Pemkot Surabaya Berdayakan Lansia dan Anak-anak untuk Bercocok Tanam

Para Lansia dan anak-anak di kawasan Medokan Semampir diberdayakan untuk bercocok tanam, Selasa (10/4).[trie diana/bhirawa]

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Sisi pinggir lapangan di kawasan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo RT 03 RW 08 tampak asri dan enak dipandang mata. Pasalnya, lapangan berukuran 20×20 yang dipakai untuk senam bagi para lansia setiap sabtu dan minggu, kini dikembangkan sebagai tempat bercocok tanam.
”Usai melakukan senam, kami melihat para lansia tidak ada kegiatan lain. Kemudian saya dan warga berpikir untuk membuat terobosan bercocok tanam di pinggir lapangan agar aktivitas dan kreativitas mereka terus berkembang,” kata Ketua RT Medokan Semampir Amari saat ditemui di kawasan Medokan Semampir, Selasa (10/4).
Disampaikan Amari, cara serta perabotan bercocok tanam yang dilakukan warga terlihat unik. Sebab, bibit tanaman diletakkan di dalam potongan pipa PVC milik PDAM.
Menurutnya, bekas potongan pipa didapat dari salah satu rekanan PDAM yang secara sukarela memberikan pipa kepada warga. “Setelah kami jelaskan maksud dan tujuannya, kami langsung menyerahkan potongan pipa bekas tersebut kepada warga,” ujarnya.
Sedangkan bibit tanaman, lanjut Amari, diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH). Lalu pupuk yang berasal dari tinja dan kompos didapat dari Keputih. “Semuanya diperoleh secara gratis,” imbuh pria kelahiran Surabaya ini.
Awalnya, Amari mengira ide bercocok tanam di daerahnya akan tumbuh seperti di daerah-daerah lainnya. Namun, tak disangka, proses bercocok tanam yang baru berjalan 1 bulan itu, tumbuh dengan pesat.
Hal ini, kata dia, dipengaruhi beberapa faktor di antaranya volume kompos yang tinggi dan kondisi tanah yang gembur serta pipa paralon yang digunakan dianggap cocok untuk menanam bibit tanaman seperti lombok, tomat dan terong.
“Jadi saya melihat tanah disini subur lalu bentuk pipa bagian dalam yang dingin dan pada bagian bawah dibuat lubang kecil untuk sirkulasi agar air tidak banyak keluar dan tidak cepat kering,” terang pria alumni ITS tersebut.
Selain lombok, tomat dan terong, pihaknya juga menaman anggur, markisa, pare. Terbaru, ada eksperimen bernama tumpang sari yang mana di dalam satu pipa terdapat 5 jenis tanaman.
“Ini masih kita coba dan akan terus kita kembangkan agar ke depan warga bisa berkebun di tengah kota,” imbuhnya.
Ditanya apakah hasil buah yang telah diberdayakan nantinya akan diperjualbelikan di pasar, Amari mengaku belum berpikir sejauh itu. Pasalnya, tujuan utama bercocok tanam ini sebagai sarana pendidikan bagi anak anak dan mengisi aktivitas para lansia.
“Untuk sementara biarkan warga, anak anak dan lansia menikmati hasilnya, nanti kalau ada pemikiran semacam itu tidak apa-apa. Itung-itung meningkatkan roda perekonomian warga,” tegas pria berumur 56 tahun.
Selain bercocok tanam untuk para lansia dan warga sekitar, manfaat lain yang ingin dicapai adalah mengajak anak anak sekolah mulai PAUD dan SD untuk outbond tentang cara belajar bercocok tanam.
“Jadi tidak perlu jauh-jauh ke luar kota, cukup di wilayahnya sendiri mereka sudah dapat menimba ilmu dan mengurangi biaya,” pungkas Amari.
Hingga saat ini, jumlah pipa yang terpasang sebanyak 60 buah. Dia berharap, ada warga atau rekanan yang memiliki pipa tidak terpakai agar disumbangkan ke warga Semampir. “Kami sangat senang jika ada yang menyumbang pipa ukuran besar kecil,” ungkapnya. [dre]

Tags: