Pembatasan Kegiatan Tak Wajibkan Check Point

Wahub Jatim Emil Dardak saat menjadi keynote speaker pada acara webiner YAICI-Aisyiyah.

Pemprov, Jatim
Pembatasan kegiatan masyarakat kembali akan diberlakukan pemerintah untuk mengendalikan penularan Covid-19, khususnya pada tujuh provinsi di Jawa dan Bali. Seiring turunnya Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021, pembatasan akan dilakukan mulai Senin, 11 hingga 25 Januari mendatang.
Kendati demikian, pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat ini dipastikan tidak akan mengulangi lagi format Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pernah diterapkan di Surabaya Raya dan Malang Raya.
Salah satunya ialah pemberlakuan check point di tiap perbatasan daerah yang tidak diatur secara spesifik dalam intruksi mendagri tersebut. Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menuturkan, dalam pembatasan ini rumus PSBB tidak ada spesifik.
Termasuk kaitannya dengan check point di perbatasan. Karena substansi dari instruksi Mendagri ini pada dasarnya merupakan tambahan model yang diterapkan untuk mengurangi mobilitas. “Saat itu setelah check point kemudian diterapkan kampung tangguh. Karena itu, check point sesungguhnya berbasis lingkungan. Maka jika Pemkab atau Pemkot ingin melakukan check point sah-sah saja,” jelas Wagub Emil saat dikonfirmasi di Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan 110, Surabaya, Kamis (7/1).
Tapi, lanjut Emil, bukan check point yang diwajibkan dalam ketentuan pembatasan ini. Hanya saja jika itu dipandang dapat mengendalikan Covid-19, maka check point bisa menjadi diskresi masing-masing kepala daerah.
“Tentu harus berkordinasi bersama kepolisian. Karena kepolisian sendiri juga mengambil langkah dengan menutup jalan-jalan protokol tertentu ditutup untuk mengurangi mobilitas. Itu tidak bisa dipukul rata semuanya,” tandas Emil.
Mantan Bupati Trenggalek tersebut mengakui, berbagai masukan dari bawah telah didengar terkait pembatasan ini. Tetapi Pemprov menghormati kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021 dan sudah keluar. “Kami langsung melapor dan gubernur juga sudah terinformasikan. Maka bersama Biro Hukum saat ini sedang dirumuskan tindaklanjutnya karena ini akan berlaku efektif mulai 11 Januari mendatang,” tutur Emil.
Secara spesifik, sejumlah ketentuan telah diatur dalam edaran tersebut mengenai apa saja yang masuk sebagai pembatasan tambahan atau yang juga disebut sebagai pembatasan mikro. “Ini masalahnya untuk warga Surabaya kalau dengar PSBB langsung spaneng. Makanya ini dibilang PSBB tapi beda dengan yang selama ini diterapkan,” ujar Emil.
Dalam pembatasan ini, bukan berarti aktifitas masyarakat dilarang. Melainkan kegiatannya dibatasi sesuai ketentuan dalam instruksi tersebut. Misalnya, kebijakan work from home (WFH) yang diharuskan 75 persen sementara yang ada di kantor hanya 25 persen. “Kalau PSBB, tidak ada kantor yang buka kecuali sektor yang memang diperbolehkan,” jelas Emil.
Hal serupa juga terjadi pada proses belajar mengajar di sekolah. Selama ini, tanpa PSBB pun pelajaran sekolah juga dilaksanakan dengan daring. Dan kembali ditekankan pada instruksi ini untuk dilaksanakan secara daring. Begitu juga pengoperasian tempat ibadah sebanyak 50 persen yang sekarang juga sudah berlaku 50 persen.
Tempat makan yang berbeda, yakni kapasitasnya adalah 25 persen. Pusat perbelanjaan, kalau dulu PSBB hanya toko tertentu yang boleh buka, sekarang pusat perbelanjaan tetap boleh buka asal dibatasi jamnya hingga pukul 19.00. “Makanya ini, khususnya warga Surabaya yang sudah pada wadul di medsos jangan PSBB lagi. Bukan, ini bukan PSBB dan ini adalah keputusan yang harus kita hormati sebagai keputusan nasional. SE Mendagri sudah turun dan ini akan ditindaklanjuti,” kata Emil.
Dalam tindaklanjutnya, lanjut Emil, Pemprov bersama Forkopimda Jatim dan pemerintah kabupaten/kota akan segera membahas strategi pelaksanaannya dan hal lain yang penting. “Besok (Hari ini) kita akan langsung bahas bersama Forkopimda dan pemerintah kabupaten/kota,” pungkas dia. [tam]

Tags: