Sambut Natal, Siapkan Dua Patung Raksasa dari Bahan Bekas

Menyambut Hari Natal 2016, umat Kristen di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan menyiapkan dua patung raksasa Yesus dan Bunda Maria dari bahan bekas, salah satunya kertas semen. [alimun hakim]

Menyambut Hari Natal 2016, umat Kristen di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan menyiapkan dua patung raksasa Yesus dan Bunda Maria dari bahan bekas, salah satunya kertas semen. [alimun hakim]

Tiga Umat Beragama di Desa Pancasila Hidup Damai
Kabupaten Lamongan, Bhirawa
Menyambut Natal 2016 umat Kristen di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan menyiapkan dua patung raksasa dari bahan bekas. Umat lain, yakni Islam dan Hindu  menjaga agar pelaksanaan Natal di desa itu berjalan aman dan damai. Tak salah jika Desa Balun mendapat julukan Desa Pancasila, karena desa ini mengajarkan toleransi beragama secara riil sejak dulu.
Dua patung bakal menjadi penghias di gereja dalam perayaan Natal di Desa Balun nanti. Patung raksasa yang bakal berdiri megah di gereja itu tidak lain patung Yesus dan Bunda Maria.
Menurut salah seorang pembuat patung tersebut, Joko Istopo, dua patung raksasa ini terbuat dari bahan-bahan bekas, di antaranya dari kertas bungkus semen dan bambu yang digunakan sebagai kerangka patung dan juga keranjang ikan bekas yang memang banyak ditemui di desa mereka. “Untuk membuat patung setinggi 4 meter dan 2,5 meter ini kami membutuhkan sekitar 400 sak bekas semen,” katanya, Selasa (20/12).
Untuk mempercantik patung ini, Joko bersama kawan-kawannya melapisi kertas semen dengan cat anti air sebelum dicat kembali dengan cat minyak.
Sementara itu sebagai tambahan ornamen, Joko memanfaatkan stereoform.Namun, bagian yang tersulit, diakui oleh Joko, adalah membuat bagian kepala, tangan dan kaki. “Kami memulai membuat patung ini sejak November lalu di sela-sela kegiatan sehari-hari, terutama malam hari,” ujarnya.
Ketua wilayah GKJW Desa Balun Sutrisno mengatakan pembuatan dua patung ini tidak ada maksud lain selain ingin tampil beda dan memberi kesan lain dalam perayaan Natal tahun ini. Dua patung ini, kata Sutrisno, terdiri dari patung Yesus Memberkati setinggi 4 meter dan patung Bunda Maria sedang menggendong bayi Yesus. “Rencananya akan kami letakkan di depan gereja dan di atas gereja,” ungkapnya.
Selain membuat patung raksasa ini, lanjut Sutrisno, seperti tahun-tahun yang lalu juga membuat kegiatan lomba membuat pohon Natal dari barang-barang daur ulang. Sama seperti patung, aku Sutrisno, hiasan pohon Natal ini juga akan dipasang di gereja. “Untuk juri lomba pohon Natal dari barang daur ulang ini kami mendatangkan dari luar desa,” terangnya.
Seperti diketahui, Desa Balun merupakan salah satu desa yang dikenal dengan sebutan Desa Pancasila karena keberagaman agama yang ada di desa ini. Dengan keberagaman agama tersebut, warga setempat tetap mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan. Mereka bisa hidup berdampingan, rukun, saling menghargai.
Setidaknya ada tiga agama yang kesemuanya hidup rukun sehari – harinya dengan letak tempat ibadah yang sangat berdekatan. Rumah ibadah tiga umat ini pun lokasinya berdekatan, hanya dipisahkan jalan desa dan lapangan desa. Tiga agama yang hidup rukun berdampingan tersebut adalah Islam, Kristen dan Hindu.
Kerukunan dan toleransi antar umat beragama di desa berpenduduk tak lebih dari 5 ribu jiwa ini juga ditunjukkan ketika salah satu dari agama menggelar acara keagamaan.  Mereka saling bergantian menjaga agar ibadah berlangsung aman dan tanpa gangguan.  “Misalnya ketika nanti umat Kristen merayakan Natal, maka umat agama lain ikut menjaga,” tutur Sutrisno.
Sutrisno menyebutkan salah satu penyebab yang membuat toleransi di Desa Balun sangat baik adalah kultur. “Masyarakat Balun mulai nenek kakek saya diajarkan pentingnya untuk toleransi dan saling menghormati satu sama lain,” katanya.
Dia mengakui peranan tokoh agama dalam memberi pemahaman kepada umat ikut mendukung kerukunan di Desa Balun.
Sekretaris Desa Balun Rokhim, mengatakan tak pernah ada program khusus untuk kerukunan antar umat beragama di desa itu karena sudah berjalan alami dari dulu.
Menurutnya, warga tahu betul tentang toleransi dan melihat perbedaan sebagai hal yang indah sehingga tak perlu diperdebatkan.
“Saya harap kerukunan masyarakat Balun menjadi contoh untuk warga lain tentang bagaimana kami merawat toleransi dan hidup berdampingan meski berbeda agama,” tuturnya. [Alimun Hakim]

Tags: