Siaga Perubahan Musim

Musim segera berganti, kemarau akan segera berakhir. Namun awal musim hujan sudah membawa dampak pedih di Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Banjir bandang (dan longsor) yang menerjang kabupaten Mandailing Natal, dan Padang Pariaman, menyebabkan 22 korban jiwa. Berdasar mapping kebencanaan nasional, tanah longsor bisa mengancam 274 kabupaten. Sebanyak 40 juta lebih penduduk berisiko terpapar dampak longsor.
Terutama di daerah rawan kawasan perbukitan. Namun sebenarnya, tiada bencana yang datang tiba-tiba. Selalu terdapat early warning systems, peringatan dini alamiah. Yakni, banjir air keruh bercampur lumpur, karena menyusutnya daya dukung alam akibat rusaknya lingkungan. Banyak lahan di perbukitan beralih fungsi. Semula banyak ditumbuhan tegakan (pohon tinggi), telah berubah menjadi ladang berkebun. Pemerintah daerah, juga tidak kukuh menjaga rancangan tata-ruang wilayah (RTRW).
Banjir dan longsor di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, tergolong awal musim yang ekstrem. Banjir bandang menerjang gedung sekolah dasar (SD) Negeri desa Muara Saladi (Mandailing Natal), pada saat beraktifitas belajar di dalam kelas. Banjir bandang menerjang tiba-tiba, hingga 12 murid terbawa arus. Tidak terselamatkan. Selain korban jiwa, banjir juga merobohkan 17 rumah, dan menyeret 5 rumah lainnya ke dalam arus air sungai.
Berdasar sigi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), kawasan sebelah utara khatulistiwa, akan diguyur hujan deras peka ini. Antaralain, Sumatera bagian utara (Aceh, Sumut, Sumbar, dan Bengkulu). Ditambah Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua. Kawasan digolongkan rentan, karena berada pada zona tektonik aktif. Yakni, topografi berbukit curam dan memanjang bersambung-sambung.
Banjir bandang, biasa didahului hujan deras (intensitas lebih dari 50 milimeter). Hujan deras mampu menjebol lapisan tanah bagian atas, meluncur makin deras dari arah hulu (perbukitan) ke hilir (sungai). Ditambah lingkungan catchment area (wilayah resapan air) yang buruk, berkurangnya tanaman tegakan. Sedangkan badan sungai, tak mampu menampung air hujan. Bahkan bantaran sungai juga tergerus aliran air.
Tetapi musim hujan awal, bukan hanya menyergap Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Melainkan juga terjadi di Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi pada pekan ketiga bulan Juni lalu, sudah dilanda banjir bandang, mengalir deras di sungai Badeng. Sebanyak 300 rumah di desa Alasmalang, terendam. Sampai Bupati menyatakan status tanggap darurat bencana. Sungai Badeng, mengalir di perbatasan dua daerah, antara Banyuwangi dengan Jember.
Hujan pada bulan Juni, biasa dianggap sebagai hujan “pamitan” musim. Hujan paling akhir sebelum memasuki musim kemarau, sampai bulan November mendatang. Terasa, setiap pergantian musim, seolah-olah selalu membawa dampak bencana. Penghujung musim kemarau saat ini membawa dampak, berupa kebakaran lahan dan hutan. Namun yang paling endemik, selalu terjadi kekeringan parah. Sampai sumur masyarakat (dan berbagai sumber air) mengering.
Di Jawa Timur, kekeringan (parah) terjadi pada 430 desa. Separuhnya tergolong sangat parah, karena tidak memiliki sumber air. Antaralain di kawasan tengah seluruh Madura, dan ujung barat Jawa Timur (Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, dan Magetan). Pemerintah propinsi telah mem-fasilitasi pembuatan sumur bor komunitas. Sedangkan separuhnya harus langsung disuplai air bersih.
Jumlah sawah yang terdampak seluas 25-an ribu hektar, sepertiganya sawah ber-irigasi teknis. Yang benar-benar puso, tidak panen seluas 500-an hektar. Ketersediaan air di Jawa Timur, tergolong minimalis, hanya sebanyak 19,3 milyar meter-kubik. Sedangkan kebutuhan air mencapai 22,2 milyar meter-kubik. Sehingga defisit (kekurangan) sebanyak 2,9 milyar meter-kubik (sekitar 13%). Masih diperlukan banyak embung untuk menyimpan air, sebagai tadah air musim hujan.

——— 000 ———

Rate this article!
Siaga Perubahan Musim,5 / 5 ( 1votes )
Tags: