Saksi Benarkan Korban Meninggal Dunia Bukan karena Laka

Beralihnya status menjadi tahanan kota, terdakwa Achmad Hilmi Hamdani disambut sorak sorai dari teman driver ojek online yang ikut dalam persidangan di PN Surabaya, Rabu (30/1). [abednego/bhirawa]

(Sidang Laka Lantas Ojek Online dan Oknum Marinir)

PN Surabaya, Bhirawa
Ribuan driver ojek online yang tergabung dalam Perhimpunan Driver Online Indonesia (PDOI) Jatim memadati Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (30/1). Kedatangan mereka melainkan untuk aksi solidaritas rekannya sesama driver , yakni Achmad Hilmi Hamdani yang menjadi terdakwa perkara kecelakaan lalu lintas (laka lantas) di Jl Mastrip pada 17 April 2018.
Saat itu, Hilmi sedang mengantar penumpang bernama Umi Insiyah (korban) ke Jl Bogangin Baru Karang Pilang Surabaya. Sesampainya di Jl Mastrip, motornya diduga ditabrak oleh oknum marinir, yakni Miftakhul Effendi. Kemudian dari laka lantas itu, korban Umi Insiyah dirawat di rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Anehnya, dari kejadian laka lantas tersebut, Hilmi yang sebagai driver ojek online itu ditetapkan tersangka oleh kepolisian dan dilakukan penahanan. Begitu juga di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dilakukan penahanan kepada Hilmi. Guna memperjelas pekara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neldy Denny menghadirkan tiga saksi, yakni dari kepolisian, oknum marinir dan anak korban.
Saksi pertama yang dimintai keterangan, yakni saksi dari kepolisian, M Taufik. Dalam keterangannya, Taufik mengatakan memang benar kejadian laka lantas itu terjadi pada 17 April 2018, sekitar pukul 19.30. Pihaknya mengaku sampai di TKP selang 10 menit sesudah laka lantas.
“Saat ke TKP, para korban ini sudah dibawa warga setempat ke rumah sakit. Saya hanya melihat serpihan dari laka lantas, dan barang bukti dari kejadian ini disimpan di Koramil setempat,” kata M Taufik di hadapan Ketua Majelis Hakim Maxi Sigarlaki.
Tibalah pada keterangan saksi oknum marinir, Miftakhul Effendi. Saksi Miftakhul menjelaskan, saat mengerti terdakwa hendak berbelok, pihaknya berusaha mengerem kendaraannya. Bahkan pihaknya meloncat dari kendaraan, dan melepas kendaraannya. Dan kecelakaan terjadi.
“Saat itu saya mengetahui bahwa korban dibawa di RS Siti Khodijah. Setelah dinyatakan sembuh, saya mendapat informasi bahwa korban meninggal dunia setelah tiga bulan pasca kejadian (laka lantas). Bahkan saat saya tanya dokter terkait diagnosa korban, tidak ditemukan adanya luka gegar otak,” terang Miftakhul.
Masih kata Miftakhul, pihaknya mengetahui korban meninggal dunia dari pihak keluarga. Tapi korban meninggal itu tiga bulan pasca kejadian kecelakaan. “Saya tahunya dari pihak keluarga korban. Keluarga mengaku bahwa korban terindikasi terkena diabetes dan terakhir terkena paru-paru basah dan meninggal dunia,” ucapnya.
Saat ditanya hakim perihal adakah kesepakatan bersama antara ketiga pihak, Miftakhul membenarkan hal itu. Pihaknya menegaskan setelah kejadian tersebut, terdakwa diberi santunan Rp 7 juta dan korban Umi Insiyah diberi Rp Rp 4,5 juta. “Saat itu juga ada kesepakatan untuk tidak dilanjutkan ke proses hukum. Yakni kesepakatan antara saya dan saudara Hilmi,” imbuhnya.
Mendengar keterangan dari saksi, Ketua Majelis Hakim Maxi Sigarlaki memberikan pengalihan tahanan bagi terdakwa. “Majelis Hakim mengalihkan penahanan (terdakwa) dari Rumah Tahanan (Rutan) menjadi tahanan kota. Namun terdakwa harus tetap datang dalam persidangan,” pungkas Hakim Maxi Sigarlaki disambut teriakan syukur dari rekan terdakwa di ruang sidang.
Usai persidangan, salah satu penasihat hukum terdakwa, Hans Edward menegaskan, terdapat poin penting dalam persidangan yang beragendakan saksi ini. Yakni, korban Umi Insiyah meninggal bukan akibat kecelakaan. Korban meninggal dunia karena sesak nafas. Sebab korban meninggal dunia setelah tiga bulan pasca kecelakaan, dan itu sudah keluar dari RS Siti Khodijah. [bed]

Tags: