PP ‘Siluman’ Jadi Acuan, Usek Tak Diatur POS

Panitia pemindaian UN, Alimufie Arif dari Unesa menjelaskan mekanisme pemindaian dalam sosialisasi UN di Hotel Sahid Surabaya, Kamis (19/3).

Panitia pemindaian UN, Alimufie Arif dari Unesa menjelaskan mekanisme pemindaian dalam sosialisasi UN di Hotel Sahid Surabaya, Kamis (19/3).

Dindik Jatim, Bhirawa
Meski peraturan menteri dan Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional (UN) telah diterbitkan, namun masih ada kejanggalan yang membuat bingung sejumlah pihak. Di antaranya ialah ketidakjelasan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2015 yang diterbitkan sebagai salah satu acuan pelaksanaan UN.
Sebagai pengganti PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP Nomor 13 Tahun 2015 masih dikenali sebatas nomor saja. Namun secara faktual, PP tersebut tak diketahui isinya. Selain itu, POS UN yang selama ini ditunggu-tunggu tak ada satu pun poin yang mengatur terkait Ujian Sekolah (Usek). Padahal, Usek tahun ini menjadi salah satu pertimbangan kelulusan siswa dari satuan pendidikan.
Diungkapkan Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Sudarminto, sesuai informasi dari Puspendik bahwa PP Nomor 13 Tahun 2015 telah disahkan. Karena itulah kemudian terbit Permendikbud Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dan POS UN 2015. “Tapi sampai sekarang kita tidak tahu bagaimana isinya. Dari Kemendikbud juga belum menyosialisasikan,” tutur dia saat ditemui usai Sosialisasi UN di Hotel Sahid Surabaya, Kamis (18/3).
Seperti diketahui, PP Nomor 13 Tahun 2015 dibuat lantaran untuk menghapus fungsi UN sebagai penentu kelulusan siswa dari satuan pendidikan sebagaimana tertera dalam PP Nomor 19 Tahun 2005. Lambatnya perubahan ini juga menjadi salah satu kendala terbitnya Permendikbud Nomor 5 Tahun 20015 dan POS UN 2015. “Meskipun tidak ada, secara teknis aturan POS sudah lengkap dengan mengacu Permendikbud dan POS,” kata dia.
Sementara terkait Usek, Sudarminto mengatakan sepenuhnya diserahkan ke satuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan Permendikbud. Namun, secara teknis ketentuan pelaksanaan tidak tercantum dalam POS UN. Inilah yang membuat Dindik Surabaya memutuskan untuk mengambil inisiatif dengan membuat kisi-kisi soal Usek secara terpadu melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).  “Ini inisiatif kita agar ada standar mutu kelulusan terkontrol dengan baik. Sebab, setiap sekolah memiliki kualitas berbeda-beda,” kata dia.
Hal ini dilakukan agar tidak ada sekolah yang berupaya membuat soal Usek abal-abal agar nilai siswanya bagus. Tapi sayang, ini tidak terjadi di daerah lain. “Tadi (saat sosialisasi,red) dengan Dindk Jatim banyak yang tanya terkait ini. Banyak daerah yang tidak mempersiapkan kisi-kisi seperti kita (Surabaya,red),” tutur mantan Kepala SMAN 7 Surabaya.
Di Surabaya, lanjut dia, kisi-kisi dibuat sebagai acuan sekolah untuk membuat soal. Tanpa kontrol yang tepat, Sudarminto meyakini akan ada perbedaan yang mendasar terhadap kualitas lulusan. Menurutnya, saat ini pusat telah mempercayakan kepada sekolah untuk melaksanakan Usek dan menjadikannya sebagai penentu kelulusan. “Ini yang harus kita jaga,” tutur dia.
Sudarminto mengaku, meski saat ini sekolah bisa meluluskan seluruh siswanya. Namun, masyarakat tetap bisa menilai kualitas sekolah tanpa melihat jumlah lulusannya. “Misalnya orangtua bisa mengukur kualitas sekolah melihat dari  jumlah lulusannya yang lolos ke PTN,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menegaskan, meski PP Nomor 13 Tahun 2015 itu belum diketahui isinya, namun UN tetap bisa berjalan. Sebab, Permendikbud dan POS sudah cukup jadi acuan teknis.
Sementara terkait POS Usek, Harun mengatakan, pelaksanaannya sama seperti tahun lalu. Semua diserahkan ke sekolah masing-masing. Karena itu, kualitas sekolah itu baik atau buruk akan ditentukan dengan hasil lulusannya sekarang. “Menilai lulusannya tidak bisa sekarang. Tapi nanti setelah mereka masuk ke PTN atau jenjang sekolah di atasnya,” tutur Harun.
Dia menyebutkan, lulusan itu ditentukan oleh dua hal. Yakni nilai Usek dengan bobot 30 – 50 persen, dan nilai rapor dengan bobot 50 – 70 persen. Di daerah lain, Harun yakin seluruh kepala dinas akan berupaya menjaga kualitas Usek. “Daerah lain juga sama. Mereka juga menyiapkan kisi-kisi untuk Usek,” tutur Harun.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Zainudin Maliki menilai positif kebijakan Kemendikbud yang menyerahkan kelulusan siswa ke satuan pendidikan melalui Usek dan rapor. Karena itu, kisi-kisi dan soal Usek seharusnya tetap menjadi tanggung jawab sekolah. “Membuat kisi-kisi Usek itu tidak harus ketika mau Usek. Jauh-jauh hari sebelumnya itu sudah disiapkan instrument evaluasinya. Ini namanya Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS),” pungkas dia. [tam]

Tags: