Pendidikan Vokasi Jawab Tantangan Middle Income Trap

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memaparkan kondisi dan tantangan perekonomian di Jatim yang harus dijawab oleh pendidikan vokasi.

Gubernur Fokus Garap Peningkatan Kualitas SDM
Pemprov, Bhirawa
Kondisi perekonomian di Jawa Timur yang terus membaik tidak dapat dijadikan alasan untuk berhenti kerja keras. Pendapatan perkapita yang kini mencapai USD 3.570 dan diproyeksikan meningkat hingga USD 5.200 pada 2020 tidak benar-benar aman. Sebab, ada middle income trap (Jebakan pendapatan menengah) yang dapat memposisikan pendapatan  perkapita Jatim turun menjadi lower income trap. Untuk menghidari jebakan itu, pendidikan vokasi menjadi jawabannya.
Di Jatim, lebih dari 30 persen tenaga kerja adalah unskil yang lulus dari SD dan SMP. Posisi itu jelas tidak menguntungkan bagi laju pertumbuhan ekonomi Jatim. Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menegaskan, harus ada nilai tambah dengan menggandeng dunia industri. Sementara industri membutuhkan keterampilan dan teknologi untuk memberi nilai tambah bahan baku menjadi bahan olahan.
“Kalau hanya menjual gabah kering harganya murah. Karena itu perlu diberi nilai tambah menggunakan keterampilan dan teknologi sehingga menjadi beras,” tutur Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Revitalisasi SMK di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Selasa (29/8).
Pakde Karwo menegaskan, Jatim telah mampu bersaing di pasar ASEAN Economic Community (AEC) sekaligus meningkatkan surplus perdagangan di dalam negeri. Capaian itu tidak lepas kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun, jebakan middle income trap akan terbukti jika kualitas SDM kedepan menurun. Terlebih Jatim telah menjadi provinsi industri kedua di Indonesia setelah Jawa Barat dengan pertumbuhan industrinya di atas 21 persen.
“Contohnya adalah sektor pertanian. Meskipun 36,49 penduduk Jatim adalah petani, nilai PDRB yang dihasilkan hanya 13,31 persen. Karena mereka unskill yang lulus SD dan SMP,” terang Pakde Karwo.
Catatan-catatan tersebut menjadi dasar utama bagi pemerintah untuk fokus meningkatkan kualitas SDM melalui vokasi. Tenaga kerja yang memiliki skill adalah kata kuncinya. Karena itu, pihaknya pun sepakat dengan rekomendasi pertemuan G-20 yang meminta agar pemerintah memeberikan perhatian kepada pelaku UMKM. Sebab, kegiatan UMKM merupakan produk dari usaha terampil yang dilakukan oleh para pelakunya.
Untuk mencapai penigkatan kualitas SDM tersebut, revitalisasi SMK di Jatim sangat penting dan perlu segera diwujudkan dengan komposisi perbandingan sebanyak 30 persen SMA dan 70 persen SMK. Selain itu, lulusan SMK harus bersertifikasi kompetensi, tidak hanya berstandar nasional saja melainkan juga harus berstandar Internasional.
Selain komposisi, menurut Pakde Karwo, revitalisasi pendidikan vokasional (SMK) juga untuk dilakukan di kurikulumnya, yang harus menyesuaikan kebutuhan pasar atau lapangan kerja, yaitu industri atau perusahaan. Praktek yang awalnya 30% agar diubah menjadi 70 %, sebaliknya teori didalam kelas yang awalnya 70% menjadi 30%.
Dengan dilakukan revitalisasi ini, lanjut Pakde Karwo, semua lulusan SMK diharapkan bisa tertampung  dan diterima pada setiap lowongan kerja atau bursa kerja, baik di perusahaan besar maupun UMKM.
“Revitalisasi  SMK bisa terwujud dengan baik apabila didukung oleh semua stakeholder. Mulai dari  pemerintah, dunia usaha/ dunia industry, SMK  itu sendiri dan para politisi,” kata dia.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman menambahkan, upaya revitalisasi SMK dilakukan dengan menggandeng sebanyak mungkin pelaku usaha dan industri untuk bekerjasama. Salah satunya melalui program Samsung Tech Institut yang menyasar 20 SMK di Jatim. Dalam kerjasama tersebut, sekolah akan mendapat penguatan kurikulum dan pelatihan perbaikan telepon selular yang sejajar dengan keterampilan dasar di Samsung Service Center.
“Samsung memilih Jatim karena kita punya komitmen kuat berkaitan dengan vokasional. Saat ini baru 20 SMK yang akan mengawali dan akan terus dikembangkan ke sekolah lain,” tutur Saiful.
Saiful menjelaskan, kerjasama dengan Samsung tidak hanya sebatas belajar. Sekolah juga diberi kesempatan untuk membuka service center yang bisa dikelola siswa dan sekolah. Selain Samsung, kerjasama dengan industri besar seperti PLN, PJB, Alfamart, Toyota, Daihatsu, Honda juga telah dilakukan. “Pelaksanaannya riil, bahkan dari perusahaan otomotif itu anak-anak setelah lulus dibekali peralatan untuk menunjang keahlian mereka dalam bekerja,” tutur mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Kaitannya dengan kerjasama dengan Samsung, 20 SMK yang dipilih menjalankan program ini, antara lain SMK Al Huda Kediri, SMK Islam 1 Blitar, SMK Ma’arif Batu, SMK PGRI 1 Pasuruan, SMK PGRI 1 Nganjuk, SMK Taruna Balen Bojonegoro, SMK Turen Malang, SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk, SMK Muhammadiyah 1 Surabaya, SMK Muhmmadiyah 2 Genteng Banyuwangi, SMK Muhammadiyah 5 Babat Lamongan, SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi Malang, SMK Negeri 1 Gempol Pasuruan, SMKN 2 Malang, SMKN 1 Geger Madiun, SMK Walisongo 2 Gempol, SMKN 1 Bandung Tulungagung, SMKN 1 Bendo Magetan, SMK BP Subulul Huda Madiun, dan SMKN 1 Wonosari Madiun.

Tags: