Pemkab Probolinggo Sosialisasikan Pengendalian OPT Tanaman Tembakau

Pemkab Probolinggo lakukan pengendalian OPT tanaman tembakau.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab Probolinggo, Bhirawa.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Dinas Pertanian (Diperta) memberikan sosialisasi pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) bagi petani tembakau di Kabupaten Probolinggo. Harga tembakau Probolinggo naik menjadi Rp 56 ribu/kg di saat panen kali ini.

Kegiatan ini dilakukan di 8 (delapan) kelompok tani (poktan) di Kabupaten Probolinggo. Yakni, Poktan Rukun Tani 3 dan Poktan Bina Sejahtera Tiga Kecamatan Pakuniran, Poktan Tani Makmur III Kecamatan Bantaran, Poktan Sumber Makmur dan Poktan Tani Makmur Kecamatan Gading, Poktan Hasil Tani Satu Kecamatan Besuk, Poktan Tani Agung II Kecamatan Kraksaan dan Poktan Sumber Abadi Kecamatan Krejengan.

Setiap poktan, kegiatan ini diikuti oleh 40 orang petani tembakau dengan menggunakan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2022. Selama kegiatan mereka mendapatkan materi tentang identifikasi OPT yang menyerang tanaman tembakau dan praktek lapangan untuk identifikasi OPT secara langsung.

Untuk narasumber berasal dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BB-PPTP) Surabaya dan Diperta Kabupaten Probolinggo. Selain itu, petani tembakau juga diajak praktek pembuatan pupuk organik berbasis pada spesifik lokasi.

“Kita memberikan kegiatan ini untuk memberikan edukasi kepada petani kaitannya untuk bisa membedakan jenis-jenis OPT yang menyerang tembakau mulai dari hama, penyakit atau virus dan gula. Karena penanganannya berbeda,” kata Kepala Diperta Kabupaten Probolinggo melalui Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Muda Muhlisin, Rabu (28/9).

Muhlisin menjelaskan di OPT tembakau tidak bisa hanya berbicara saja, tetapi dituntut kemampuan petani untuk mengidentifikasi yang tepat dan benar. Harapannya petani mampu melakukan upaya pengendalian OPT secara efektif dan efisien serta tepat sasaran.

“Ketika petani tidak bisa mengidentifikasi OPT maka penanganannya tidak efisien serta membuang waktu dan biaya. Ini merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengidentifikasi OPT yang menyerang tembakau,” jelasnya.

Menurut Muhlisin, petani harus paham terhadap OPT yang menyerang tanaman tembakau. Untuk hama contohnya adalah ulat grayak dan kutu-kutu yang menyebabkan tanaman menjadi keriting. Solusinya dengan melakukan monitoring seawal mungkin.

“Semakin sering monitoring di lahan maka otomatis pengendalian lebih cepat. Pengendalian menggunakan pestisida ketika populasinya diambang batas kerusakan. Kalau 10 ekor per meter persegi ini termasuk ambang batas pengendalian. Tidak disalahkan ketika menggunakan pestisida kimia. Jika dibawahnya bisa menggunakan pestisida organik atau nabati,” terangnya.

Untuk penyakit terang Muhlisin, bisa disebabkan oleh curah hujan tinggi. Sebab hal ini akan menyebabkan kelembaban tanah yang mengakibatkan jamur dan bakteri yang menyebabkan tanaman jadi layu. Solusinya harus terus memantau prakiraan cuaca dari BMKG atau membuat guludan tanah.

“Sementara untuk gulma misalnya adalah suket teki yang dikenal sebagai kompetisi. Suket teki ini akan bersaing dengan tanaman induknya. Solusinya sering dilakukan eradikasi atau pembersihan,” tegasnya.

Selain melakukan identifikasi OPT kata Muhlisin, petani tembakau juga diajari praktek pembuatan pupuk organik berbasis pada spesifik lokasi. Sebab di lahan pertanian banyak bahan-bahan organik yang belum dimanfaatkan seperti kotoran ternak dan bahan nabati.

“Kita mengedukasi petani tembaku membuat pupuk cair atau padat. Ini penting dilakukan karena per 1 Agustus, jatah pupuk bersubsidi tembakau dicabut. Kita kembali kepada era sebelum mengenal pupuk kimia,” ujarnya.

Lebih lanjut Muhlisin mengajak petani tembakau kembali ke era swasembada yang hanya menggunakan kotoran ternak. Namun sekarang ada sentuhan teknologi supaya kotoran ternak siap saji dengan aplikasi efektif mikroorganisme untuk mempercepat pelapukan pupuk organik sehingga bisa cepat terserap tanaman.

“Itu upaya untuk edukasi petani supaya lebih menekan biaya berbudidaya tanaman. Harapannya ketika budidaya menjadi murah dan tingkat kesejahteraan petani akan meningkat. Sebab dicabutnya pupuk bersubsidi sedikit berpengaruh terhadap pola pikir petani,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini Muhlisin mengharapkan petani mampu untuk melakukan jenis pengendalian secara efektif dan efisien yang dipengaruhi oleh pengetahuan petani dalam mengidentifikasi OPT. “Petani mampu menentukan waktu karena aplikasi penggunaannya ada waktu melihat dari kebiasaan OPT,” tandasnya.

Saat panen ini, harga tembakau di Kabupaten Probolinggo mengalami kenaikan. Tak pelak, kondisi tersebut menjadi berkah bagi para petani tembakau. Hal ini diungkapkan salah satu petani yang mujur seiring harga tembakau melambung, Bambang warga Kecamatan Besok, Kabupaten Probolinggo. Harga tertinggi tembakau di Kabupaten Probolinggo kini menyentuh Rp 56 ribu per kg.

Sebelumnya, harga tembakau berkisar Rp 40 ribu per kg. “Kenaikan harga tembakau, tentu jadi berkah tersendiri bagi petani,” katanya, Rabu (28/9).

Bambang menyebut, ada beberapa faktor penyebab naiknya harga tembakau, antara lain stok tembakau di sejumlah gudang perusahaan rokok menipis, sehingga gudang-gudang tembakau berani membeli mahal tembakau dari petani. “Diprediksi, harga tembakau masih mengalami kenaikan hingga jelang musim penghujan nanti. Atau, sampai gudang tembakau memiliki stok melimpah,” tambahnya.[wap.ca]

Tags: