Sistem Proporsional Terbuka Perburuk Kualitas Pemilu

R-250_188-lukman-hakim-saifuddin-1338424425Jakarta, Bhirawa
Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin minta Parlemen meninjau ulang sistem “proporsional terbuka” yang telah dipakai dalam Pileg 9 April lalu. Sebab sistem proporsional terbuka, ternyata telah merusak kualitas Pemilu yang baru lalu. Money politics, konflik dan kanibalisme antar Caleg se partai, menjadi hal yang lumrah. Belum lagi kecurangan para penyelenggara Pemilu dan masyarakat, dilakukan tanpa takut kena sanksi.
“Sistem proporsional terbuka dalam Pemilu yang dicanangkan oleh partai partai besar, pada awalnya dimaksud sebagai cara bersaing bebas. Juga untuk mengAkomodir banyak tokoh, agar terlibat dalam politik di Parlemen. Namun dalam prakteknya, ternyata menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam Pileg 9 April lalu,” tutur Lukman Hakim dalam dialog Pemilu 2014 di lobi gedung MPR RI Senayan. Hadir pengamat politik Burhanuddin Muhtadi (Dosen UIN Syarief Hidayatul lah Jakarta), dan Direktur Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demo krasi) Titi Anggraini.
Menurut Lukman Hakim, saat ini masyarakt maupun Caleg dan penye lenggara Pemilu, belum siap dengan sistem proporsional terbuka. Dimana money politics, saling memakan teman sendiri, kecurangan petugas Pemilu, tak terhindarkan. Jika sistem ini tetap dipakai untuk Pemilu 2019, hal buruk yang serupa, akan terulang lagi. Maka Parpol besar di DPR yang pada 2012 memutuskan pemakaian sistem proporsional terbuka ini, wajib bertang gungjawab.
Titi Anggraini berpendapat, maraknya money politics dalam Pileg 9 April lalu penyebabnya bukan hanya pema kaian sistem proporsional terbuka. Tetapi disebabkan pula Parpol yang tidak mampu mencetak kader kader unggulan. Rekruitmen Caleg dengan cara tertutup oleh Parpol, juga menja di sebab utama money politik, dan kanibalisasi antar Caleg satu partai.
“Jika kaderisasi dilakukan dengan baik dan rekruitmen Caleg dilakukan terbuka, pasti tak terjadi money politics dan kanibalisme antar Caleg se partai. Sebaliknya jika nihil kaderisasi dan re kruitmen Caleg tertutup, apapun sistem yang dipakai dalam Pemilu, tetap saja Pemilu curang,” tandas Titi.
Muhtadi berkomentar tidak jauh beda, pemakaian sistem proporsional terbuka maupun tertutup tidak berefek negatif. Jika kaderisasi Parpol berjalan baik, dan pendidikan ratarata masyarakat Indonesia sudah diatas SLTA. Kecurangan penyelenggara Pemilu hanya bisa diatasi jika ada sanksi tegas bagi pelaku. Saat ini semua hal tersebut belum berlaku di Indonesia. Kondisi buruk ini harus diatasi bersama, agar Pemilu Jurdil demi Demokrasi yang seutuhnya di Indonesia.  [ira]

Keterangan Foto : Lukman Hakim Saifuddin

Tags: