PDAM Tulungagung Masih Terlilit Utang Rp 5,1 Miliar

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Tulungagung, Bhirawa
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tulungagung sampai saat ini masih belum bisa menghasilkan laba yang diharapkan. Bahkan mereka masih terlilit utang sebesar Rp 5,1 miliar.
Direktur PDAM Tulungagung Drs Haryono MSi mengakui jika perusahaan daerah yang dipimpinnya belum dapat mencetak laba. “Ini karena kami masih harus membayar utang. Akibatnya setiap pendapatan yang kami punya langsung dibayar untuk mencicil utang,” ujarnya, Kamis (10/12).
Sampai 2015 ini, menurut dia, utang PDAM Tulungagung sebesar Rp 5,1 miliar.  Dan utang tersebut jauh menurun jika dibanding pada  2010 yang mencapai Rp 22,4 miliar.
“Semua bermula dari utang pada 1996 yang saat itu senilai Rp 7,1 miliar, kemudian membengkak menjadi Rp 22,4 miliar. Sekarang sudah turun menjadi Rp 5,1 miliar,” paparnya.
Menurut Haryono, PDAM Tulungagung terus melakukan pembayaran cicilan utang pada Kementerian Keuangan begitu mendapat pendapatan. “Setiap bulan kami mencicil rata-rata Rp 25 juta. Pembayaran cicilan ini yang tidak membuat kami meraih laba,” terangnya lagi.
Namun demikian, Haryono optimistis pada 2015 PDAM Tulungagung mulai dapat mencetak laba kendati tidak besar. “Yang penting tahun ini kami targetkan dapat laba dulu. Tidak muluk-muluk ratusan juta atau miliaran. Mungkin Rp 26 juta. Ini akan mencatatkan diri jika PDAM baru untung,” ucapnya sembari tersenyum.
Ada beberapa langkah penghematan yang dilakukan sepanjang 2015 yang diharapkan dapat mencetak laba. Di antaranya, lanjut Haryono adalah meniadakan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu.
Selama ini PDAM Tulungagung memang tercatat sebagai perusahaan daerah yang selalu tidak dapat mencetak laba. Apalagi lilitan utang yang mendera mereka tidak dapat diputihkan oleh Pemerintah Pusat.
Haryono membeberkan rencananya dalam dua tahun terakhir utang sebesar Rp 5,1 miliar dapat segera terlunasi. Apalagi Pemkab Tulungagung dan DPRD Tulungagung sudah berkomitmen untuk membantu pelunasan utang tersebut.
“Kalau bisa membayar pada 2016 atau 2017 nanti kami hanya membayar pokok pinjaman saja yakni Rp 3,6 miliar. Sedang non pokoknya akan dibebaskan. Kemenkeu akan menghapus Rp 1,5 miliar non pokoknya itu,” tuturnya. [wed]

Tags: