Pansel Calon KPUD Sidoarjo Tak Kredible ?

kpud-backSidoarjo, Bhirawa
Pansel (Panitia Seleksi) calon anggota KPUD Sidoarjo tidak transparan dan tak fair dalam menseleksi pelamar anggota KPUD Sidoarjo. Aroma subyektifitasnya sangat kuat dalam melakukan seleksi untuk meloloskan 20 pelamar. Dikuatirkan kewenangan terakhir untuk meloloskan 10 nama merupakan pelamar pesananan.
Ludi Pramono, pelamar yang digugurkan menyatakan Kamis kemarin, Pansel yang diketuai Abu Sofyan dari Unmuh Sidoarjo tak mencerminkan panitia yang kredible. Semudah itu menggugurkan calon anggota, tanpa diberi penjelasan sedikitpun alasan digugurkan. Sebenarnya seleksi dari 51 pelamar menjadi 20 nama itu paramaternya jelas yakni nilai akumulatif ujian tulis, kesehatan, psycho test. Ketiga ujian ini ada ukurannya,seperti tes tulis itu seharusnya peserta dapat berapa poin, begitu pula kesehatan dan psycho.
”Saya tak masalah digugurkan tetapi mohon nilai saya diitunjukkan, sehingga saya bisa intropeksi bahwa saya memang tak mampu,” ujarnya.
Wartawan senior ini, merasa heran dengan metode Pansel KPUD Sidoarjo yang kinerjanya jauh dari kesan profesional. Pansel hanya mencoret bahwa kita digugurkan, tanpa ada penjelasan apapun. Kalau Pansel diberi kewenangan seperti ini, sudah pasti akan mudah ditungganggi kepentingan politik. Misalnya dugaan yang diloloskan adalah pesanan dari elit politik tertentu.
”Saya pun bisa mudah menebak, mengingat 3 petahana KPUD Sidoarjo yang sudah menjabat 2 periode, ternyata diloloskan semua. Pansel harus bisa menjelaskan kepada publik tentang dugaan-dugaan miring ini,” tandasnya.
Pemilu berkualitas yang diharapkan akan terjaga tahun 2019 nanti akan diawali dari kerja Pansel. Pansel ini merupakan pintu pertama untuk mengawal kualitas dan netralitas Pemilu. Bila pintu pertama ini sudah ada dugaan tak netral, sudah pasti tahapan berikutnya menjadi rusak. Karena itu ia bisa menebak, 10 orang terakhir yang akan diloloskan Pansel. Manuvernya Pansel ini mudah dibaca.
Publik Sidoarjo mengharapkan, Pemilu yang akan datang jangan seperti Pemilu 2014 yang sangat barbarian. Jual beli suara sangat marak di mana-mana, sehingga ada adagium, dalam Pemilu nanti hanya orang kaya dan gila saja yang mau jadi Caleg. “Sayangnya tak ada lembaga manapun yang mengontrol dan mengawasi kinerja Pansel sekarang. Padahal ini merupakan tahapan awal untuk mengawal Pemilu nanti bagaimana menyiapkan KPPS, PPK, KPUD, Panwascam, Panwaskab dan sebagainya,” ujarnya.
Ludi merasa yakin kewenangan Pansel yang hanya menentukan 10 nama akan kehilangan tajinya saat penyaringan terakhir menjadi lima nama. Karena penyaringan menjadi lima nama itu dilakukan Pansel Jatim yang keanggotannya diisi orang yang mumpuni dan kredible. “Kalau sudah di Pansel Jatim, siapa yang bisa bermain,” ujarnya mantap.
Sementara Ahmad Yani, salah satu peserta gugur juga kecewa dengan kerja Pansel. Ia menyatakan, saat tahapan 51 orang menjadi 20 orang itu masih berupa tes tulis, kesehatan dan psycho tes. Bukan masuk ke ranah wawancara. Ia menyayangkan, ketika ketua pansel, Abu Sofyan, secara tendensius menanyakan kepada dirinya, “Anda Wartawan ya,” dan kalimat lain dibelakangnya yang dianggapnya tendensius, tandasnya. Pertanyaan seperti ini sudah masuk ke tahapan wawancara yang seharusnya itu dilakukan nanti ketika menyaring dari 20 menjadi 10 orang.
Yani bisa menerima kekalahan, karena faktor kesehatan. Sesuatu yang bermanfaat bagi wakil ketua PWI Sidoarjo ini bisa merasakan pengalaman ahwa factor like and dislike nya sangat kuat dalam penyaringan calon anggota KPUD ini. [hds]