PT Garam di SP3, Pakar Hukum Minta Kajati Jatim DIganti

Justice is servedKejati Jatim, Bhirawa
SP3 (Surat Perintah Perhentian Penyidikan) yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terhadap kasus dugaan korupsi pelepasan lahan PT Garam, mendapat kritikan pedas. Tak tanggung-tanggung, Ahli Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya I Wayan Titib Sulaksana angkat bicara dengan menginginkan Kepala Kejati (Kajati) Jatim Arminsyah diganti dari jabatannya.
Tak hanya Kajati, Wayan meminta agar Aspidsus Kejati Jatim Febry Ardiyansah beserta jajaran di unit pidana khusus (pidsus) Kejaksaan diganti semua. Menurut Wayan, pihaknya ingin Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menindak tegas sikap Kajati dan pejabat di pidsus yang tidak profesioanl dalam menangani perkara pidana umum.
“Kejaksaan terlalu terburu-buru dan terkesan mengejar target untuk proses pengusutannya. Jelas-jelas sudah ada penetapan tersangkanya, lah kok di SP3,” terang Wayan saat dimintai pendapat, Kamis (22/5).
Atas SP3 kasus PT Garam, Wayan mengatakan, siapapun patut curiga akan adanya intervensi atas penanganan kasus PT Garam yang berujung pada SP3. Selain itu, Wayan menduga adanya keterkaitan antara Kajati Arminsyah dengan Hartono Tanoesoedibjo, salah satu pemegang saham PT Simtex, pemenang lelang yang kini menguasai lahan milik PT Garam di Salemba, Jakarta.
Adanya dugaan itu, Wayan meminta agar Kejagung memberi ketegasan untuk pihak Kejati Jatim supaya mengurusi pidana umum saja. Sebab, dalam menangani urusan pidana khusus, Kejaksaan dinilai tidak becus.
“Biar pidana khusus diambil ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kinerjanya cepat dan tepat pada sasarn. Sedangkan Kejaksaan Tinggi Jatim mulai sekarang cukup menangani urusan pidana umum,” ungkapnya.
Disinggung terkait kebenaran SP3 yang ditetapkan oleh Kejati, Wayan menegaskan, kasus itu sudah masuk ke penyidikan dan sudah ada nama tersangkanya. Lalu, kenapa kasus itu harus di SP3 dengan alasan tidak ada kerugian negaranya. Padahal, dalam menentukan siapa tersangkanya tentu diikuti dengan adanya kerugian negara.
“Kenapa alasan tidak ada kerugian negara dijadikan dasar SP3 kasus itu? Padahal, tersangka ditentukan oleh adanya indikasi kerugian negaranya,” tegas pria yang juga ketua Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) itu.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Febry Adriansyah, menegaskan bahwa pengustan kasus PT Garam sudah di SP3. Penentuan itu dijelaskan dengan dua alasan, yakni tidak ditemukannya kerugian negara dalam kasus ini serta pengusutan kasus itu sudah lama.
“Kasus ini juga sudah lama diusut, hampir setahun, tapi penyidik tidak menemukan bukti kuat adanya kerugian negara,” urainya.
Disinggung terkait adakah kaitannya SP3 kasus itu dengan menjadi atensi dari Kejagung atau bahkan intervensi Kejagung, Febry mengelak dengan mengatakan bahwa SP3 kasus itu benar-benar murni dari penyidikan yang dilakukannya. “Tidak ada atensi maupun apa lah,” tuturnya.
Sedangkan, Kasidik Pidsus Kejati Mohammad Rohmadi sebelumnya menjelaskan, mantan Dirut PT Garam Leo Pramuka ditetapkan tersangka karena menetapkan limit harga Rp 20,5 miliar lahan sendiri, tanpa melalui musyawarah dulu dengan panitia. Harga itu jauh lebih murah dari limit harga yang ditetapkan di lelang pertam, Rp 51 miliar. Lahan seluas 1.500 meter persegi di Salemba, Jakarta itu akhirnya dikuasai PT Simtex.
Terkait itu, Febry menjelaskan bahwa bukti permulaan adanya penyimpangan penetapan harga memang sudah ada. Namun, bukti itu tidak didukung oleh bukti lainnya. “Tapi SP3 bukan berarti kasus ini ditutup selamanya. Kalau ada bukti baru bisa dibuka lagi,” tandasnya. [bed]

Tags: