Permintaan Kopiah Batik Tuban Sampai Luar Negeri

Salah satu karyawan Narko Affandi saat melakukan pengepakan pesanan kopiah dari luar negeri.

Bermodalkan Uang Mahar, Disukai Orang Malaysia, Brunei hingga Arab Saudi
Kabupaten Tuban, Bhirawa
Songkok, yang disebut juga sebagai peci atau kopiah merupakan sejenis topi tradisional bagi orang Melayu. Di Indonesia, songkok yang juga dikenal dengan nama peci ini kemudian menjadi bagian dari pakaian nasional, dan dipakai oleh orang Islam.
Seiring berkembangnya zaman, kopiah kini tak hanya berwarna hitam atau putih saja. Tapi sudah berkembang mengikuti tren pasar. Seperti kopiah produksi warga Desa Rengel, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban yang memiliki ciri berbeda dibanding produksi kopiah lain di Indonesia.
“Kami memiliki produksi kopiah yang khas. Karena bentuknya yang unik itu, kopiah produksi kami diminati pasar internasional. Saat ini, permintaan kopiah batik di dominasi di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Arab Saudi,” ujar pemilik usaha kopiah Kampung Karya, Narko Affandi.
Ia menjelaskan permintaan kopiah batik di pasar internasional mencapai 500-1200 biji perbulan. Sementara untuk pasar nasional mencapai 2.000 biji perbulannya. “Kapasitas produksi kita untuk melayani permintaan pasar nasional maupun internasional capai 1.500-2.000 biji kopiah perbulan,” tambahnya.
Bapak satu anak ini menambahkan, sebagai lulusan salah satu pesantren di wilayah Rengel, hobinya mengkoleksi kopiah. Setelah lulus dari pesantren dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Tuban, ia tertarik ada seseorang menggunakan kopiah yang bermotif batik, sehingga ia mencoba untuk membawa kain perca batik dan di bawa ke tukang jahit. “Setelah lihat kok menarik, kopiah motif batik, dan bisa memanfaatkan potongan kain sisa,” tambahnya.
Dari hal itulah, suami dari Mar’atus Zahro memulai, dengan bekal dari uang mahar untuk menikahi istrinya, ia membeli mesin jahit dan belajar secara otodidak. Ia merintis usaha pada tahun 2011 sebagai usaha sampingan dan berselang empat tahun ia mempunyai satu karyawan.
“Saat ini saya memiliki 10 tenaga kerja, 7 orang untuk produksi dan 3 orang pemasaran, dan hingga kini karyawan yang di pekerjakan untuk produksi bisa mengerjakannya di rumah, ” terangnya.
Selain itu, lulusan dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (STITMA) Tuban ini pada 2015 ini juga mendapatkan penghargaan 10 besar kategori kreatif Santripreneur Award 2015 di Jakarta, dan dari usahanya dia bisa mendapatkan omzet rata-rata Rp15 juta per bulan. “Pemasaran yakni secara konvensional yaitu di toko-toko makam wali dan pondok, saya juga menggunakan secara online, lewat media sosial dan sebagainya,” paparnya.
Pihaknya juga berupaya terus meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin luas. Untuk itu ia melibatkan banyak tenaga kerja sebagai team produksi. “Target kita kedepan adalah berupaya memproduksi kopiah sebanyak 1.000 buah perharinya,” harapnya.
Sementara salah satu pembeli Choirudin asal Rembang Jawa Tengah mengaku sangat berminat ingin tahu tempat produksi dari kopiah batik yang mempunyai nilai ke khasan ini. “Unik mas, varian warna dan motif, jadi sangat jarang bisa sama dengan yang lainnya. Selain itu, harganya juga sangat terjangkau mulai Rp15 ribu – Rp30 ribu perbiji, tergantung motifnya,” kata Choirudin. [Khoirul Huda]

Tags: