Ramadan: Antara Ibadah dan Gaya Hidup Konsumtif

M Agus Muhtadi Bilhaq

Oleh:
M Agus Muhtadi Bilhaq
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Pontianak

Tidak terasa ibadah puasa yang umat muslim jalani telah memasuki minggu ketiga bulan Ramadan. Artinya tidak lama lagi kita akan berpisah dengan ‘tamu agung’ di mana pahala dari amal baik dilipatgandakan oleh-Nya. Karena itu, sudah semestinya sebagai kaum beriman agar tetap istikamah, lebih-lebih meningkatkan intensitas ibadahnya di penghujung akhir Ramadan, mulai dari menjaga shalat fardu, tarawih, tadarus, maupun kegiatan filantropi dan ibadah lainnya.

Berkenaan dengan hal itu, penggalan hadis yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman misalnya, menyebutkan “..barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu (Ramadan), nilainya sama dengan 70 kali lipat dari kewajiban yang dilakukan pada bulan lainnya.” Selain itu, di dalam riwayat lain pun dijelaskan “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala (dari-Nya), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari). Hadis-hadis tersebut kiranya menegaskan keutamaan Ramadan yang tidak boleh dilewatkan, sehingga kita harus mengisinya dengan ibadah dan perbuatan baik.

Namun demikian, fenomena yang kerap muncul justru seakan mengendurnya semangat sebagian umat Islam dalam beribadah memasuki pertengahan hingga menjelang akhir Ramadan. Ini dapat dibuktikan dengan semakin menyusutnya jumlah jama’ah shalat tarawih di banyak masjid. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan pemandangan pasar takjil yang selalu ramai pengunjung setiap harinya. Pusat-pusat perbelanjaan kian ramai mendekati berakhirnya bulan Ramadan serta restoran-restoran yang penuh sesak dengan reservasi acara buka bersama.

Kenyataan tersebut memunculkan kesan bahwa kebutuhan konsumsi masyarakat seakan lebih banyak dibanding hari-hari biasa di luar Ramadan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil studi Nielsen yang menyebutkan bahwa pola konsumsi masyarakat cenderung mengalami peningkatan selama Ramadan. Mulai dari panganan menu berbuka, kuota internet, pakaian, serta seluruh pernak pernik untuk menyambut lebaran semuanya dibeli (konsumsi). Sebaliknya, ibadah shalat tarawih ramai di awal tetapi kendor di akhir. Ironis sekaligus menjadi paradoks, sebab intensitas ibadah seakan kalah jika dibandingkan dengan tingkat serta perilaku konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan, termasuk muslim di Indonesia.

Menyikapi hal itu, ada baiknya untuk menengok kembali firman Allah Swt. sebagaimana termaktub dalam Qs. Al-A’raf: 31 “..makan serta minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” Peringatan senada juga disebutkan dalam Qs. Al-Isra’: 26 “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” Dalam hal ini, terdapat dua term yang digunakan Al-Qur’an sebagai predikat bagi orang-orang yang boros atau berlebihan; tabdzir dan israf.

Secara umum kedua istilah tesebut ditafsirkan sama (sinonim) merujuk pada praktik berlebih-lebihan dalam menggunakan harta yang dimiliki. Artinya sedari awal Al-Qur’an telah memberikan tuntunan bagi umat Islam agar menafkahkan hartanya secara proporsional (tidak melampaui batas). Para ulama juga mendefiniskan istilah tabdzir maupun israf sebagai pemanfaatan harta untuk sesuatu yang dilarang oleh-Nya sehingga apabila seseorang membelanjakan harta yang dimiliki atau mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan maka dia telah berbuat tabdzir atau israf.

Mengacu pada penjelasan di atas, terkait perilaku konsumsi selama Ramadan hendaknya seorang muslim agar lebih bijak dalam menafkahkan harta sehingga terhindar dari sikap boros serta melampaui batas. Alangkah baiknya konsumi dilakukan cukup sewajarnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak perlu berlebihan. Adalah boleh bagi orang yang berpuasa untuk berbuka dengan menu makanan yang menggugah selera. Pun demikian tidak ada larangan bagi muslim untuk membeli pakaian baru dalam rangka memuliakan Idul Fitri. Hanya saja, jangan sampai kegiatan-kegiatan konsumsi tersebut menjadikan puasa Ramadan tercerabut dari tujuan asalnya. Ramadan adalah bulan suci, bulan untuk menggembleng diri, bukan bulan konsumsi! [*]

Tags: