Pengharapan pada Gubernur Khofifah

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik

Khofifah Indarparawansa, suda mulai berkantor yang dibangun sejak rezim kolonial pada tahun 1930, berdasar perintah gubernur Jawa Timur pertama. Walau, Willem Charles Hardeman, belum sempat menempati kantor barunya karena pindah tugas. Hardeman, gubernur berkebangsaan Belanda, tetapi asli kelahiran Surabaya (pada tahun 1884). Mahir berbahasa Jawa, dan Madura. Konon, Hardeman juga aktifis. Menyebabkan karirnya (sebagai gubernur jawa Timur) harus cepat berakhir.
Sebagai Residen Surabaya (sebelum menjadi gubernur), Hardeman juga bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional “level teratas.” Antara lain, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto, dan Soekarno (muda). Juga tokoh-tokoh NU yang bermarkas di jalan Bubutan, dan kampung Kebondalem. Kelompok diskusi tokoh-tokoh muda NU (dalam Taswirul Afkar) juga dikenal baik oleh Hardeman.
Itu sebabnya, muktamar ke-2 NU di Surabaya (13 Oktober 1927), terdapat fatwa yang melegakan rezim. Yakni, bahwa pemerintah kolonial Belanda telah menjamin kemerdekaan beragama. Rezim Hindia-Belanda dianggap tidak mencampur-adukkan antara urusan politik dengan agama. Ternyata para ulama tradisional, yang dipercaya oleh mayoritas rakyat Indonesia, tidak menebar kebencian terhadap rezim. Padahal saat itu, kelompok lain bagai menghunus pedang kepada rezim.
Khofifah, kini menggantikan Hardeman sebagai Gubernur Jawa Timur. Andai diruntut dari Hardeman (1 Januari 1929), menjadi orang ke-19. Jika diruntut dari Gubernur RMT Soerjo, menjadi pribumi ke-15 yang memimpin Jawa Timur. Namun Khofifah, menjadi gubernur pertama arek Surabaya pribumi. Juga aktifis (kerakyatan) pertama yang akan ber-rumah dinas di gedung Grahadi. Gubernur terdahulu, termasuk Hardeman, memulai karir sebagai pegawai pemerintah. Bahkan lima gubernur berasal dari Perwira Tinggi militer.
Pasti memiliki kelebihan, karena telah “kenyang” meniti karir pada jabatan politik. Selain 3 periode menjadi DPR-RI, juga pernah menjadi Menteri pada kabinet presiden Abdurrahman Wahid. Ke-aktifisannya berpuncak sebagai Ketua Umum PP (Pengurus Pusat) Muslimat NU. Ormas perempuan terbesar se-dunia. Dedikasinya telah cukup sebagai jaminan untuk membawa “suara rakyat.” Walau tidak sekonyong-konyong akan memudahkan setiap program ke-gubernur-an.
Jumlah penduduk Jawa Timur (pada tahun 2018) diperkirakan sebanyak 42 juta jiwa lebih (sensus tahun 2017). Dua kali lebih besar dibanding penduduk Belanda (sekitar 17 juta). Juga lebih banyak dibanding Arab Saudi (33,5 juta), maupun Malaysia (32 juta jiwa). Ini propinsi terbesar (kedua) di Indonesia. Sejak abad awal dikenal sebagai sentra tanaman pangan paling masyhur di dunia. Juga memiliki teritorial paling luas dibanding propinsi lain seantero pulau Jawa.
APBD Naik 100%
Luas Jawa Timur terbentang hampir 48 ribu kilometer persegi. Lebih luas dibanding Belanda. Begitu pula kekayaan sumber daya alam, lebih kaya. Tetapi anggaran belanja Jawa Timur (tahun 2019) hanya Rp 33-an trilyun. Sedangkan belanja (dalam APBN Belanda) mencapai US$ 340.200 juta (Rp 4.762,8 trilyun). Terasa bukan bandingan. Bahkan APBN Indonesia tahun 2019 (Rp 2.461,1 trilyun) hanya sekitar separuh APBN Belanda.
Maka Gubernur Khofifah, seyogianya berupaya luar biasa. Harus “tancap gas.” Kekuatan APBD terasa sangat kurang untuk mengurus hajat hidup masyarakat Jawa Timur yang telah lebih dari 42 juta jiwa. Masih banyak potensi ke-ekonomi-an yang belum tergarap. Banyak kawasan kaya sumber daya alam, tetapi bagai belum tersentuh. Misalnya, kepulauan Kangean, di ujung timur Jawa Timur. Kaya, tetapi belum ber-listrik. Masih ratusan kampung belum teraliri listrik.
Paradigma pemerintah propinsi tentang APBD harus diubah. Bukan berdasarkan potensi. Melainkan harus berdasar kebutuhan. Pada sisi perekonomian, propinsi ini berkontribusi sebesar 15% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional. Sekaligus penyangga pangan nasional. Banyak tugas sudah menantang, juga tersedia potensi ke-ekonomi-an besar.
Menaikkan APBD Jawa Timur sebesar 100% pada tahun 2020, bukan muluk-muluk. Hanya memerlukan keberanian Gubernur! Masih ada waktu (dan pembiasaan) menggagas APBD Jawa Timur 2020 sebesar Rp 66 trilyun. Dimulai dengan Perubahan APBD tahun 2019. Sehingga pada penyusunan RAPBD 2020, benar-benar siap takeoff. Dengan porsi Belanja Daerah sebesar Rp 66 trilyun.
Melambungkan APBD sampai 100%, pernah dilakukan pemerintah propinsi Jakarta. Tahun Anggaran 2012 APBD DKI Jakarta berkekuatan Rp 36 trilyun. Secara bertahap pada tahun 2013 APBD Jakarta telah Rp 50 trilyun. Serta pada 2014, gubernur (saat itu Jokowi) melambungkannya menjadi Rp 72 trilyun. Pelambungan APBD juga pernah dilakukan oleh gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. APBD Jawa Tengah tahun 2015 menjadi hampir Rp 20 trilyun. Naik 54,33% dibanding APBD 2013 (awal pergantian gubernur).
Kunci menaikkan menaikkan APBD secara signifikan, adalah transparansi. Diantaranya melalui metode bank-mainded. Seluruh pajak dan retribusi disetor melalui bank. Terutama PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), dan PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor). Juga seluruh arus kas BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), diselenggarakan melalui perbankan.
Potensi Penghasilan Daerah
Memang tak cukup hanya mengandalkan pendapatan daerah dari upaya konvensional. Melainkan dibutuhkan inovasi, berupa intensifikasi dan ekstensifikasi. Antara lain, penghasilan dari participating interest (PI) blok minyak dan gas. Mesti diketahui gubernur. Juga bagi hasil operasional pengelolaan BUMN di daerah (pelabuhan, bandara, Jasa Tirta) yang berupa retribusi dan pajak penjualan. Sektor layanan transportasi (dan distribusi) akan menjadi “motor” penggerak perekonomian.
Jawa Timur memiliki potensi ke-pelabuhan yang tersebar. Selain Tanjung Perak (di Surabaya), juga terdapat pelabuhan di beberapa daerah. Antara lain di Probolinggo, Banyuwangi, Lamongan, Tuban, dan Madura. Sesungguhnya pelabuhan di Jawa Timur, bagai kekayaan yang tersembunyi. Dapat diandalkan sebagai penghasil perekonomian daerah. Misalnya, pelabuhan Probolinggo, kini terbuksi menjadi “pesaing” Tanjung Perak. Biaya tambat (dan bongkar muat) lebih murah.
Kedalaman perairan terasa bagai tol laut. Kini Pelabuhan Probolinggo sudah dikunjungi 58 kapal per-bulan, dengan catatan bongkar muat mencapai 200 ribu ton per-bulan. Di perairan “tapal kuda,” juga terdapat banyak pelabuhan potensial, mulai ramai dilabuhi kapal. Antara lain, pelabuhan Jangkar (Situbondo), serta Tanjung Wangi, dan Boom (di Banyuwangi). Begitu pula di sekeliling pulau Madura, terdapat pelabuhan Gilimandangin (di Sampang) Giliraja (Sumenep).
Di pantura (pantai utara) Jawa Timur tak kalah potensi. Terdapat pelabuhan multipurpose Paciran dan Brondong (Lamongan), serta dermaga pulau Bawean (Gresik). Pada sektor Perhubungan, pemerintah propinsi Jawa Timur juga memiliki potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang bersumber dari operasional terminal tipe B. Berdasar UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah dilimpahkan terminal tipe B sebanyak 26 unit. Selain itu, pada sektor Perkereta-apian, pemerintah propinsi berpeluang membangun jaringan keretaapi propinsi.
Tetapi infrastruktur yang lain juga patut perhatian. Termasuk infrastruktur ke-pertani-an. Terutama penambahan waduk, jaringan irigasi, dan embung, sebagai cadangan peta jalan ketahanan pangan. Bahkan propinsi ini dijadikan sebagai penyangga pangan utama nasional. Hasil berasnya diharapkan mampu sebanyak 7 juta ton (dari sebanyak 11,777 juta ton gabah kering giling). Selain beras, Jawa Timur juga pensuplai daging nasional.
Beberapa pajak, dan bagi hasil penjualan, masih luput dari perhatian daerah. Misalnya, pajak penjualan pulsa telepon. Boleh jadi, masih dianggap sulit ditagih. Mirip seperti PBB-KB, dahulu juga dianggap sulit ditagih. Padahal sebenarnya, setiap nomor telepon seluler memiliki kode area. Saat ini Indonesia menjadi negara peringkat ketiga pengguna medsos, dan telepon seluler, dengan jumlah sebanyak 289 juta nomor. Itu melebihi jumlah penduduk Indonesia (265 juta jiwa).
Hebatnya lagi, lebih separuh nomor (136 juta) terakses aktif internet. Kinerja perkantoran juga sangat bergantung pada gadget android. Termasuk urusan ekspor dan impor. Misalnya, pengiriman data dan gambar, sampai penjejakan peta lokasi. Begitu pula transaksi barang dan jasa, dilakukan melalui online. Tak terkecuali layanan perbankan (transfer uang) tinggal klik.
Juga transaksasi keuangan cepat melalui e-commerce maupun m-banking (pelayanan transfer uang melalui ponsel). Nilai belanja pulsa mencapai ratusan trilyun per-tahun. Jawa Timur tercatat sebagai pengguna nomor aktif (yang biasa dihitung bulanan). Belanja pulsa telpon seluler terbesar digunakan untuk media sosial, serta jasa unicorn. Termasuk belanja online, sampai go-food.
Masih banyak potensi penghasilan daerah belum tergali intensif. Sehingga menaikkan APBD tahun 2020 menjadi sebesar Rp 66 trilyun, bukan angan-angan.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: