Politik Uang, Penyakit Turunan Pemilu Indonesia

Hajriyanto Tohari

Hajriyanto Tohari

Jakarta, Bhirawa.
Praktik politik uang dalam Pemilu 2014 lebih parah dibanding Pemilu sebelumnya.  Permainan para calo dan broker suara, makin berani dan terang terangan, tanpa sungkan dan takut. Fungsi pengawas Pemilu praktis tak berhasil padahal anggaran diperbesar dan petugas pengawas ditambah jumlahnya .
“Politik uang dalam Pemilu 2014 ini sangat masif dan dilakukan secara terbuka. Hal tersebut terjadi karena tingkat pendidikan masyarakat masih rendah dengan kemiskinan merata. Sehingga tawaran uang seberapapun kecilnya, sepuluh dua puluh ribu, bisa merubah pilihan mereka dalam sesaat,” kata Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Tohari dalam dialog tentang Money Politics Pemilu 2014 di MPR RI, Senin (21/4).
Dijelaskan Hajriyanto, untuk mengatasi hal buruk dan mendewasakan demokrasi, Parpol  diminta ikut bertanggung jawab dengan memberikan pendidikan politik bagi rakyat.
Pembicara dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyebut politik uang pada dasarnya disebabkan Parpol dan Caleg yang tak percaya diri, takut kalah. Penyebaran uang semula diciptakan oleh Parpol dan para Caleg. Rakyat sebenarnya hanya sebagai penerima tawaran, apalagi kondisi rakyat yang pada umumnya miskin. Uang telah mengubah persepsi pilihan rakyat dalam sekejab.
“Politik uang dalam Pemilu Indonesia sudah sebagai penyakit turun temurun yang diwariskan. Sulit memberantas penyakit turunan ini jika tidak ada niat yang kuat. Diperlukan tindakan tegas, efektif dan cepat dari penyelenggara Pemilu untuk mengubah tradisi buruk ini. KPU dan Bawaslu seharusnya membentuk Satgas, agar bisa menindak jual beli suara ini,” papar Ray Rangkuti.
Bawaslu 2014 ini kata Ray, telah diberi kewenangan besar juga dengan dukungan dana yang lebih banyak dibanding Pemilu 2009. Tetapi ternyata kinerja nya tidak jelas. Penambahan jumlah petugas, anehnya makin membuat Bawaslu tak mampu menangani masalah yang ada. [ira]

Tags: