Universitas Brawijaya (UB), Selasa (27/2).

Kota Malang, Bhirawa.
Pengamat Politik, Wawan Sobari, S.IP., MA., Ph.D. menilai jika setiap pemerintah idealnya harus ada oposisi. Ini untuk menjadi kontrol pelaksanaan pemerintah agar bisa berjalan seimbang dalam mengambil setiap kebijakan.

“Oposisi tidak selalu negatif, tetapi ini diperlukan agar ada kontrol bagi penyelengara negara,”ujar Wawan Sobari.

Menurut Wawan, model bangunan pemerintah 2024 dan predikisi koalisi dan opisisi. Koalisi akan menjalankan pemerintahan sedang oposisi bisa menjadi kontrol.

“Perkiraan model bangunan, koalisi-koalisi serta opisisi-oposisi itu bisa diprediksi dari dua hal, yang pertama analisis perilaku memilih. Dari situ kita tahu publik itu menghendaki bangunan seperti apa?” ungkapnya, saat berdiskusi dengan wartawan.

Dosen ilmu politik FISIP Unbraw tersebut menambahkan, situasi atau gambaran kondisi pasca pemilu menunjukkan bahwa kegiatan tersebut tidak berjalan senyap tapi terbuka.

Jika ada kecurangan nanti MK yang akan memutuskan. Hal ini sebagai bentuk demo sebagai bentuk democracy rule of law.

“Kita harus menghormati jika memang ada sengketa pemilu. Namun yang berpengaruh terhadap dunia politik ke depan adalah konteks oposisi atau koalisi yang terbangun seperti apa atau pemerintahan yang check and balance antara pemerintahan menang dan kubu oposisi,” paparnya.

Menurutnya, oposisi itu penting untuk memperkuat konstruksi bangunan pemerintahan, agar selalu ada check dan balance, agar tidak terjadi politik kartel, yang meniadakan persaingan dan memicu korupsi.

“Pemerintahan ke depan sebaiknya tetap ada oposisi, tapi ini berbasis pemilih, tapi jangan lupa nanti tetap ada peran ‘King Maker’ dalam hal ini petinggi partai,” tegasnya.

Selain itu Wawan juga memaparkan alasan memilih partai dan capres. “Responden dari masing-masing paslon sama-sama berharap kepada semua capres maupun pemangku kebijakan untuk pengendalian harga-harga barang pokok atau sembako,” urainya.

Sementara Prof. Ali Syafaat yang iuga hadir dalam acara tersebut menjelaskan, bahwa hingga saat ini proses pemungutan suara yang telah dilakukan 14 Februari lalu belum usai.

Masih ada beberapa tahapan setelah pemilihan, dan kemungkinan perkara hukum apa saja yang bisa muncul. Ia menyebutkan ada tiga tahap pemilu yaitu sebelum, saat pemungutan suara dan pasca pemungutan suara atau tahap perhitungan suara.

“Setelah pemungutan suara sampai penghitungan suara mulai dari TPS di provinsi sampai nasional hingga ke KPU, disitulah secara legal formal siapa calon terpilih untik presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dan jika dalam kurun waktu tersebut terjadi perselisihan atau sengketa maka akan menjadi wewenang MK,” urainya.

Prof. Ali menambahkan, jika tidak ada yang melaporkan terkait perselisihan atau sengketa pemilu maka proses yang kemarin hanya dianggap sebagai dinamika atau pembelajaran politik saja,” katanya.

Dijelaskan Ali, Hak Angket penting sebagai salah satu kewenangan dari DPR. Hak Angket sebetulnya adalah hak penyelidikan UU atau kebijakan pemerintah yang bersifat strategis dan berdampak luas kepada masyarakat, dimana objectnya pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah. [mut.gat]

Tags: