Setahun, PTS Nonaktif Harus Penuhi Kekurangan

 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menonaktifkan empat Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Malang. Dari empat institusi tersebut salah satunya.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menonaktifkan empat Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Malang. Dari empat institusi tersebut salah satunya.

Surabaya, Bhirawa
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang statusnya telah dinonaktifkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) harus segera berbenah. Pemerintah hanya memberi batas selama setahun agar PTS melakukan perbaikan yang menyebabkan statusnya menjadi nonaktif.
Menristekdikti Muhammad Nasir mengatakan, pihaknya secara otomatis menutup pangkalan data perguruan tinggi (PDPT) yang statusnya nonaktif. Dengan demikian, PTS tersebut diminta untuk memproses semua kekurangan agar dilengkapi.
“Satu tahun ini saya beri waktu. Setelah tahun 2016 tidak mau memperbaiki, ya wassalam,” kata Nasir saat ditemui usai meresmikan Technopark di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jawa Timur, Jumat (10/7).
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini juga wanti-wanti, selama status nonaktif ini masih berlaku, PTS dilarang menerima mahasiswa baru (maba). Kendati demikian, status mahasiswa lama yang saat ini menjalani perkuliahan tetap diakui oleh Kemenristekdikti.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, sejumlah PTS di Indonesia statusnya dinonaktifkan oleh Dikti karena berbagai persoalan. Di Jatim sendiri terdapat 12 PTS. PTS tersebut, di antaranya Universitas PGRI Banyuwangi, IKIP PGRI Jember, Universitas Bondowoso, IKIP Budi Utomo Malang.
PTS lainnya, yakni STIE Indonesia Malang, ISTP Malang, Undar Jombang, Universitas Nusantara PGRI Kediri, Universitas Teknologi Surabaya (UTS), ITPS Surabaya, STIH Sunan Giri Malang, dan STIE ABI Surabaya.
Mereka dinonaktifkan karena tersandung masalah rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang timpang, konflik internal yayasan, membuka kelas jarak jauh, dan sebagainya. “Problem di kita, banyak dosen yang belum punya Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Karena itu banyak PTS yang rasio dosen dan mahasiswanya jadi besar,” ungkap Nasir.
Sesuai ketentuan, rasio dosen dan mahasiswa untuk ilmu sosial mencapai 1:30. Jumlah ini diberi batas toleransi hingga 1:45. Bidang eksakta rasionya 1:20 dengan toleransi sampai 1:30. Nasir menjelaskan, agar rasio di PTS kembali normal, pihaknya menyiapkan peraturan menteri untuk memberi Nomor Induk Dosen Nasional Khusus (NIDK) bagi dosen-dosen yang sudah pensiun dan tetap mengajar di kampus.
“Kami sudah diskusi dengan PTS, akhir Juli setelah lebaran, kebijakan ini bisa selesai,” jelasnya.
Sementara dosen yang belum memiliki NIDN diminta untuk segera melapor kepada Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) masing-masing. “Syaratnya mudah untuk dapat NIDN. Yang penting tercatat sebagai dosen dengan kualifikasi S2, kemudian lapor Kopertis. Kopertis akan setor ke Jakarta agar dapat NIDN,” tutur Nasir.
Menurut dia, penertiban rasio dosen dan mahasiswa yang tidak imbang ini karena ada dugaan PTS itu membuka kelas jarak jauh dan sarana jual-beli ijazah. Sehingga, PTS yang rasionya di atas 100 langsung dinonaktifkan, sementara yang di bawah 100 diberi peringatan. “Sudah kami imbau untuk segera memproses perbaikan. Kami beri waktu satu tahun ini sejak statusnya dinonaktifkan,” tandasnya. [tam]

Tags: