Pelimpahan Pengelolaan SMA/SMK Beratkan APBD Jatim

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Pelimpahan pengelolaan SMA/SMK dari kab/kota ke Pemprov Jatim per Oktober ini dianggap sangat memberatkan. Pasalnya dalam kondisi APBD yang defisit dan Dana Alokasi Umum (DAU) serta dana perimbangan yang masih ditunda oleh pusat, pelimpahan pengelolaan ini semakin menambah berat beban Pemprov Jatim.
Wakil Ketua DPRD Jatim Kusnadi mengatakan dengan pelimpahan ini beban APBD semakin berat. Sebelumnya sudah banyak dana yang dikepras oleh pusat, kini masih ada beban lagi bertambahnya PNS karena pelimpahan SMA/SMK/SLB. Dan jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai 35.613 orang.
“APBD saat ini posisinya defisit. Inilah yang membuat berat. Apalagi kalau masih ditambah DAU tidak dicairkan oleh pusat, maka akan sangat berat,” kata Kusnadi yang diklarifikasi lewat telepon genggamnya, Minggu (2/10).
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Suli Daim. Karenanya dia berharap DAU dan dana perimbangan untuk Pemprov Jatim segera dicairkan pada 2017 nanti. Meski diakui dana BOS bagi SMA/SMK yang dulunya dialirkan lewat kab/kota nantinya dipindah ke provinsi. Karena itu masyarakat tidak perlu khawatir dalam pelimpahan nanti tidak ada lagi sekolah gratis seperti yang dihembuskan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab.
“Saya pastikan selama ini soal pendidikan selalu dipolitisir oleh sebagian bupati/wali kota sehingga mereka menolak mentah-mentah pengalihan pengelolaan SMA/SMK. Justru dengan kebijakan pemerintah pusat ini menekan angka disparitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan khususnya daerah terpencil. Dan dipastikan Pemprov Jatim mampu mengelolanya. Namun dengan kondisi APBD defisit ditambah DAU dan dana perimbangan yang masih diutang, menyebabkan pengelolaannya tidak bisa maksimal,”tegas politisi asal PAN ini.
Terpisah, Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim Himawan Estu menyatakan dalam pelimpahan tersebut ada kendala terkait dengan tenaga honorer di mana jumlahnya sangat berlimpah. Karenanya, perlu dilakukan pembicaraan dengan kab/kota. “Masalahnya tenaga pengajar ada dari honorer. Nah, honorer ini SKnya ada yang dari dinas, ada juga dari kepala sekolah. Untuk itu perlu dibicarakan lebih lanjut,” kata Himawan.
Ditambahkannya pihaknya masih memilah SK tersebut yang dari dinas atau kepala sekolah. “Kami meminta honorer yang SK-nya ditandatangani kepala sekolah, honornya ditanggung oleh kabupaten kota,” tegas dia
Seperti diketahui, Pemprov Jatim mendapat tambahan personel sebanyak 35.613 orang PNS dari kabupaten/kota. Tambahan personel tersebut terungkap saat penandatanganan berkas Penyerahan Personel, dan Dokumen (P2D) antara Pemprov Jatim dengan pemerintah kabupaten/kota Jatim, Jumat (30/9) lalu.
Dari data yang diperoleh, sebagian besar tambahan personel berasal dari bidang pendidikan SMA, SMK dan SLB (Sekolah Luar Biasa) sebanyak 34.312 PNS. Sisanya dari Panti Sosial sebanyak 206 PNS, pengelola urusan penumpang terminal tipe B sebanyak 376 PNS, Kehutanan 700 PNS, dan Pertambangan sebanyak 10 PNS.
Menurut Gubernur Dr H Soekarwo, penyerahan personel dari pemkab/kota ke Pemprov Jatim tersebut untuk memperlancar penyelenggaraan pemerintahan, sekaligus sebagai penerapan UU Nomor 23 Tahun 2016 Pemerintahan Daerah yang rencananya berlaku efektif  Januari 2017.
“Meski sudah ada proses pelimpahan ini, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat hingga Desember 2016  tetap berjalan seperti biasa, tidak boleh berhenti ataupun tersendat. Bahkan harus terus ditingkatkan lagi,” kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo.
Dia menjelaskan, sebetulnya batas akhir penyerahan P2D dari kabupaten/kota ke pemprov itu pada 2 Oktober 2016. Namun pada tanggal tersebut jatuh pada Minggu sehingga pelaksanaannya dilakukan pada akhir September 2016 yakni Jumat 30 September 2016.
Agar pelayanan publik tak terganggu, lanjutnya, maka dalam waktu tiga bulan ke depan yakni Oktober hingga Desember 2016, semua kebutuhan biaya tetap seperti sebelumnya yakni ikut di pemkab/pemkot. Baru mulai Januari 2017 ada pengalihan  ke Pemprov Jatim, sehingga semua  pembiayaan yang dibutuhkan akan ditanggung Pemprov Jatim.
“Meski begitu tidak menutup kemungkinan kalau pemkab/pemkot ingin membantu biaya pendidikan atau biaya untuk kelancaran pelayanan publik juga diperbolehkan dan diperkenankan.  Mengapa? Karena letak sekolah ataupun yang lain itu memang berada di wilayah mereka. Jadi sekolah masih bisa gratis,” tandasnya. [cty,iib]

Tags: