Puisi Imam Khoironi

Oleh :
Imam Khoironi

Kita Pergi Ke Laut
Hari ini, badai tak lagi turun
Altar mungkin masih basah dan tubuhmu masih diliputi daun gugur
Saatnya kita pergi ke laut, membersihkan diri.
Mencari matahari, berjemur bagai orang putih
yang ingin hitam seperti pasir yang terbakar dosa-dosa,
orang-orang yang tak berbusana.

Semoga air laut tak kunjung pasang
Sehingga kita bisa membawa anak-anak
untuk belajar membaca karang dan ombak
Tak melulu membaca kartun dan sinetron
dalam libur panjang berbaju belajar di rumah.

Hari mulai siang
Kepalamu masih terjebak di cermin kamar
Langit mungkin bosan menunggu persiapanmu berdandan kekinian
Bergincu, berbedak, bercelana, hingga memakai tabir surya
Hingga sekarang ia kembali mendung
Langkah kita belum tercetak di halaman
Sedang, anak-anak kita sudah memulai acara belajar di rumah:
membaca kartun, membaca whatsapp.

Lamsel, Juni 2020

Hujan di Musim Pandemi
Angin berembus mendatangi pekik burung gereja
Yang berdoa semoga tak ada lagi luka
Lalu bersenandung seiring burung pipit
Yang terbang dan berselawat di musala kecil
Mengiringi dzikir para malaikat penjaga pintu
yang bertugas mengukur suhu

Angin melawat ke raut mendung, memenuhi gelisah tubuhmu
Rinai hujan menenun rindu, musim belum juga berganti
Kita terjebak dalam pandemi:
peti mati yang akan menguburmu
bersama ribuan jasad hujan yang mengering
menjadi debu yang penuh tumpahan air mata

Lampung, Juni 2020

Sebuah Pagi di Dermaga
Aku melagu rindu
Saat debur ombak menjauh
Dan nyiur mulai diam
Lagu laut mulai surut, menggiring kapal ayah pulang
Menemui ibu yang sudah bergincu bertudung manto,
Menari di tepi pantai, sambil menyiapkan keranjang dan aneka es batu

Kutunggu ayah, tiap pagi, dalam bulan Januari
Kularung doa-doa, semoga jaring ayah menangkapnya
Dalam bentuk ikan yang dirindu nelayan
Gemuruh ombak membawa ragaku menyanyi terus
Mengiringi tarian ibu dengan gincu yang mulai tergerus
Aku bertanya, “apakah ayah akan pulang hari ini?”
Ibuku tetap menari, sekali mengangguk menandai

Lalu dari jauh ujung pancang kapal ayah lahir
Gemuruh suara ibu, memanggil
Aku terus menyanyi, menuntaskan penantian ini:
Ayah sampai dermaga dan bercerita
“Tak ada ikan terjaring, dalam berhari-hari
Kami terombang-ambing, dibekap kapal negeri asing.”

Lampung, Juni 2020

Berita Sahur
Bahwa kita dengan penuh resah, mendesah
Seiring lirik angin akhir malam
Menjangkau diri paling asing
Jiwa kita terdampar di pulau
:Konon, di sana dahulu
Seorang pendeta kesepian tak bergembala
Tanpa air tanpa udara, ia mati tak bersuara

Lampung, Mei 2020

Musim Hujan
Angin akan datang membawa kabar gembira, bagimu sebuah sukacita
Tembang bahagia tentang ricik-ricik yang turun dari awan
Kita sedang menunggu musim penghujan, akhir tahun yang penuh hawa dingin
Aku tahu kau akan suka mandi gerimis,
Mencium bau petrichor di halaman depan rumah
Berkeliling menelusuri jalan yang basah.
Hingga sampai pada warung bakso
Tempat yang hangat untuk menjamu rindu

Lampung, Juni 2020
Imam Khoironi. Lahir di desa Cintamulya, Lampung Selatan, 18 Februari 2000. Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Menulis puisi, cerpen, esai dan lainnya. Buku puisi tunggalnya berjudul Denting Jam Dinding (2019/Al-Qolam Media Lestari). Tulisannya juga pernah tersiar di beberapa media cetak dan elektronik.

Rate this article!
Puisi Imam Khoironi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: