Awas Keraton “Pekat”

Kirab budaya kerajaan abal-abal di Purworejo (Jawa Tengah), bisa dipatikan sebagai penyakit masyarakat (“pekat”). Gejala “pekat” banyak ditemui di berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebagian komunitasnya ber-altar ke-agama-an. Namun mayoritas ber-altar sinkretisme bercampur kepangkatan sosial, sampai mengaku keturunan raja-raja kuna. Aparat negara (Kepolisian dan Kejaksaan) seyogianya segera bertindak untuk mencegah tawur sosial.
Pemimpin komunitas “pekat” biasa menyebut diri sebagai mahaguru, atau meng-klaim sebagai raja. Klaim kepemimpinan (sosial) berujung pada modus ekonomi. Setiap rakyat yang menyetor kekayaan kepada “raja” dijanjikan akan memperoleh berkah nyata yang berlimpah berupa uang maupun emas. Pada kasus keraton abal-abal di Purworejo, rakyat yang setia akan memperoleh gaji sebesar US$ 100,- (sekitar Rp 1,4 juta) per-bulan.
Fenomena keraton abal-abal, biasa terjadi pada kawasaan minus, di perdesaan kantung kemiskinan. Berbagai kasus bermuara pada desas-desus pembagian uang untuk rakyat. Toh beberapa orang terkenal benar-benar terkecoh. Berbagai isu tentang “duit raja-raja” se-Indonesia akan dicairkan melalui Bank Singapura, dan Bank Dunia (World Bank). Duit akan dibagikan kepada yang menyetor dana pencairan, dengan imbalan seribu kali.
Isu coba digulirkan melalui sebaran formulir, dilengkapi dengan pelibatan institusi vital kenegaraan. Diantaranya, Interpol Special Notice, Badan Intelijen Negara (BIN), serta presidium Wantimpres 2011. Tak jarang, disertai diskusi oleh sekelompok orang berusia senja, mengaku perwira berpangkat setara bintang satu (Brigadir Jenderal). Juga mantan pejabat eselon satu (setara Direktur Jenderal). Seluruhnya, palsu.
Yang paling “berani” adalah klaim pengakuan sebagai titisan Bunda Maria (ibunda Yesus), oleh Lia Aminudin, tahun 1996. Sekte baru yang didirikan bernama Salamullah, berdasar “wahyu” malaikat Jibril. Ajarannya, hanya sinkretisme mencomot agama-agama samawi. Juga menyontek Budhisme, dan Hindu. Tahun 1997, MUI (Majelis Ulama Indonesia) menyatakan ajaran Lia Eden, sebagai sesat.
Selain mengaku sebagai titisan Bunda Maria, Lia Eden juga mengaku sebagai Mesias, pembawa keadilan, dan keamanan umat. Sekaligus perwujudan dewi Kwan Im aliran Konghucu, yang membawa keberuntungan. Penampilannya selalu dilengkapi kostum simbol ke-ratu-an, dan membawa tongkat. Namun petualangan sebagai pemimpin komunitas Eden, berakhir di penjara, karena tuduhan penistaan agama.
Klaim kepemimpinan sosial fenomenal, pernah dinyatakan komunitas yang bermarkas di Kertosono, Nganjuk Jawa Timur. Seorang pria mengaku sebagai titisan Noyo Genggong Sabdo Palon. Serta mengaku sebagai Ketua Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bermarkas New York. Klaim ke-lucu-an hanya berdasar kepangkatan tertinggi PBB yang biasa disebut hanya Sekretaris Jenderal. Maka Ketua Umum-nya, berada di Kertosono.
IMF (International Monotary Fund), dan World Bank (Bank Dunia) juga diklaim milik Indonesia. Sehingga utang ke IMF maupun World Bank, tidak perlu dibayar. Diskusi kalangan orang-orang tua, berkisar pada kekayaan raja-raja nusantara yang tersimpan di berbagai bank di luar negeri. Telah tersimpan selama 70 tahun, tercatat sebagai kekayaan negara. Sebagian diantaranya, dihibahkan menjadi “harta” Soekarno (presiden pertama RI).
Seluruh isu duit raja-raja akan dicairkan untuk seluruh rakyat Indonesia, dipastikan abal-abal, bertujuan penipuan. Namun banyak pula yang kepincut. Pada masa pemilihan kepala daerah, tim sukses pasangan calon, menyetor proposal bantuan dana Dahsyatnya, diskusi, dan berbagai surat isu duit-duit raja-raja, menggunakan istilah perbankan, dan moneter. Misalnya, dana “kolateral,” serta anggaran “kontijensi.”
Kepolisian, dan Kejaksaan, seyogianya bertindak cepat meringkus pelaku megalomania, yang mengaku sebagai mahaguru sekte maupun raja baru Nusantara. Klaim sosial, dan modus ekonomi berpotensi merong-rong tatanan sosial (dan keagamaan).
——— 000 ———

Rate this article!
Awas Keraton “Pekat”,5 / 5 ( 1votes )
Tags: