Pemkot Surabaya Dituntut Transparan Ruislag Tanah Perluasan Makam Keputih

Warga Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo berunjuk rasa di depan Balai Kota Surabaya, Rabu (13/3).[trie diana/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Puluhan warga Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya berunjuk rasa di depan Balai Kota Surabaya, Rabu (13/3). Mereka menuntut transparansi tanah kas desa (TKD) yang diruilslag atau ditukar guling oleh Pemkot Surabaya untuk perluasan Makam Keputih.
Menurut warga yang didampingi lembaga anti korupsi ECJWO (East Java Corruption and Judicial Watch Organisation) Jatim, TKD seluas 6,1 hektare di kawasan Keputih, tiba-tiba berganti kepemilikan. Padahal, sesuai janji Pemkot Surabaya, tanah tersebut untuk perluasan Makam Keputih.
“Kok bisa status tanah itu tiba-tiba berganti atas nama seseorang dan sekarang kembali lagi atas nama Pemkot Surabaya. Apa ini rekayasa?. Padahal tanah itu akan dipergunakan untuk makam, tapi di mana sekarang makam itu,” ujar Ketua ECJWO Jatim Miko Saleh SH.
Menurut Miko, selama ini pihak Pemkot Surabaya dalam proses ruislag merasa tidak menyalahi aturan. Padahal peralihan tanah dari perseorangan dan dibeli lagi oleh pemerintah sudah menyalahi aturan.
“Pemkot itu merasa dirinya tidak pernah menyalahi aturan. Pada akhirnya warga minta pendampingan ke lembaga anti korupsi dalam rangka mengungkap persoalan tanah kas desa yang beralih pada perorangan sehingga dari perorangan dibeli lagi ke Pemkot Surabaya,” katanya.
Miko mengatakan, rencana pembangunan makam di tanah bekas kas desa itu telah disepakati Pemkot Surabaya. Klausul tersebut juga tertuang dalam kesepakatan saat proses tukar guling. “Kenapa kami dibohongi. Dikemanakan tanah kami. Kami sadar dan sabar kalau kami ini masyarakat kecil. Kami sudah bersurat kepada Pemkot Surabaya menanyakan kenapa tanah kami diabaikan,” katanya.
Dikatakan Miko, persoalan-persoalan dari nilai yang seharusnya itu sesuai dari ruislag. Namun hal ini banyak kecurangan-kecurangan bahkan tanah kas desa seluasnya 6,1 hektare ini justru banyak perubahan seakan tanah itu tidak seluas 6,1 hektare.
“Jadi persoalan ini pemkot dengan dalih akan memperluas tanah makam Keputih di Kota Surabaya. Permasalahan ini harus membeli suatu lahan padahal lahan itu milik pemerintah sendiri, milik negara namun dalam hal ini seolah-olah dibeli dari perorangan,” jelasnya lagi.
Karena itu, pihaknya meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menepati janji. Pemkot Surabaya harus membangun makam serta membersihkan mafia tanah yang diduga bermain dalam proses tukar guling tanah tersebut. “Ada apa dengan Bu Risma. Kenapa diam saja melihat kejanggalan ini,” ujar laki-laki yang juga Caleg DPRD Jatim Dapil 5 Partai Perindo ini.
Untuk diketahui, proses tukar guling ini telah terjadi pada 2002. Sejumlan poin kesepakatan dihasilkan dalam proses tersebut. Kesepakatan Pemkot Surabaya dan warga saat proses tukar guling itu yakni, warga pemilik tanah ganjaran mendukung keputusan Pemkot Surabaya untuk mengganti alih fungsi tanah ganjaran ke fasilitas pemakaman di Kelurahan Keputih.
Lalu, Pemkot Surabaya menyediakan tanah bersertifikat di Kelurahan Keputih seluas lebih kurang 6 hektare sebagai ganti tanah ganjaran yang dialihfungsikan menjadi pemakaman umum. Kemudian, pemilik ganjaran mendapat kompensasi Rp 400 juta serta mendapat jatah makam seluas 5.000 meter persegi. Apabila warga yang ber-KTP Medokan Semampir meninggal dunia, tidak perlu membayar retribusi makam.
Selanjutnya, warga pemilik ganjaran mendapat kompensasi sebesar Rp 2 juta dari Pemkot Surabaya dan poin kelima adalah apabila dikemudian hari tidak dijadikan makam umum, maka kesepakatan ini akan ditinjau kembali. [iib]

Tags: