Rekomendasi Dinilai Bela Perusak Cagar Budaya

12-Polrestabes-olah-TKP-di-puing-puing-bangunan-cagar-budaya-Rumah-Radio-Bung-TomoSurabaya, Bhirawa.
Keputusan Komisi C DPRD Surabaya terkait hancurnya rumah radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar 10 dinilai membela perusak maupun pemilik Bangunan Cagar Budaya (BCB), Beng Jayanata. Melalui rapat dengan banyak pihak, Senin (20/6),  memutuskan pihak Jayanata selaku pemilik persil di Jalan Mawar 10 sanggup mengembalikan bangunan sesuai dengan aslinya yang tercatat sebagai cagar budaya.
Selain itu, rapat juga memutuskan Pemkot segera melakukan koordinasi lanjutan dengan pihak Jayanata untuk proses pemulihan dalam waktu secepatnya dan hasilnya dilaporkan kepada Komisi C. Rapat juga memutuskan pemkot serta DPRD membentuk tim pengawas yang tugasnya mengawal proses pembangunan kembali.
Keputusan ini ditandatangani pimpinan dan anggota Komisi C. Selain itu pihak Disbudpar, Dinas PU Cipta Karya dan tata Ruang, Satpol PP, Bagian Hukum, dan PT Jayanata yang langsung dihadiri pemiliknya, Beng Jayanata.
Anggota Tim Cagar Budaya AH Thony mengatakan, keputusan rapat Komisi C itu belum mencerminkan upaya perlindungan dengan pakem dan kaidah teknis penanganan BCB yang dihancurkan. “Ini (keputusan) lebih untuk menolong Jayanata agar bisa segera membangun (ulang) di atas situs cagar budaya,” kata AH Thony, kemarin.
Menurut AH Thony,  keputusan itu sama sekali tidak mencerminkan sikap lembaga dewan yang gigih mempertahankan simbol perjuangan dan kepahlawanan. “Sebaliknya memberi keleluasaan bagi pihak yang tidak mengerti tata krama untuk semakin ugal-ugalan,” tandasnya.
Kalau orang-orang yang duduk di DPRD Surabaya benar-benar sebagai orang Indonesia yang paham sejarah, kata Thony, maka akan mau menghargai sejarah. Terutama sejarah perngorbanan dan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan.
“Terkait insiden pidana pembongkaran rumah radio perjuangan Bung Tomo ini, mereka seharusnya  membentuk panitia khusus. Keberadaan panitia khusus akan menjadi sebuah ukuran masyarakat tentang serius dan tidaknya, penting atau tidaknya, besar atau tidaknya nilai BCB bagi bangsanya,” paparnya.
Thony menilai, anggota DPRD Surabaya yang paham dan menghargai sejarah bisa dilihat dari ukuran sederhana, membentuk panitia khusus. “Tanpa panitia khusus, penanganan dewan hanya sandiwara,” tegasnya.
Sorotan kritis dialamatkan Thony lantaran roboh dan ratanya BCB di Jalan Mawar 10 lantaran jelas melanggar Undang-Undang Cagar Budaya 11/2010 tentang Cagar Budaya. Pada pasal 61 ayat (2) mengamanatkan pemilik dan atau yang menguasai BCB wajib untuk mengamankan.
“Jika faktanya sekarang dibongkar, dewan harusnya melihat pemilik tidak mampu melaksanakan kewajiban yang diamanatkan undang-undang. “Mereka melakukan tindak pidana dan mereka tidak menghargai nilai perjuangan dan sejarah bangsa. Mestinya yang muncul adalah hukuman. Menghukum secara pidana jelas. Namun dewan tidak bisa melakukankanya karena itu bukan ranahnya. Tapi bisa ditunjukkan dengan sikap politisnya yang lebih cerdas dan lebih jelas dalam bentuk yang lain,” urainya.
Thony mencontohan sikap yang bisa ditempuh dewan, misalkan dengan merekomendasi kepada wali kota atau dinas terkait lainnya supaya mencabut izin apa saja yang sudah dikeluarkan oleh pemkot atas situs BCB itu. Selain itu, melarang menerbitkan IMB dan lainnya sampai waktu yang tidak terbatas berdasarkan pasal 88 Undang-Undang Cagar Budaya.
Terpisah, relawan BCB Surabaya Isa Anshori terus mengikuti perkembangan hancurnya bangunan rumah eks radio perjuangan Bung Tomo. “Relawan lintas elemen di Surabaya akan bersurat ke Polrestabes mengenai perkembangan penanganan kasus pidana ini. Surat disertai tembusan ke banyak pihak. Adak e Polda Jatim, Mabes Polri, KPK, dan pihak lainnya. Keberadaan surat ini menguatkan bahwa masyarakat Surabata tidak tinggal diam atas rusaknya bangunan cagar budaya,” pungkas Isa. (geh)

Tags: