Polemik Ekspor Benih Lobster

foto ilustrasi

Potensi pasar lobster ternyata sangat menjanjikan. Kenyataan tersebut, terbuktikan dari adanya polemik yang akhir – akhir ini santer terjadi di sektor perikanan tanah air, khususnya terkait budidaya benih lobster. Bahkan, fatalnya lagi di tengah polemik benih lobster tersebut, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 12/2020 yang mengganti Permen 56/2016 telah membuka keran ekspor benih lobster. Melalui kebijakan itulah polemik semakin menjadi, lantaran dicurigai menguntungkan sejumlah pengusaha tertentu.

Pembukaan kran ekspor benih lobster yang dihela korporasi selain sebagai legalisasi penyelundupan dan aktivitas ilegal, langkah ini berprospek menguntungkan segelintir pelaku, terutama eksportir. Adapun negara-negara yang menjadi tujuan atau konsumsi terbesar lobster adalah China, Amerika Serikat, Eropa dan Hong Kong. Wajar adanya, jika realitas tersebut pengundang perhatian publik secara umum dan nelayan itu sendiri.

Merujuk pada sindonews.com (17/7), kebutuhan lobster dunia diperkirakan mencapai 43.000 ton lebih per tahun, jika area budidaya khusus lobster dipakai 50% saja dari yang ada saat ini sekitar 2,3 juta hektare area budidaya. Maka akan menghasilkan sekitar Rp444,6 triliun per tahun, dan mampu menyerap 9,2 juta tenaga kerja. Ditinjau dari stok sumber daya lobster di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), merujuk Permen-KP No. 46/2016, sebesar 8,804 ton/tahun. Padahal, supaya lestari, penangkapan lobster dewasa yang dibolehkan 7,044 ton/tahun, 9 dari 11 WPPNRI telah melampaui tangkap, di Samudera Hindia hanya tersisa 54% dan Laut Banda tersisa 96%.

Itu berarti penangkapan sumber daya lobster di Tanah Air bisa terbilang mengkhawatirkan, karena membebaskan penangkapan dan ekspor benih lobster di seluruh perairan Indonesia sama saja mempercepat kepunahannya.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: