SE Kapolri Berpotensi Langgar Hak Demokrasi Masyarakat

Badrodin Haiti

Badrodin Haiti

Jakarta, Bhirawa
Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti terkait penanganan ujaran kebencian direaksi beragam kalangan. SE itu dinilai berpotensi melanggar hak demokrasi meskipun bertujuan meredam aspirasi masyarakat.
“SE Kapolri itu untuk meredam aspirasi masyarakat karena apabila terkait konflik sosial, sudah ada undang-undang yang mengaturnya,” kata  Wakil Ketua Komisi III DPR  Desmond J Mahesa, Senin (2/11).
Dia mengatakan, SE Kapolri itu ditujukkan pada siapa, apakah seluruh warga negara bisa dikenakan atau hanya ketakutan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla atas kritik masyarakat. Menurut Desmond, langkah untuk mencegah konflik agama dan sosial sudah ada aturannya sehingga diduga untuk meredam suara kritis masyarakat.
“Apabila untuk meredam suara kritis maka sama saja hidupkan ‘pasal karet’ dalam KUHP yang sudah dicabut Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Dia mengatakan, apabila tujuan terbitnya SE itu agar tidak ada masyarakat yang mengkritik pemerintah, maka itu sudah berlebihan. Menurut dia, apabila tujuannya agar tidak ada komentar masyarakat yang berpotensi menyebarkan kebencian, maka harus dibedakan konteksnya.
Untuk diketahui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan surat edaran bernomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) pada 8 Oktober 2015. Surat ini bertujuan untuk menindak netizen yang mengutarakan kebencian hingga berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Kadivhumas Polri Irjen Anton Charliyan secara tergas mengatakan penerbitan SE Kapolri bukan bertujuan untuk membungkam kebebasan berpendapat. “Ini (penerbitan SE) bukan untuk membungkam kebebasan berpendapat,” kata Anton di Mabes Polri.
Penerbitan SE ini, kata dia, dilatarbelakangi oleh beberapa kasus di Tanah Air beberapa waktu lalu yang terjadi karena ujaran kebencian berbau SARA yang dihembuskan pihak yang menginginkan perpecahan.
“Dua kasus paling baru, kasus Tolikara, mereka (masyarakat) berkumpul via dunia maya. Kasus Singkil, ada provokasi bakar gereja lewat dunia maya. Jangan sampai (kecanggihan) elektronik dijadikan alat,” katanya.
Adanya SE, kata dia, hanya mengingatkan semua pihak agar berbicara, mengeluarkan pendapat di muka umum atau di dunia maya dan berorasi dengan lebih hati-hati. “Mulutmu harimaumu. Jangan sembarangan berbicara. Sebagai bangsa yang santun, cerminkan budaya kata dan bahasa yang baik,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan SE Kapolri  jangan sampai mematikan hak rakyat dalam kebebasan berpendapat. “Semangat untuk meredam api kebencian dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa adalah sangat bagus, namun jangan sampai mematikan hak rakyat dalam kebebasan berpendapat,” kata Jazuli Juwaini .
Selain itu menurut dia, jangan sampai Surat Edaran Kapolri itu memasung hak-hak demokrasi masyarakat. Dia menilai SE itu harus dicermati dan jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara rakyat dalam memberikan masukan pada pemerintah. “Jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara rakyat dalam memberikan masukan yang positif dan konstruktif untuk melakukan perbaikan,” katanya.
Jazuli mengatakan, FPKS akan melihat dahulu secara lengkap surat edaran tersebut seperti apa. Dia menilai bisa saja Komisi III DPR meminta penjelasan dari Kapolri apabila ada hal-hal yang dipandang bisa membungkam kebebasan rakyat. “Meski dalam waktu yang sama, masyarakat juga harus mengedepankan etika dalam menyampaikan aspirasinya,” katanya. [ira,ins]

Tags: