PPDB Diurus Sekolah

Guru sekolah kelas VI, dan kelas IX, memikul beban tanggunggjawab mendaftarkan “alumni-nya” ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Tidak mudah, karena proses belajar masih mengikuti protokol ketat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), belajar di rumah. Begitu pula guru mengajar dari rumah. Interaktif belajar melalui online. Pada akhir masa sekolah, guru berkewajiban mengurus PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru).
Bimbingan guru masih harus berlanjut, tidak cukup hanya meluluskan anak didiknya (kelas VI, dan kelas IX). Melainkan masih wajib mengantar anak didiknya mendaftar sekolah ke jenjang lebih tinggi. Maka kerjasama orangtua dengan guru sekolah asal, menjadi keniscayaan PPDB, berkait dengan domisili siswa. Tahun ajaran 2020-2021, PPDB diatur dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019.

PPDB masih mengutamakan jalur zonasi, dengan kriteria jarak terdekat siswa dari sekolah. Zonasi harus meliputi lebih dari 50% jumlah peserta didik baru. Sisanya, memberi porsi cukup memadai jalur ke-prestasi-an. Serta memberi peluang peserta didik baru berdasar kepindahan (mutasi) tugas orangtua. Jalur mutasi tugas diperlukan oleh kalangan orangtua berstatus ASN, TNI, Polri, pegawai BUMN, serta pegawai swasta. Seluruhnya dibuktikan dengan dokumen tugas kerja.

Berdasar pengalaman PPDB tahun lalu, masih banyak orangtua tidak mampu mendaftarkan sekolah anaknya. Terutama sekolah tingkat lanjutan (SLTP dan SLTA), karena keterbatasan ekonomi keluarga. Sehingga bulan Juni tahun (2019) lalu menjadi waktu paling kritis anak-anak usia 13-16 tahun. Banyak yang terlambat mendaftar, bahkan sampai putus sekolah. Maka PPDB tahun ini, diurus bersama antara guru sekolah asal dengan orangtua.
Sekolah Negeri (SMP, Madrasah Tsanawiyah, SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah) menjadi “perburuan” setia orangtua murid. Disebabkan biaya pendidikan murah yang disokong pemerintah melalui APBN, APBD Propinsi, serta APBD Kabupaten dan APBD Kota. Sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan Pendidikan dibagi kewenangan. Yakni, pemerintah propinsi bertanggungjawab pada pendididikan jenjang SLTA (SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah). Sedangkan pemerintah kabupaten dan kota bertanggungjawab pada jenjang SD, dan SMP.

Selain jarak rumah dengan sekolah tujuan (jenjang yang lebih tinggi), diperlukan nilai sekolah yang lebih tinggi pula. Prestasi akademis cukup strategis sebagai “senjata” beradu peringkat dalam penerimaan peserta didik baru. Termasuk dalam kriteria zonasi, juga menggunakan prestasi akademik sebagai pemeringkat. Berdasar pengalaman tahun (2019) lalu, sekolah negeri bukan sekadar menjadi sekolah “favorit.” Melainkan juga menjadi pilihan utama paling populer.

Banyak calon peserta didik berprestasi akademik sangat baik, tetapi tidak bisa diterima di SMP Negeri, karena “kalah” jarak. Sehingga harus masuk sekolah swasta, yang jauh pula jaraknya dari rumah. Banyak yang putus sekolah setelah beberapa bulan mengikuti pelajaran kelas VII. Hal yang sama juga dialami murid lulusan SMP dan Madrasah Tsanawiyah. Tidak dapat masuk SMA, MA, dan SMK Negeri, karena kalah jarak. Gak lama, juga putus sekolah.Karena biaya pendidikan tinggi.

Diperlukan kepedulian pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) mencegah putus sekolah. Antara lain melalui penambahan anggaran sektor pendidikan, seperti diamanatkan konstitusi. UUD pada pasal 31 ayat (4), menyatakan, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”

Ironisnya, saat ini beberapa Pemda masih bebal, karena mengira alokasi anggaran pendidikan (20%) terlalu besar. Padahal indeks pendidikan (lama sekolah) masyarakat akan sangat berpengaruh pada kemajuan daerah.
——— 000 ———

Rate this article!
PPDB Diurus Sekolah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: