Sejarah Bangsa Indonesia Terlahir dari Jl Peneleh 7

pengunjung saat melihat rumah Jl Peneleh 7 No 29-31 Surabaya.

pengunjung saat melihat rumah HOS Tjokroaminoto di Jl Peneleh 7 No 29-31 Surabaya.

Kota Surabaya, Bhirawa
Tahun ini Indonesia menapaki usia yang ke-69. Banyak orang tak mengetahui sebagian perjalanan sejarah bangsa Indonesia dilahirkan di Jl Peneleh 7 No 29-31 Surabaya. Dalam sejarahnya, rumah tua milik Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto melahirkan tokoh- tokoh penting yang mewarnai perjalanan Republik ini.
Memasuki sebuah gang di Jl Peneleh 7, mata kita akan tertuju pada salah satu rumah berornamen lama yang dihiasi dengan pagar dan pintu berwarna hijau itu. Siapa sangka dari rumah ini menjadi cikal bakal berdirinya suatu pergerakan yang dinamakan Sarekat Islam. Yang mana pergerakan ini sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam dan bermetamorfosis menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada 1912.
Dengan pintu rumah yang terbuka, Anda akan disambut oleh Eko Hadiratno selaku pengelola rumah milik HOS Tjokroaminoto. Pria asal Kediri ini menceritakan, sebelumnya rumah milik HOS Tjokroaminoto ini tak terlacak keberadaannya oleh sejarah. Namun, pada 1996 datanglah Sukmawati, salah satu puteri Soekarno dengan membawa tulisan tangan Soekarno yang menyatakan bahwa Presiden RI yang pertama pernah tinggal di rumah yang berada di Jl Peneleh 7 No 29-31 Surabaya ini.
“Saat itu Bu Sukmawati didampingi Wakil Wali Kota Surabaya Bambang DH menandatangani sebuah pernyataan bahwa ayahnya Soekarno pernah tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto,” ungkap Eko sembari menceritakan sejarah rumah tersebut belum lama ini.
Pada saat itulah Pemkot Surabaya menjadikan rumah HOS Tjokroaminoto sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilindungi. Sedangkan untuk pengelola bangunan ini, Eko menjelaskan penanggungjawab pengelolaan rumah diserahkan pada Ketua RT dan RW setempat. Sebab, status rumah itu masih cagar budaya dan bukan museum. Oleh karenanya, pria 46 tahun ini mengatakan setiap ada pergantian Ketua RT, maka RT yang baru diberi tanggungjawab untuk mengelola tempat ini.
Pria yang juga Ketua RT 2 ini menjelaskan, tidak ada batasan waktu dan berapapun jumlah pengunjung yang hendak berkunjung ke rumah ini. Bahkan, tak jarang juga dirinya menjumpai pengunjung dari luar negeri yang mampir ke rumah HOS Tjkroaminoto dengan tujuan ingin mengetahui cikal bakal perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia. “Pengunjung dari luar negeri yang sering datang kemari, kebanyakan dari negeri Belanda, Jepang, dan Kanada,” terangnya.
Sedangkan banyak tidaknya pengunjung setiap hari juga tidak dapat ditentukan. Biasanya, peningkatan jumlah pengunjung terjadi pada saat hari-hari nasional atau hari pahlawan. Sebab, di hari itu kunjungan banyak dilakukan oleh siswa-siswi SMA, maupun mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi di Surabaya dan luar kota.
Selama ditetapkan sebagai pengelola pada 2010, Eko mengaku insentif yang didapat dari Dinas Parawisata Kota Surabaya sangat minim. Namun, melalui proses dimana perawatan cagar budaya itu tidak murah dan bertepatan dengan kedatangan Komisi C, dia berani menanyakan apa benar anggaran untuk cagar budaya sangat minim. Bapak tiga orang anak ini bertekad dan mengajukan penambahan intensif untuk mengelola cagar budaya. Sebab, dia melihat kebanyakan cagar budaya peninggalan bangsa ini sangat tidak terawat. Keinginan itu direspon, akhirnya anggaran dari Dinas  Pariwisata naik 50%.
Selama empat tahun ditunjuk sebagai pengelola, renovasi rumah HOS Tjokroaminoto terjadi selama tiga kali. Mulai 2010, 2011, dan 2013. Renovasi yang dilakukan pun tidak mengubah bangungan aslinya, hanya  saja Dinas Pariwisata merawat pengecatan dan hanya penyempurnaan bangunan di sana sini saja, serta penambahan koleksi foto baca.
“Dengan penambahan foto baca, maka pengunjung tidak hanya mengunjungi rumah kosong saja. Melainkan mendapatkan ilmu dan pengetahuan sejarah bahwa Presiden pertama RI pernah tinggal dirumah ini,” pungkasnya. [bed]

Tags: