Pengerahan Nelayan Pantura Berpotensi Picu Konflik Horizontal

Pengerahan nelayan Pantura ke Natuna berpotensi memunculkan konflik horizontal di wilayah itu. Nelayan Natuna menolak wacana pengiriman nelayan pantura untuk melakukan aktivitas di Laut Natuna Utara. Alih-alih berupaya menguatkan nelayan lokal, salah satu alternatif yang muncul dari Jakarta itu justru berpotensi menghadirkan permasalahan horizontal di sana.
Isu soal Natuna yang mulai bergeser menegaskan bahwa problem di wilayah perbatasan tersebut tidak hanya berkaitan dengan soal kedaulatan, namun juga persoalan human security masyarakat di sana.
Bahwa sebetulnya nelayan, sebagai kelompok paling terdampak dari isu ini, dihadapkan pada problem lain yang tidak lagi berkaitan dengan nelayan asing dan aktivitas ilegalnya.
Inventarisasi masalah yang sudah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada nelayan lokal Natuna beberapa waktu lalu seharusnya bisa menggeser narasi pengiriman nelayan dari Pantura.
Menteri Edhy sudah menyadari betul bahwa pembangunan tempat pengolahan ikan, peningkatan kapasitas kapal, hingga akses terhadap sumber daya seperti air bersih menjadi poin permasalahan riil nelayan lokal di Natuna.
Karena sudah disampaikan secara langsung oleh nelayan Natuna.
Apa yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan sejatinya menggambarkan bahwa Pemerintah Pusat sudah menyadari pentingnya menggunakan pendekatan kesejahteraan dalam rangka pengelolaan wilayah perbatasan Indonesia.
Pendekatan kesejahteraan dalam pengelolaan wilayah perbatasan ini, kata dia, tidak dimaksudkan untuk menyingkirkan penerapan pendekatan lainnya, yang disebut sebagai pendekatan teritorialistik. Keduanya, kata dia, justru bersifat komplementer.
Pembayangan sederhananya, nelayan Natuna bisa melakukan aktivitas melautnya dengan optimal, sambil mendapat penjagaan keamanan dari pihak berwenang yang mewakili entitas negara.
Rifqi Rachman
Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute (TII)

Tags: