Sekolah Dilarang Bisnis

Masuk sekolah tahun ajaran baru 2023 – 2024 sudah dimulai untuk tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga SLTA. Orangtua sibuk membeli seragam sekolah, serta peralatan alat tulis, termasuk tas sekolah. Belanja rumahtangga mengalami peningkatan. Bagai gayung bersambut Pegadaian juga nampak lebih ramai melayani nasabah. Lebih lagi Pegadaian memiliki program gadai tanpa bunga (0%) untuk mahasiswa dan ibu rumahtangga.

Pegadaian menjadi muara penyedia uang, nampak ramai sejak awal bulan Juli (setengah bulan menjelang tahun ajaran baru). Seolah merespons kebutuhan ke-ekonomi-an ibu-ibu rumahtangga, Pegadaian memberi fasilitasi gadai tanpa bunga, sampai pagu (terbesar) Rp 1 juta. Anehnya pagu itu (Rp 1 juta) pas persis untuk membeli seragam sekolah, tas, buku tulis (dan alat tulis lain), serta sepatu baru. Semakin berat manakala harus membeli sarana per-sekolah-an untuk beberapa anak.

Pegadaian bagai penglipur orangtua murid. Anak-anak bisa memulai tahun ajaran baru, dengan seragam baru, sepatu baru, dan penampilan baru. Bersamaan dengan awal tahun ajaran baru, Pegadaian meluncurkan program gadai tanpa bunga. Targetnya, meningkatkan tambahan nasabah sampai dua juta orang. Omzet Pegadaian melejit sampai mencapai Rp 160 trilyun.

Belanja kebutuhan pada atahun ajaran baru sering dimanfaatkan pihak (sekolah) untuk berbisnis. Tiba-tiba berdiri koperasi sekolah. Serta tidak jarang, bisnis sekolah “di-wakil-kan” kepada Komite Sekolah (organisasi orangtua murid). Bisnis sekolah biasanya, terutama seragam sekolah, dan buku pendamping. Ironisnya, seragam sekolah yang dijual dibanderol lebih mahal dibanding harga normal (di took seragam). Bisa jadi, bahan kain seragam yang dijual lebih berkualitas.

Lebih lagi, seragam yang dijual oleh “koperasi” sekolah tergolong paket komplet, meliputi seluruh jenis seragam (batik, pramuka, dan seragam tingkat sekolah). Total yang harus dibeli berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Harga mahal seragam sekolah menjadi tren di seluruh Indonesia. Sangat viral secara nasional. Menyebabkan kegaduhan sosial. sehingga beberapa daerah (propinsi, serta kabupaten dan kota), melarang sekolah berbisnis.

Di Jawa Timur, Dinas Pendidikan telah menyatakan moratorium (penghentian) penjualan seragam sekolah. Kecuali jika harganya lebih murah, dan bersifat tidak wajib. Bahkan di Jawa Barat, larangan sekolah berbisnis menjadi sikap DPRD. Namun sesungguhnya, larangan sekolah berbisnis telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

PP pada pasal 181, dan pasal 198, nyata-nyata melarang sekolah menjual seragam atau bahan seragam sekolah. Bahkan PP diperkuat dengan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Pada pasal 12 ayat (1) disebutkan, “Pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua atau wali peserta didik.“

Tugas pokok dan fungsi sekolah, bukan berbisnis seragam. Melainkan proses kependidikan. terutama mencegah putus sekolah. Yakni, dengan meringankan biaya Pendidikan. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 6 ayat (1), dinyatakan, “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.” Terdapat frasa kata “wajib mengikuti pendidikan dasar.”

Pada pasal 17 ayat (2), secara tekstual tertulis kriteria Pendidikan Dasar. Yakni, “Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.”

Setiap sekolah seyogianya berpartisipasi mewujudkan Pendidikan Dasar (Lama sekolah) minimal 9 tahun.

——— 000 ———

Rate this article!
Sekolah Dilarang Bisnis,5 / 5 ( 1votes )
Tags: