Ringankan Beban Belajar Anak

foto ilustrasi

Sekitar delapan bulan sudah, pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi covid-19 berlangsung di negeri ini. Sepanjang pelaksanaan PJJ itu pula, berbagai persoalan menyertainya. Pada PJJ fase I (periode Maret-Juli 2020) dari belum ada aturan teknis yang jelas, masih digunakannya kurikulum normal, tugas menumpuk, kompetensi guru dan orang tua, serta masih adanya bongkar pasang model PJJ. Selain itu, PJJ dianggap membosankan, supervisi dari dinas pendidikan tidak maksimal, kepemilikan gawai dari siswa dan guru minim, dan kuota internet yang terbatas.

Sejumlah masalah itupun direspon oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan mengeluarkan sejumlah regulasi dan pemberian materi PJJ, melalui diterbitkannya Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, yakni meluncurkan program belajar melalui TVRI, dan relaksasi dana bantuan operasional sekolah (BOS), bahkan bantuan kuota internet pun diberikan. Termasuk berbagai kebijakan yang bertujuan meringankan beban siswa, guru, dan orang tua di masa pandemi pun terus dikomunikasi oleh Kemendikbud. Contohnya, terus mendorong sekolah memakai kurikulum yang disederhanakan di masa pandemi demi meringankan beban guru, siswa, dan orangtua.

Regulasi tersebut sejatinya sedikit banyak telah membantu pelaksanaan PJJ. Namun sayang, realitas di lapangan justru memperlihatkan tidak ada perbaikan yang berarti dalam pelaksanaan PJJ pada fase II, Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020-2021. Bahkan, dalam pelaksanaan PJJ penggunaan kurikulum normal masih banyak terjadi. Model PJJ disamaratakan di semua tempat, dan sekolah tidak memiliki pedoman PJJ sebagai akibatnya potret tugas menumpuk tidak bisa terhindarkan.

Situasi yang demikian, tidak heran jika menyurut peserta didik mengalami depresi yang berakibat fatal seperti adanya dua siswa yang bunuh diri di Kabupaten Gowa dan Kota Tarakan yang diduga depresi karena menumpuknya tugas saat PJJ. Sejatinya, persoalan tersebut tidak bakal terjadi manakala aturan Kemendikbud benar-benar diindahkan atau ditaati oleh dinas pendidikan dan sekolah.

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: