PPDB Zonasi Membuat Orang Lakukan Tipu Daya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi

Wali Kota Surabaya: APEKSI Minta PPDB Sistem Zonasi Dievaluasi

Surabaya, Bhirawa
Pemerataan pendidikan yang berkeadilan melalui sistem zonasi, membuat sebagian warga berbuat curang. Pelbagai cara pun dilakukan demi masuk di sekolah SMA/SMK negeri saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB).

Di Jawa Timur sendiri, belum terlihat adanya akses layanan pendidikan. Sebab, kebijakan zonasi ini belum diimbangi dengan pemerataan sekolah-sekolah negeri baru. Hal ini dibuktikan dengan sarana prasarana dan tenaga pendidik yang jomplang di setiap sekolah. Terlebih di sekolah yang tidak berada di daerah perkotaan.

Hal ini menjadikan sistem zonasi menjadi momok menakutkan bagi para calon siswa. Di mana, siswa-siswa yang berprestasi tidak bisa mendapatkan lingkungan dan sekolah yang cocok untuk meningkatkan mutunya. Malah, mereka ‘terdampar’ dan terpaksa untuk tetap berada di daerahnya, yang mana ada kemungkinan sekolah itu tidak bisa memfasilitasi siswa-siswa berprestasi.

“Sistem zonasi sekolah membuat orang untuk untuk melakukan tipu daya, melakukan kebohongan. artinya, ini menanamkan perilaku yang tidak baik,” kata Ketua DPRD Jatim, Kusnadi usai mendapati keluhan warga saat melakukan reses II tahun 2023 di Desa Sumput, Sidoarjo, Senin (17/7).

Politisi PDI Perjuangan ini pun menegaskan bahwa sistem zonasi mengajarkan warga negara untuk berperilaku tidak baik. Bagi DPRD Jatim, lanjut Kusnadi, jangan sampai ada warga negara yang haknya terhilangkan karena prosedur yang ada. Pasalnya, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

“Ini hak hakiki untuk mendapatkan pendidikan yang baik yang dilindungi oleh konstitusi. Tapi, sistem yang dibangun itu menghilangkan hak warga negara. Itu berarti melanggar konstitusi,” tegasnya.

Menurut Kusnadi, dengan adanya sistem zonasi ini perlu ditinjau kembali. Alasannya, lanjut dia, kalau memang ingin tetap melaksanakan zonasi, maka perangkat yang harus disiapkan dalam hal ini sekolah harus memadai.

Pihaknya memberikan contoh di wilayah Sidoarjo hanya ada beberapa jumlah SMA/SMK negeri. Sedangkan, jumlah Kecamatan di Kota Udang ini ada 18 Kecamatan. “Artinya, kecamatan-kecamatan yang berada jauh dari sekolahan itu. Ini membuat anak sekolah kehilangan haknya untuk bisa sekolah di negeri,” urainya.

“Artinya ini kan belum ada pemerataan. Banyak keluhan lagi soal zonasi yang muncul setiap penerimaan siswa baru. Maka perlu dipikirkan lagi, ditata lagi dan sistem apa yang digunakan agar warga yang tidak berada di zona itu tidak kehilangan haknya,” pungkasnya.

APEKSI Minta Dievaluasi
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sepakat meminta kepada pemerintah pusat, agar pendaftaran peserta didik baru (PPDB) pada sistem zonasi dilakukan evaluasi. Hal itu sebagaimana terungkap dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-XVI APEKSI di Kota Makassar pada 10-14 Juli 2023.

“Jadi semua kepala daerah pada waktu APEKSI mengatakan termasuk zonasi ini agar dapat dievaluasi. Karena apa? zonasi ini kan ada yang jaraknya dekat, karena kita (pemerintah daerah) belum siap untuk semua kecamatan ada sekolah SD, SMP, SMA,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, saat dikonfirmasi, Rabu (19/7).

Aturan terkait sistem zonasi ini sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Wali Kota Eri juga menyatakan bahwa tidak semua dalam wilayah kelurahan terdapat SD, SMP maupun SMA negeri. Nah, jika berpedoman sistem zonasi, anak di dalam kelurahan ini akan sulit masuk ke sekolah negeri yang ada di wilayah lain. Sebab, anak itu akan tergeser dengan calon peserta didik lain yang domisilinya lebih dekat dengan sekolah negeri.

“Jadi kalau (dibuat kuota) 20 persen kelurahan, 20 persen kecamatan, salah, di-loss ya salah. Itu akhirnya semua kepala daerah kemarin (Rakernas APEKSI) menyampaikan,” ungkapnya.

Bahkan, Wali Kota Eri menyebut, dalam Rakernas APEKSI di Makassar, tiga tokoh nasional Indonesia juga sepakat menyampaikan terkait dengan persoalan PPDB sistem zonasi. Ketiganya adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. “Ketiganya menyampaikan terkait permasalahan zonasi. Semoga ini ada gambaran ke depannya nanti seperti apa,” tutur Cak Eri, sapaan lekat Wali Kota Surabaya.

Di lain hal, Cak Eri juga menegaskan, bahwa ada pedoman terkait domisili dalam PPDB sistem zonasi di Kota Surabaya. Dimana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan syarat minimal satu tahun domisili untuk pendaftaran PPDB sistem zonasi.

“Di Surabaya seperti domisili, kita sudah tahu bahwa ketika dia belum satu tahun (tinggal di Surabaya) tidak boleh. Makanya kita lihat KSK-nya (Kartu Susunan Keluarga), dia satu tahun apa tidak, kalau tidak, ya tidak boleh,” tegasnya.

Pedoman terkait domisili di Kota Pahlawan sebelumnya juga diterapkan Pemkot Surabaya dalam menentukan daftar sasaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Sosial (Bansos).

Menurutnya, hal ini dilakukan karena banyak warga luar daerah yang domisili KTP Surabaya hanya ingin mendapat intervensi bantuan termasuk layanan kesehatan. Bahkan, kata dia, ada satu rumah di Surabaya yang digunakan untuk domisili hingga 40 KK (Kartu Keluarga). “Makanya itu sekarang kita adakan cleansing data karena itu. Cleansing data juga termasuk untuk (PPDB) sistem zonasi,” pungkasnya. [geh.iib]

Tags: